Oleh Martini, S.Pd.SD
Guru di SD Negeri Kradenan
Ada seorang anak kelas V SD yang terlihat sangat nakal sejak dia masuk sekolah. Ia bernama Tegar. Saat guru mengajar di kelas, Tegar tidak memperhatikan dengan baik. Saat guru mulai menyuruh anak-anak untuk mengeluarkan buku catatan dan alat tulis untuk menuliskan pantun, Tegar membuat kegaduhan di kelas karena menyembunyikan pensil milik temannya yang bernama Lintang . Sampai Lintang kebingungan merengek dan menangis, baru pensinyal diberikan oleh Tegar dengan senyum kemenangan karena berhasil membuat Lintang menangis.
Guru menegur Tegar dan menasehatinya. Tegar patuh pada gurunya. Enam menit kemudian, Tegar melihat catatan puisi Bima teman di sampingnya, lalu merebut buku Bima dan menambahkan gambar pada catatan puisi Bima. Kegaduhan terjadi lagi karena Bima tak terima buku catatannya ditambah coret-coretan gambar. Guru menghampiri Tegar dan meminta Tegar segera menyelesaikan tugasnya mencatat dan membuat pantun. Tegar menatap gurunya tanpa perasaan bersalah lalu kembali duduk manis dan membuat catatan di bukunya.
Belum selesai mencatat, kira-kira 5 menit kemudian, Tegar melihat sepatu temannya di kelas yang dilepas. Tegar tertarik dan mengambilnya lalu melemparkannya ke luar jendela. Beberapa teman mengetahui tingkahnya dan menahan tawa. Tegar merasa senang bisa menggoda temannya dan membuat hiburan baru bagi teman lainnya.
Teman yang kehilangan sepatu berteriak, “Bu guru, Bu guru, Tegar melempar sepatu milik saya.”
Guru menghampiri Tegar dan memintanya untuk mengambil kembali sepatu yang dilemparkannya ke luar jendela. Lalu guru kembali menasehati Tegar dengan suara lembut dan bertanya, “Mengapa kamu tidak segera menyelesaikan tugasmu?” dan Tegar kembali melanjutkan tugasnya.
Saat terjadi kesalahan dalam menulis di kertas di bukunya, Tegar merobek kertas tersebut dan dibuat bulatan kemudian dilemparkan tepat mengenai wajah temannya yang sedang sedang serius mengerjakan tugas dari guru. Sontak temannya kaget dan berteriak keras.
Bagi Tegar, hal-hal semacam ini adalah sesuatu yang menyenangkan dan menghibur hatinya. Dan itu adalah contoh permasalahan seorang anak yang dianggap nakal dan mungkin seorang pendidik akan merasa dipusingkan dengan tingkah lakunya.
Nah, kapan sebenarnya kita bisa mulai memberikan pendidikan pada anak-anak kita agar dapat berperilaku manis sesuai harapan orang tua dan guru?
Pendidikan anak manusia dimulai bukan saja saat anak sudah lahir, bahkan sejak dari dalam kandungan pendidikan seorang anak sudah dapat dimulai. Pada usia kehamilan tertentu, bayi sudah bisa mendengar suara dari luar tubuh ibunya dan sudah bisa bereaksi terhadap suara di sekitarnya seperti suara musik, suara motor, suara binatang, dan lain-lain. Ini artinya seorang ibu yang mengandung bayinya sudah bisa melakukan kontak maupun komunikasi dengan buah hatinya. Jadi jika indra pendengaran sudah bisa bekerja maka orang tua sudah bisa mendidiknya walau dengan cara sederhana.
Orang tua dalam hal ini berperan sebagai pendidik pertama dalam keluarga, terlebih kepada anak. Peran orang tua dalam hal ini meliputi mengasuh, memelihara, menjaga, melindungi, mendidik, melatih, membimbing anak-anaknya agar terbentuk karakter dan pertumbuhan fisik yang baik dan sehat. Di sinilah orang tua menjadi pendidik dan guru yang pertama dan utama dalam keluarga bagi anak-anaknya.
Inilah yang perlu menjadi perhatian bagi para orang tua. Semakin besar tanggung jawab orang tua sebagai seorang pendidik dalam keluarga maka mereka harus menyadari pentingnya pendidikan yang lebih baik. Demikian juga orang tua yang menjadi guru di sekolah, harus tetap belajar dan menempuh pendidikan di jenjang yang lebih tinggi lagi agar pantas bagi dirinya untuk bisa disebut sebagai seorang guru yang profesional dalam mengajar di sekolah.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada jenjang pendidikan formal tertentu yang bisa ditempuh para orang tua yang berperan sebagai pendidik dalam keluarganya. Tapi bagaimanapun juga orang tua memerlukan bekal pendidikan yang lebih baik agar berhasil mendidik anak-anaknya dan mengantarkan anak-anaknya menuju masa depan yang diharapkan. Tujuan pendidikan anak tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya seorang pendidik yang berbekal pendidikan yang lebih baik maupun jenjang yang lebih tinggi.
Di era digital ini ada banyak sumber pendidikan bagi orang tua. Tapi yang terutama adalah pendidikan agama yang baik yang dapat memberikan dorongan mental dan moral yang baik agar mampu menyelesaikan segala permasalahan hidup yang dihadapinya.
Walau kita hidup di zaman modern seperti saat ini tujuan utama pendidikan bagi anak di dalam keluarga maupun di sekolah adalah membentuk karakter dan kepribadian yang baik. Jadi pendidikan spiritual menjadi yang paling pokok dan mendasar yang sangat diperlukan bagi orang tua maupun para guru di sekolah yang berperan sebagai seorang pendidik.
Ingatlah selalu bahwa tidak semua orang tua bahkan guru dapat mendidik dengan baik dan tidak semua pendidik bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anak. Tanpa adanya bekal pendidikan atau jenjang pendidikan yang lebih baik bagi para pendidik dan guru, maka tujuan pendidikan di dalam keluarga, di sekolah, di masyarakat, tidak akan berhasil dengan baik sesuai harapan dan cita-cita bersama. Untuk itu marilah kita sebagai orang tua dan sebagai guru berusaha untuk meningkatkan pendidikan kita ke jenjang yang lebih tinggi.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!