Meniti Jalan Menjadi Guru

- Editor

Senin, 4 April 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Umy Syolicha

Guru SDN Kedungdoro V/310 Surabaya

Pendidikan sekolah dasar kulalui di sebuah Madrasah Ibtidaiyah hanya 3 tahun atau sampai di kelas 3. Setelahnya aku dipindahkan di sekolah dekat rumahku, yaitu di SDN Kedungdoro V. Kepala Sekolah  di SD tersebut awal mulanya menyangsikan apakah aku dapat mengikuti pembelajaran mengingat aku seorang siswi dari Madrasah Ibtidaiyah. 

Tetapi itu semua tidak terbukti, karena hasil belajarku selalu di peringkat atas, bahkan aku bisa diterima di SMP Negeri ternama dan terfavorit di kotaku. Walaupun aku hanya anak dari seorang tukang sepatu.  

Di SMP tempatku sekolah, memang terkenal siswa-siswinya dari kalangan anak orang kaya selain terkenal sekolah favorit. Aku yang dari SD di kampung setelah masuk lingkungan SMP tersebut agak sedikit minder. Status sosial ekonomi keluargaku membuatku cenderung kurang percaya diri. Hanya dengan rajin belajar dan berprestasi itu yang bisa aku tunjukkan. 

Sampailah waktunya aku harus mengikuti ujian akhir untuk siswa kelas 3 SMP. Mulai tahun itu diberlakukan sistem Danem. Alhamdulillah, Danemku 51,16 sehingga aku bisa memilih dan melanjutkan di sekolah manapun. Waktu itu bisa memilih sekolah umum dan kejuruan. Maka aku gunakan kesempatan itu untuk mendaftar di dua sekolah, yang umum di SMA Negeri 5 yang merupakan pilihanku sendiri dan sekolah kejuruan di SPG Negeri 2 yang merupakan pilihan ibuku. Dan kedua pilihan itu akhirnya membuatku kebingungan saat kedua sekolah tersebut menerimaku sebagai calon siswa baru. 

Sejujurnya aku ingin memilih SMA Negeri 5, sekolah pilihan yang diidam-idamkan oleh banyak pelajar. Namun di sisi lain ibuku menyuruh masuk ke SPG Negeri 2. Rupanya ibu menginginkan aku jadi guru dengan harapan setelah lulus bisa langsung kerja. Sementara itu bapak menyerahkan keputusan kepadaku. 

Kebingungan semakin melanda hati setelah mendengar pendapat guru dan temanku. Namun aku tak dapat menolak pilihan ibuku. Dengan berat hati, kujalani sekolah pilihan ibuku.  Dan inilah awal langkahku meniti jalan menjadi guru.

Hari-hari pertama aku masuk SPG rasanya begitu berat, ada rasa tidak nyaman, rasa malas yang menggelayut yang tidak bisa kupungkiri. Seharusnya semua rasa itu tidak perlu ada, bahkan seharusnya aku bangga bisa diterima di SPG Negeri 2 dengan nilai Danem tertinggi di antara siswa baru yang diterima di sekolah tersebut.

Karena kujalani dengan setengah hati, sehingga berdampak pada hasil belajar yang kurang memuaskan. Aku pun mulai bangkit. Kesungguhanku akhirnya membuahkan hasil belajar yang selalu masuk 3 besar di kelas. Aku juga pernah membawa nama baik sekolah dengan menyabet peringkat 2 lomba P4 siswa SLTA se-Surabaya. 

Setelah tamat dan lulus dari SPG,  babak baru dimulai dengan mengirim lamaran kerja ke beberapa sekolah dasar. Karena untuk kuliah, orang tuaku sudah tidak sanggup membiayai. Sekolah pertama yang menerimaku menjadi guru  hanya mempunyai murid kurang lebih 50 siswa dan aku ditugasi sebagai wali kelas 5. Sekolah tersebut berstatus sekolah swasta yang berada di daerah Kebangsren. Tawaran itu akhirnya aku terima dengan gaji Rp12.500 per bulan. Meskipun dengan gaji sedikit,  aku jalani dengan senang hati daripada aku nganggur. Agar gaji bertambah maka waktu luangku kugunakan untuk memberi  les pelajaran.

Menjadi guru SD di daerah Kebangsren hanya kujalani selama setahun. Setelah itu, berkat bantuan tetanggaku yang menjabat  ketua BP3 di SDN Kedungdoro V, aku bisa bisa mengajar di kelas 2. Dahulu aku berstatus siswa kini di sekolah tersebut dan sekarang sebagai pengajar. Setelah setahun, Kepala Sekolah mempercayakan aku untuk memegang kelas 6. Walaupun masih muda usia 21 tahun, tapi aku berusaha melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 

Tahun 1992, aku mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Universitas Wijaya Kusuma. Pagi hari mengajar, siang memberi les, dan sorenya kuliah. Di Universitas Wijaya Kusuma inilah aku merasakan menjadi seorang mahasiswa untuk pertama kalinya. Berbekal kesukaanku pada Matematika kuambil jurusan Matematika. Namun itu tidak dapat aku jalani dengan mudah karena ada beberapa materi yang tidak diajarkan di SPG, sehingga aku merasa kesulitan. Aku tidak mampu mengejar ketinggalanku. Karena hasil belajarku yang tidak bisa dibanggakan, kuputuskan untuk berhenti kuliah.

Di tahun 1997, aku mencoba kuliah lagi di UNIPA Surabaya mengambil jurusan Bahasa Indonesia dengan program khusus.Menginjak semester empat di tahun 1999, aku dihadapkan pada kenyataan bahwa guru honorer harus mengikuti tes kuliah D2 PGSD jika ingin diangkat menjadi guru PNS. 

Dengan penuh kebimbangan, tes untuk masuk D2 PGSD di UNESA aku jalani.  Banyak pertanyaan  dalam hatiku yang kemudian sulit untuk terjawab. Apakah aku mampu menjalani kuliah di dua tempat? Bagaimana dengan biayanya dan bagaimana dengan tugas mengajarku? Aku begitu takut jika harus gagal kuliah lagi. 

Dan dari hasil tes dinyatakan aku diterima. Seharusnya aku senang karena hanya dua orang guru  dari kecamatan  Tegalsari yang diterima dan salah satunya adalah aku. Kepala Sekolahku mengambil kebijakan untukku, beliau memberikan kesempatan kepadaku untuk kuliah pagi dengan kewajiban mengajar hanya di hari Jumat dan Sabtu dan aku dialihkan sebagai guru mapel SBdP. 

Tiga semester telah aku jalani saat peraturan otonomi daerah akan diberlakukan. Program D2 PGSD bagi guru honorer adalah kewenangan tingkat I dan waktu itu bersamaan dengan dibukanya tes pengangkatan guru PNS serta diperbolehkannya lulusan SPG mengikuti tes itu.

Posisi kami sebagai mahasiswa D2 PGSD yang merupakan proyek provinsi begitu mengkhawatirkan jika setelah lulus, otonomi daerah sudah diberlakukan. Sehingga nasib kami untuk jadi guru PNS akan tidak jelas nantinya. Tidak mudah untuk menemukan titik terang terkait kejelasan nasib kami. Bahkan kami sempat beberapa kali melakukan aksi demo. 

Setelah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait, akhirnya kami mendapatkan keputusan yang terbaik. Kami diizinkan untuk mengikuti tes CPNS, tes ini hanya sebagai syarat untuk diangkat jadi CPNS dan kami akan dinyatakan lulus semua. Kami merasa sangat senang, akhirnya impian kami akan terwujud meskipun nantinya golongan kami II/a. 

Akupun sudah dinyatakan lulus tes CPNS, tinggal menunggu penempatan. Ternyata aku ditempatkan di SD Negeri yang masih sekecamatan dengan SDN Kedungdoro V. Sementara itu teman-temanku yang lain ditempatkan di sekolah di mana mereka bertugas sebagai guru honorer.

 Di tempat yang baru, yakni di SDN Keputran V, aku mulai bekerja dan menyesuaikan dengan lingkungan baru. Di SDN Keputran V muridnya tidak sebanyak SDN Kedungdoro V. Setelah 6 tahun, tepatnya di tahun 2006, sekolah tersebut dimerger dengan SD Keputran VI yang masih satu komplek tempatnya. Dan aku mendapat SK baru sebagai guru di SDN Keputran VI.

Mengabdi di SDN Keputran VI kujalani selama tiga belas tahun dan sudah mengalami tiga kali pergantian Kepala Sekolah. Setelah itu tiba waktunya ada mutasi yang diperuntukkan bagi guru-guru yang sudah bekerja minimal sepuluh tahun di tempat mengajarnya. Dan namaku ada dalam daftar mutasi tersebut. Beruntungnya aku dimutasi ke SDN Kedungdoro V, yang merupakan tempat perjuanganku untuk bisa kuliah dan akhirnya menjadi guru PNS. 

Sekarang aku sudah memetik buahnya. Diangkat sebagai guru PNS dengan golongan II/a saat ini golonganku sudah IV/a dalam rentang waktu 21 tahun. Tunjangan sertifikasi guru pun sudah kuterima sejak 2009. Hingga masa pensiun nanti, Insyaallah aku masih punya sisa waktu tujuh tahun. Aku masih berusaha dan berharap bisa mengurus kenaikan tingkat ke jenjang yang lebih tinggi yaitu golongan IV/b.

Semua tak ada yang sia-sia. Seberapa berat dan sulitnya usaha yang telah kita lakukan pasti akan ada hasilnya karena Allah sudah menjanjikan hal itu. Kuncinya kita harus sabar dan ikhlas dalam menjalaninya. Insyaallah kita akan memetik hasilnya. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru