Kata madrasah saat ini tidak dicantumkan lewat pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Kata madrasah dan satuan pendidikan dasar lainnya hanya dicantumkan di bagian bawah atau bagian penjelasan pada revisi RUU Sisdiknas.
Tidak hanya madrasah seperti MI dan MTS yang dicantumkan dalam pasal, tetapi juga bentuk satuan pendidikan lain seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) juga tidak disebutkan di dalam RUU Sisdiknas.
Hal tersebut dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis. Pengaturan soal tingkat pendidikan sudah cukup di level kebijakan teknis sehingga tidak perlu di tingkatan UU.
Selain itu, RUU Sisdiknas juga masih dalam tahap pembahasan tahap revisi draf awal dan akan banyak masukan yang diterima.
Penyusunan RUU Sisdiknas dilaksanakan dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Dalam UU yang lama yakni UU Sisdiknas tahun 2003, aturan tentang satuan pendidikan dasar tertulis gamblang di Pasal 17 Ayat (2).
Ayat tersebut berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Berbeda dengan RUU Sisdiknas revisi sekarang ini, hal tersebut tidak lagi tercantum. Draf RUU Sisdiknas hanya mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 32.
Pasal 32 Draf RUU Sisdiknas tersebut berbunyi “Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama”.
Draf RUU Sisdiknas tersebut menuai berbagai kritikan karena telah menghapus penyebutan jenjang madrasah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kata madrasah tidak ditemukan dalam RUU Sisdiknas atau Sistem Pendidikan Nasional yang diajukan pemerintah.
Rancangan tersebut juga tidak memuat frasa fasilitas pendidikan formal lain yang dikenal masyarakat, misal SMA. Menanggapi polemik tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menjelaskan penyebab hilangnya madrasah dan fasilitas pendidikan lain melalui laman Instagram nadiemmakarim, yang menyatakan bahwa penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTs akan dipaparkan di bagian penjelasan.
Tujuannya adalah penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga jauh lebih fleksibel dan dinamis. Nadiem juga mengatakan akan selalu berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag), dalam proses penetapan dan revisi RUU Sisdiknas.
Menurut Nadiem madrasah tidak akan dihapus dalam sistem pendidikan formal di Indonesia karena sejak awal pemerintah tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional karena merupakan sebuah hal yang tidak masuk akal.
Saat ini RUU Sisdiknas telah memberikan perhatian yang kuat terhadap eksistensi pesantren dan madrasah. Nomenklatur madrasah dan pesantren juga masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal dalam RUU sisdiknas. Hal tersebut diharapkan jangan samapai terjadi karena penghilangan kata madrasah dalam draf RUU bisa menimbulkan banyak masalah.
Dengan adanya penghilangan kata madrasah di dalam draf rancangan undang-undang pendidikan tersebut akan menimbulkan suatu bentuk-bentuk eliminasi terhadap posisi madrasah karena madrasah punya posisi penting dan strategis dalam sejarah bangsa Indonesia. Madrasah, bersama pesantren, telah ada sebelum Indonesia merdeka. Hilangnya madrasah sama dengan mengeliminasi posisi penting maupun historis dari madrasah.
Tingkatkan Pengetahuan dan Kemampuan Guru Untuk Menjadi Pendidik Yang Hebat Dengan Mendaftarkan Diri Anda Sebagai Member e-Guru.id dan Dapatkan Berbagai Macam Pelatihan Gratis Serta Berbagai Bonus Lainnya. Daftar Sekarang dan Dapatkan Diskon 50%
Penulis : (EYN)