Oleh Agustinah Budiarti, S.Psi.,MA
Siswa bermasalah sering dikonotasikan dengan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Siswa bermasalah ini juga sering diartikan sebagai siswa yang nakal.
Siswa bermasalah yang dimaksud di sini meliputi masalah kesulitan belajar, masalah kesulitan berkomunikasi, mengalami krisis kepercayaan diri, masalah kehadiran (sering membolos atau pulang sebelum jam pembelajaran selesai), nilai yang belum tuntas, korban teknologi (kecanduan game online, misalnya); dan masalah-masalah pelanggaran tata tertib lainnya.
Setiap siswa memiliki karakteristik pribadi atau perilaku yang berbeda dengan siswa lain. Hal tersebut dapat dilatarbelakangi oleh kondisi keluarga, lingkungan, maupun dari diri siswa sendiri.
Tidak sedikit siswa yang kesulitan dalam proses belajar bukan karena tidak mampu berpikir, tetapi karena berbagai masalah yang melatarbelakanginya. Misalnya siswa tidak bisa konsentrasi belajar karena beban masalah dalam keluarga. Bisa juga karena tidak bisa beradaptasi dengan lingkungannya, karena merasa tidak nyaman dengan teman-teman di sekitarnya, dan lain sebagainya. Sehingga banyak kasus ditemukan siswa membolos saat pelajaran, tidak semangat dalam mengikuti pelajaran, bahkan ada yang sampai tertidur saat pelajaran berlangsung.
Akibatnya, siswa yang bermasalah kebanyakan akan mengalami ketinggalan dalam beberapa pelajaran, ketinggalan dalam kegiatan-kegiatan penilaian yang diadakan oleh guru mata pelajaran. Selain ketinggalan dalam pelajaran dan hilangnya rasa disiplin, kadang juga membuat siswa merasa tersisih dari teman-temannya. Apalagi bila masalah siswa tersebut sudah parah sehingga muncul anggapan dari teman-temannya bahwa dia adalah siswa yang nakal yang akhirnya dikucilkan.
Keadaan seperti ini harus menjadi perhatian guru di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Artinya guru tidak hanya hadir di dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi guru juga dituntut untuk bisa menjadi teman yang bisa diajak berbagi dengan berbagai permasalahan siswa di dalam proses pembelajaran.
Kita mungkin sering melihat bahkan merasakan sendiri bagaimana rasanya ketika ada siswa yang bolos pelajaran. Perlu disadari bahwa menghukum bukanlah satu-satunya solusi untuk membuat siswa menjadi jera dalam melakukan pelanggaran. Bisa jadi dengan hukuman yang diterapkan justru membuat siswa menjadi tambah parah atau lebih nakal sehingga semakin susah ditangani.
Apalagi jika terjadi di Sekolah Menengah Pertama (SMP), di mana para peserta didiknya sedang di masa remaja dengan kondisi emosi yang masih labil, masa proses pencarian jati diri, mudah tersinggung dan marah. Untuk itu tidak bisa sembarangan dalam menangani setiap permasalahannya.
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan guru dalam mendampingi dan membimbing siswa bermasalah adalah memahami siswa secara keseluruhan, mulai dari akar masalah yang dihadapi maupun latar belakang pribadi siswa tersebut. Dalam hal ini guru dituntut untuk mengetahui asal-usul dan kepribadian setiap siswa agar guru dapat memperoleh cara yang tepat untuk mendampingi siswa yang bermasalah tersebut. Oleh karena itu setiap siswa harus mempunyai data yang lengkap, agar guru mata pelajaran, guru BK, wali kelas, dan semua komponen sekolah bisa memberikan layanan yang cepat, tepat, dan terarah pada saat dibutuhkan.
Dalam menghadapi siswa bermasalah peran pendidik sebagai pendamping sangatlah penting sebagai sarana untuk mencari solusi setiap permasalahan siswa. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa mau terbuka dengan permasalahannya sehingga pendamping memahami dan mendapatkan gambaran bagaimana harus menghadapi siswa tersebut. Menghentikan sekaligus kebiasaan/perilaku siswa yang tidak baik tidak bisa dilakukan seketika itu juga. Tetapi juga perlu ada usaha untuk meminimalisir perilaku siswa yang bermasalah.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Namun pada kenyataannya diketahui bahwa kebanyakan guru masih meletakkan fungsinya sebagai pengajar dan belum menjadi pendidik profesional. Sedangkan salah satu ciri pendidik profesional adalah mendidik siswa dengan sabar dan bijak ketika menghadapi siswa-siswa bermasalah.
Selain mengajar, sekolah dalam hal ini guru mata pelajaran, wali kelas, guru BK, dan semua komponen sekolah berkewajiban untuk membentuk pribadi siswa menjadi manusia-manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan. Lebih dari itu, untuk membentuk pribadi yang berkarakter baik, santun, dan mandiri, sekolah atau pendidik juga berkewajiban untuk mencarikan solusi atau jalan keluar jika terjadi permasalahan pada siswa.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!