Implementasi Kurikulum Merdeka Melalui Pembelajaran Konstruktif – Teori konstruktivisme menekankan pentingnya proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pelaku aktif pembelajaran (students as agents). Bukan sebagai penerima informasi secara pasif dari guru mereka (students as recipients).
Menurut teori belajar konstruktivisme (constructivist learning theory), pengetahuan bukanlah kumpulan atau seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah untuk diingat. “Memahami” dalam konstruktivisme adalah proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman nyata.
Pemahaman tidak bersifat statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan sepanjang siswa mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memodifikasi pemahaman sebelumnya.
Pemahaman yang bermakna ini membutuhkan proses belajar yang berpusat pada siswa serta waktu yang lebih panjang daripada pembelajaran yang sekadar “menjejali” siswa dengan informasi-informasi yang kurang bermakna karena sekadar untuk diketahui atau dihafalkan saja.
Kesempatan Belajar yang Lebih bagi Peserta Didik
Dalam hal implementasi kurikulum, guru juga perlu kesempatan untuk belajar menggunakan pendekatan yang sama, yaitu melalui pengalaman menggunakan Kurikulum Merdeka.
Mereka juga perlu belajar melalui observasi dan narasi yang disampaikan oleh sesama guru yang menerapkan kurikulum di konteks yang berbeda dan/atau juga dari guru dan satuan pendidikan yang sudah menerapkannya lebih dahulu.
Dengan demikian, proses belajar untuk mengimplementasikan kurikulum tidak hanya melalui sosialisasi dan pelatihan formal dari pemerintah (top-down) tetapi juga perlu pendekatan yang lebih konstruktif.
Hal ini akan mengubah tradisi implementasi kurikulum yang biasa diterapkan di Indonesia yang banyak menggunakan pendekatan arahan dari atas (top-down).
Hubungan Teori Konstruktivisme dan Capaian Pembelajaran
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Kurikulum Merdeka berupaya untuk menerapkan teori belajar konstruktivisme.
Dalam hal upaya implementasi Kurikulum Merdeka melalui pembelajaran konstruktif, menurut teori ini peserta didik merupakan pelaku aktif pembelajaran yang mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi dan pengalaman nyata.
Capaian pembelajaran (CP) mengutamakan kompetensi yang perlu dicapai tanpa mengikat konteks dan konten pembelajarannya.
Berdasarkan kompetensi tersebut, satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan konteks sekolah. Relevan dengan perkembangan, minat, serta budaya peserta didik.
Oleh karena CP dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme, maka capaian-capaian dalam dokumen CP perlu dipahami menggunakan kerangka teori yang sama. Istilah “pemahaman” (understanding) dalam CP perlu dimaknai sebagaimana teori konstruktivisme.
Taksonomi Bloom dan Capaian Pembelajaran
Pemahaman yang dimaksud dicapai melalui kemampuan mengaplikasikan dan menganalisis suatu konsep. Dengan demikian konsep pemahaman ini berbeda dengan Taksonomi Bloom yang memandang bahwa:
- memahami (understanding – level 2);
- suatu konsep membutuhkan keterampilan berpikir yang lebih rendah dibandingkan kemampuan mengaplikasikan (applying – level 3); dan
- menganalisis (analyzing – level 4)
Perancangan CP ini tidak mengabaikan Taksonomi Bloom yang semula digunakan dalam perancangan KI-KD dalam Kurikulum 2013.
Sebaliknya, Taksonomi Bloom ini dianjurkan untuk digunakan ketika guru merancang pembelajaran harian dan asesmen kelas sesuai dengan tujuan pengembangan taksonomi.
Kerangka Taksonomi tidak dapat secara langsung mengarahkan guru apa yang patut dipelajari peserta didik.
Namun dapat membantu guru menerjemahkan standar ke dalam hal yang ingin dicapai oleh guru melalui pengajaran yang dilakukannya dan dengan memberikan beragam hal yang perlu diperhatikan.
Dengan begitu, Taksonomi ini dapat memberikan pandangan yang dapat membimbing guru dalam pembuatan keputusan tentang kurikulum.
Taksonomi Bloom dapat Membantu Guru
Taksonomi Bloom relevan dan membantu untuk digunakan oleh guru dalam pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan, bukan di level standar nasional.
Adapaun Taksonomi ini berguna untuk “menerjemahkan standar” ke dalam istilah dan bahasa yang lebih konkrit dan operasional untuk digunakan sehari-hari.
Dengan demikian, dalam konteks kurikulum nasional di Indonesia, Taksonomi Bloom relevan untuk digunakan guru dalam merancang alur tujuan pembelajaran dan asesmen kelas. Sehingga implementasi Kurikulum Merdeka melalui pembelajaran konstruktif dapat terlealiasikan dengan baik. (mfs)
Jadilah Guru yang siap dan mampu mendesain Teknologi Pembelajaran yang cocok dan relevan diterapkan di kurikulum merdeka!. Ayo bergabung bersama e-Guru.id dan rancang pembelajaran di kelas agar lebih menarik dan kekinian!
e-Guru.id yang merupakan suatu platform peningkatan kualitas dan kompetensi guru dan nikmati pelatihan gratis bersertifikat 32 JP setiap bulan serta fasilitas-fasilitas lainnya.