Menyeimbangkan Pendidikan Karakter dan Ilmu Pengetahuan

- Editor

Selasa, 15 Juni 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendidikan sebagai daya pacu derap peradaban, pada prinsipnya berorientasi kepada pencerahan manusia dan dunia. Dewasa ini, kalangan akademisi baik personal maupun institusional, gencar berbicara dan berdiskusi tentang dunia pendidikan. Idealisme pendidikan sebagai dasar dan penggerak laju peradaban kini seakan tengah diselimuti oleh kabut pekat berbagai masalah.

Dunia pendidikan di Indonesia, baik pada tingkat lokal maupun nasional terus dililit aneka persoalan krusial yang menuntut perbaikan. Tawuran antar pelajar, pemalakan, dan begal sudah menjadi trend di kalangan pelajar dan menjadi tontonan harian. Akhir-akhir ini wajah pendidikan kita lagi-lagi ditampar dengan berita-berita pemerkosaan, penganiayaan terhadap guru, kepala sekolah, dan pembunuhan terhadap guru yang pelakunya adalah peserta didik sendiri.

Sementara itu orientasi pendidikan saat ini cenderung menekankan spesifikasi dan spesialisasi sebagai jawaban atas tuntutan keahlian dan profesionalisme kebutuhan dunia kerja. Peserta didik dirancang untuk mengikuti dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam arti, peserta didik diarahkan menjadi teknokrat yang berpikir canggih.

Di satu sisi, hal ini penting dan positif dalam perspektif adaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi pada sisi lain, muncul titik suram yang sangat memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gejala dan fakta penyusutan praksis hidup yang mementahkan nilai-nilai moral dan etis.

Mencermati keadaan di atas, banyak akademisi, pemerhati pendidikan dan orang tua yang miris dengan wajah pendidikan dewasa ini. Orang tua selalu membanding-bandingkan dengan situasi dirinya ketika masih remaja dulu. Perilaku yang lembut pada orang tua, guru, sopan santun dinilai sudah luntur di kalangan pelajar saat ini.

Keadaan demikian inilah yang menggugah hati para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk merumuskan kembali suatu model pembelajaran  pendidikan karakter. Pasalnya, hal itu dipandang mampu membentengi peserta didik dalam menghadang pengaruh buruk yang dapat menghilangkan jati diri sebagai bangsa yang luhur.

Menanamkan karakter pada peserta didik tidak semudah membalikan telapak tangan. Moral dan etika peserta didik tidak dapat hanya dibentuk dengan mengajarkan ayat-ayat kitab suci, dalil atau apapun namanya. Menurut Bowlow (Muhibbin Syah, 1999) sebagian besar dalam proses belajar manusia terjadi melalui imitation (peniruan) dan role-modeling(contoh perilaku).

Selanjutnya, menurut teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral, siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan).

Mencermati kurikulum pendidikan kita saat ini yang lebih menekankan pada penguatan karakter, pelaksanaan pendidikan karakter atau budi pekerti dapat dilakukan melalui dua pendekatan (Suwandi, 2000).  Pendekatan pengintegrasian serta pendekatan role-modeling dan imitasi.

Pendekatan integratif ke dalam mata pelajaran yang memiliki pokok bahasan yang sesuai, dapat dilakukan melalui penambahan materi pada mata pelajaran atau metode mengajar yang digunakan guru. Pendekatan ini berarti guru melaksanakan pendidikan karakter melalui fungsi guru sebagai pengajar.

Sementara pendekatan kedua menekankan pada aspek keteladan para guru. Semua guru di sekolah hendaknya menyadari bahwa dirinya bukan hanya mengajar tetapi juga pendidik bagi para siswanya. Para guru memiliki kewajiban moral yang melekat dengan profesi kependidikannya untuk memberikan keteladanan. Hal ini menunjukan bahwa guru melaksanakan pendidikan karakter  melalui fungsi guru sebagai pendidik.

Pendidikan karakter merupakan suatu kebijakan dan sudah menjadi gerakan nasional. Oleh sebab itu, sekolah harus menjadi tempat strategis dalam pembentukan karakter bangsa karena memiliki sistem, infrastruktur, dan dukungan ekosistem pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.  

Nilai-nilai karakter harus ditanamkan pada peserta didik menjadi proses pembudayaan dan berkesinambungan. Karakter peserta didik harus bertumpuh pada kearifan lokal sehingga menjadi benteng dalam mengantisipasi kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin kompleks.

Ditulis oleh Anselmus Tara,S.Pd, Guru SMAN 1 Bola

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 38 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru