Berikut ini adalah wawancara yang dilakukan terhadap delapan siswa di SMP Negeri 2 Andong, Kabupaten Boyolali, mengenai pendapat mereka tentang pembelajaran online yang dilakukan selama masa pandemi Covid-19.
Ahmad Safei seorang siswa kelas 9A mengungkapkan bahwa dirinya sulit untuk memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru melalui pembelajaran daring, termasuk saat belajar Matematika, Bahasa Inggris, dan ilmu lainnya. Hal itu karena tidak ada penjelasan secara langsung dari guru dan sebab komunikasi yang terbatas dengan guru. Banyak materi yang diambil langsung dari internet kemudian siswa diminta untuk mengerjakannya.
“Susah juga untuk mengikuti dan memahami pelajaran secara daring. Apalagi Matematika atau ilmu pasti lainnya. Tidak dijelaskan (oleh guru) tetapi kami harus langsung mengerjakannya. Tugasnya banyak lagi. Soalnya kadang sama terus. Belum lagi masalah jaringan yang sering terganggu,” kata Ahmad Safei.
Sementara itu Diana Puspita Sari, siswi dari kelas 9F ikut menyuarakan suka dan duka selama proses belajar daring ini berlangsung. Menurutnya belajar dari rumah cukup menyenangkan karena tidak terbatas ruang dan untuk belajar pun bisa lebih santai.
“Waktu belajar pun juga tidak terlalu lama sehingga banyak waktu yang tersisa untuk mengerjakan hal yang lainnya” ungkapnya.
Senada dengan Diana, Subakdo Eko Jayanto juga merasa senang dengan pembelajaran daring. Ia justru malah merasa tertantang dengan adanya belajar daring ini.
“Dengan belajar daring membuat saya merasa tertantang untuk mengerjakan soal karena kita hanya diberi waktu yang menurut saya singkat dan kita pun sebagai siswa harus mengerjakan soal tersebut dengan cepat dan tepat, jadi belajar daring ini benar-benar membutuhkan tenaga belajar yang ekstra dari sebelumnya” jelas siswa kelas 9C tersebut. .
“Untuk mengisi jadwal hadir pun harus berebut walaupun terkadang harus beberapa kali baru bisa mengisi absennya, tetapi itulah yang menambah kesan dalam belajar daring ini,” pungkasnya.
Namun di sisi lain, terdapat hal pilu yang dirasakan misalnya dari segi ekonomi. Subakdo mengaku tidak mampu untuk membeli kuota data internet secara terus menerus untuk belajar online dan ia juga mengalami kendala akses jaringan internet di tempat tinggalnya.
Dalam pembelajaran online, salah satu media yang sering digunakan adalah Google Meet. Namun menurut Wahyu Sari Lestari, siswa dari kelas 8D bahwa penggunaan aplikasi Google Meet tersebut sama sekali tidak efektif. Proses penyampaian materi oleh guru melalui aplikasi tersebut dapat mengurangi fokus peserta didik dan menghabiskan waktu karena sering terkendala terkait akses jaringan internet sehingga selalu terdengar putus-putus. Belum lagi ketika ada peserta didik lain yang lupa mematikan microphone ponselnya sehingga menambah kebisingan.
Dwi Sri Utami, siswa kelas 8F juga mengeluhkan hal yang sama yang muaranya adalah akses jaringan internet. Siswi yang tinggal di Desa Watugede, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali tersebut mengaku harus mencari akses jaringan internet di luar rumah ketika akan belajar online.
“Kami sebagai siswa kesulitan dalam menangkap pembelajaran seperti biasa dan juga karena pengaruh jaringan khususnya kami yang tinggal di kampung karena sangat terbatas jaringan yang harus cari jaringan dan juga faktor kurangnya kuota data” paparnya.
Sementara itu, Achmad Fathur Ariyanto siswa kelas 9E menyampaikan keluhan mengenai tugas yang diberikan guru dalam pembelajaran daring.
”Terlalu banyak tugas yang diberikan hampir setiap Mapel (Mata Pelajaran) di dalam satu hari, sehingga menumpuk, meski begitu jangka waktu pengumpulan lumayan lama juga sih” katanya. .
Irwan Andriyansyah, siswa kelas 9F menyampaikan masalah keefektifan proses pembelajaran online yang justru menjadi momok berat bagi peserta didik, khususnya peserta didik kelas 9.
“Daring menjadi tidak efektif karena ada banyak materi yang susah dipahami. Belajar secara langsung jauh lebih mudah karena guru dapat menjelaskan dengan detail. Apalagi sekarang saya telah berada di kelas 9 membutuhkan banyak persiapan yang matang untuk menghadapi ujian akhir nanti. Saya berharap semoga proses pembelajaran lebih efektif dan lebih baik khususnya untuk kelas 9,” harapnya.
Yang terakhir, Putri Wulandari siswi kelas 9D mengatakan: “Untuk saya pribadi, (pembelajaran daring) dampak negatifnya itu tidak terlalu banyak. Hanya saja bangunnya harus lebih awal karena untuk belajar during harus pergi ke tempat yang jaringannya bagus atau mendukung. Sehingga saya harus ke rumah tetangga.”
Ia juga menambahkan bahwa rintangan dan halangan selama belajar daring di masa pandemi ini bisa dianggap sebagai perjuangan untuk meraih cita-cita.
Ditulis oleh Medi Aminah, S.Pd., Guru di SMP Negeri 2 Andong Kabupaten Boyolali