Kondisi pendidikan anak pedesaan terutama pada desa terpencil di Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan, hal tersebut dikarenakan masih kurangnya perhatian dari berbagai pihak termasuk pemerintah.
Meskipun pada era sekarang pemerintah sudah berupaya untuk memeratakan pendidikan untuk menuju generasi emas tahun 2045 namun pada kenyataannya hal tersebut masih belum terlaksana secara optimal termasuk di daerah pedesaan.
Anak desa identik dengan ketertinggalan, memiliki wawasan yang sempit, rasa enggan untuk menerima hal baru, serta keinginan yang rendah untuk maju. Seharusnya dengan usia yang masih muda, anak desa mampu berkreasi sesuai bakatnya.
Namun tidak dipungkiri mereka memiliki persepsi tersebut hanya karena lingkungan yang tidak mendukung mereka untuk maju serta ketidakadaan sarana dan prasarana yang mendukung mereka untuk mengembangkan bakatnya.
Mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di sawah, mengembala hewan ternak, dan menggantungkan hidup pada alam. Hanya sebagian kecil saja anak desa terutama desa terpencil yang dapat mengenyam pendidikan itupun jaraknya jauh, sarana dan prasarananya belum bisa dikatakan layak, dan tenaga pengajar sekolah tersebut juga masih sedikit.
Sebenarnya anak desa tidak berbeda dengan anak yang lainnya, mereka juga mempunyai keterampilan, potensi dan bakat hanya saja pengaktualisasian dari keterampilan dan bakat anak desa masih terkendala oleh fasilitas serta dukungan dari lingkungan baik lingkungan keluarga dan masyarakat.
Seperti yang terjadi di Desa Funanayaba, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Desa Funanayaba merupakan sebuah Desa terpencil tanpa akses jalan raya, sebagian besar anak-anak di desa itu tidak bersekolah karena selain tidak ada guru juga minimnya fasilitas pendukung seperti gedung serta buku pelajaran yang dimiliki sekolah. Selain itu animo masyarakat untuk bersekolah masih sangat rendah. (Kumparan.com, 18/02/2019)
Antara keterampilan, bakat dan pendidikan
Menurut Utami Munandar (1997) bahwa bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud, maka dari itu bakat perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai hasil prestasi yang maksimal.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Hal ini membuktikan bahwa penyelenggaraan pendidikan diperuntukkan untuk semua warga negara indonesia tanpa terkecuali.
Sayangnya tidak semua tempat di Indonesia memudahkan setiap orang untuk mengembangkan keterampilan dan bakatnya termasuk di desa-desa yang masih terpencil. Sekolah yang memfasilitasi dan mewadahi bakat anak-anak hanya ada di kota-kota besar saja, padahal pada satu sisi, terdapat banyak potensi yang melekat dalam diri anak-anak yang ada di desa, akan tetapi tidak ada wadah khusus untuk pengembangan bakat anak tersebut selain potensi yang ada pada anak-anaknya di desa juga terdapat banyak pihak yang berpotensi untuk melakukan pendampingan untuk pengembangan potensi bagi anak-anak di luar jam sekolah sehingga anak-anak di desa juga perlu adanya tempat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk memajukan desanya.
Selain itu anak desa juga memiliki karakter yang ingin memajukan desanya tetapi juga tidak melunturkan budaya desa yang ada sehingga tidak mau menerima hal baru secara utuh. Salah satu contohnya adalah untuk sekolah secara formal, tidak semua anak desa mau bersekolah formal. Mereka terbiasa dengan aktivitas motorik sedangkan sekolah lebih banyak aktivitas kognitif sehingga mereka belum terbiasa dan tidak akan nyaman belajar di sekolah. Aktivitas mereka adalah berternak dan Bertani yang merupakan aktivitas motorik sebagai sarana penyalur hobi.
Walaupun awalnya hal itu dilakukan karena kondisi budaya, keterbatasan pengetahuan, serta pandangan yang sempit akan tetapi apabila hobi ini dibina dan diberdayakan maka dapat menjadi sebuah bakat dan pekerjaan yang dapat meningkatkan kualitas kehidupanya.
Misalnya, anak desa yang hobi bertani apalagi mempunyai bakat bertani dapat menjadi seorang petani yang professional asalkan ada upaya pembinaan dan pelatihan. Beberapa solusi pernah ditawarkan untuk meningkatkan perkembangan bakat dan minat anak desa, salah satunya adalah sekolah gratis bagi anak pedesaan. Namun hal ini masih belum efektif mengingat adanya keterbatasan akses menuju sekolah yang jaraknya jauh serta sarana dan prasarana yang kurang mendukung.
Anak desa akan merasa senang jika mereka dapat melakukan apa yang mereka inginkan tentunya dengan berbagai metode dan strategi untuk mengubah pandangan mereka agar menerima perubahan yang lebih baik.
Potensi sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa
Rumah ilmu merupakan salah satu solusi untuk mengembangkan bakat anak desa. Rumah ilmu tersebut bersifat pemberdayaan keterampilan-keterampilan dan potensi yang dimiliki anak daerah pedesaan. Hal ini tentu saja bukan hal yang aneh karena anak desa juga paham mengenai kegiatan belajar, karena beberapa anak desa terpencil yang bersekolah sehingga dapat memberikan pengertian dan dapat menarik minat anak desa untuk mengenyam pendidikan.
Karena itu, usaha peningkatan mutu pendidikan bagi anak desa tidak bisa dilakukan seperti sistem pembelajaran di kelas, kita harus melihat masalah yang sedang dialami anak yang ada di pedesaan secara objektif, karena kebiasaan anak desa adalah berada di lapangan yang mana mereka sudah terbiasa dengan alam terbuka yang bebas untuk berekspresi sesuai dengan minatnya.
Pihak yang dapat berperan dalam “Sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa” ini yaitu pemerintah (Dinas Sosial, Gubernur, Walikota dan jajaran pemerintah lainnya), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), donatur, aktivis, pelaku bisnis dan masyarakat sekitar.
Pemerintah pusat juga harus berperan untuk memberikan izin terselenggaranya “Sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa”, mengawasi dan berpartisipasi untuk mendukung terlaksananya kegiatan ini melalui sosialisasi kepada masyarakat umum.
Donatur memiliki beberapa peran yang utama, yaitu sebagai penyandang dana untuk membantu keperluan logistik dan perlengkapan dalam acara ini, serta memberikan penghargaan kepada anak-anak desa yang mempunyai keterampilan lebih.
LSM dan aktivis juga berperan sebagai pemberi pengarahan dalam kegiatan tersebut sehingga banyak anak desa yang berminat untuk mengikuti kegiatan ini. Masyarakat sekitar, baik orang tua, ketua RT, lurah hingga camat, dapat berpartisipasi dan memberikan pengaruh untuk mendukung diadakannya kegiatan ini.
Langkah starategis untuk mengimplementasikan kegiatan ini yaitu dengan sosialisasi kepada masyarakat daerah pedesaan terutama daerah terpencil akan adanya kegiatan “Sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa” sebagai wadah penyaluran bakat anak pedesaan yaitu meminta ijin kepada ketua RT atau Pemerintah Daerah setempat agar program “Sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa” ini dapat terlaksana, melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, LSM, instansi terkait, donatur dan para aktivis yang memiliki tujuan yang sama dengan kegiatan “Sekolah pengembangan keterampilan dan bakat anak desa”.
Jadilah bagian dari anggota e-Guru.id dan tingkatkan kompetensi Anda sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Ditulis oleh Erlin Yuliana