Meniti Jalan Menjadi Guru: Sugeng Iryanto

- Editor

Sabtu, 23 April 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Sugeng Iryanto

Guru SMK Negeri 1 Malang

Semasa aku bersekolah di SMA Negeri 2 Malang, saat masih sebagai murid baru dengan mata pelajaran baru dan guru baru, sempat sedikit terbersit di benak ingin menjadi guru karena terinspirasi oleh Pak Herman (Alm.), guru Ekonomi yang keren ketika menyampaikan materi.  

“Jadi guru Ekonomi sepertinya enak, substansi materinya mudah diterima dan dihafalkan,” begitu pikirku saat itu.  Namun ternyata itu hanya bayangan sesaat karena setelah itu impian menjadi guru tidak pernah muncul lagi, bahkan tak pernah terpikirkan sama sekali. 

Saat duduk di bangku kelas III IPS-4, aku mulai memikirkan masa depan dan aku benar-benar tidak ingin menjadi seorang guru. Ada beberapa peristiwa atau fenomena di kelas yang membuatku tidak ingin menjadi guru.  Saat proses pembelajaran di beberapa mata pelajaran aku melihat guru sangat diremehkan oleh beberapa teman-teman laki-laki, terutama oleh mereka yang duduk di bangku belakang.  

Yang paling parah saat pelajaran Ekonomi. Saat itu gurunya Pak Ponimin. Beliau sudah hampir pensiun tetapi tertib dan tepat waktu masuk kelas pada jadwal pelajaran yang telah ditetapkan. Beliau adalah tipe orang yang sangat sabar, namun dengan kesabarannya itu justru dimanfaatkan oleh siswanya untuk tidak memperhatikan beliau saat menyampaikan materi pelajaran. Semakin seringnya melihat fenomena itu aku semakin tidak ingin menjadi guru. 

Tidak enak jadi guru, pikirku.  Di sisi lain aku menilai kalau jadi guru tidak akan pernah bisa kaya. Jadi aku hanya ingin jadi pegawai negeri yang bisa memberantas korupsi. Tidak tahu pegawai negeri yang bagaimana pokoknya pegawai negeri. Hanya itu di benakku!

Mengingat badanku kurus dan kecil, besok mau jadi apa tidak pernah terbayangkan. Yang aku lakukan hanya membekali kemampuan diri dengan mengikuti kursus mengetik dan kursus akuntansi. Dengan harapan aku bisa bekerja di kantoran bukan bekerja berat di lapangan. 

Setelah lulusan SMA, aku coba ikut-ikutan teman-teman daftar kuliah. Aku ikut SIPENMARU tanpa pengetahuan tentang jurusan-jurusan yang ada dunia perkuliahan. Intinya asal daftar menuruti kata hati saja pertimbangan nantinya kalau lulus jadi apa. Akhirnya dengan tanpa pengetahuan apa-apa aku mengisi formulir pendaftaran dengan mengarsir bulatan pilihan menggunakan pensil 2B;  pilihan pertama jurusan Tata Niaga di Universitas Brawijaya Malang dan pilihan kedua jurusan Pendidikan Tata Niaga Universitas Sebelas Maret atau UNS Surakarta. 

Pertanyaanku adalah, apa yang membedakan antara Tata Niaga dan Pendidikan Tata Niaga? Pertanyaan itu tidak terjawab hingga Masa Orientasi Studi (MOS) tiba, saat itu baru tahu kalau kuliah di Pendidikan Tata Niaga masa depannya akan jadi guru.

Aku hanya bisa pasrah jika kelak memang akan menjadi guru.  Hari demi hari aku lalui saja dengan penuh kesungguhan hingga lulus D3 Pendidikan Tata Niaga. 

Namun kemudian aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan hanya berbekal ijazah D3. Rasanya tidak percaya diri untuk melamar menjadi guru di kota Malang yang berpredikat sebagai kota pendidikan. Maka setahun aku lalui dengan predikat pengangguran. Rasanya stres. Ingin memulai bisnis tapi tidak tahu bagaimana cara memulainya, mau bekerja apa juga tidak tahu. 

Hari-hari terus berlalu dengan ketidakjelasan jalan hidup dan tujuan. Setelah itu mulai muncul keinginan untuk melanjutkan kuliah S1. Tepat di tahun pelajaran baru, aku mencoba mendaftar sebagai mahasiswa alih jenjang di salah satu sekolah tinggi swasta, namun tidak linier dengan ijazah D3 yang kumiliki. Alhamdulillah, aku diterima sebagai mahasiswa input IKIP Malang setelah mengikuti seleksi di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program S1 Pendidikan Tata Niaga. Genap empat tahun akhirnya kuliahku di IKIP Malang dapat tertuntaskan dengan mengambil jalur skripsi. 

Dari sinilah aku coba untuk melamar lowongan guru di beberapa sekolah swasta yang ada di kota Malang. Di tahun pelajaran 1993/1994, aku mulai menjadi guru honorer di SMEA Wisnuwardhana Kota Malang dan di tahun pelajaran 1994/1995 mulai menjadi guru honorer di SMEA Negeri Janti, Kota Malang. Selanjutnya di tahun 1995/1996, menjadi guru honorer di SMEA PGRI 6 Kota Malang hingga tahun pelajaran 2016/2017. 

Dari waktu ke waktu semakin asyik saja menjalani profesi sebagai guru, terlebih harus mengajar berbagai mata pelajaran yang tidak linier dengan ijazahku. Di antara mata pelajaran yang pernah aku ampu adalah Pemasaran, Pengantar Mengetik, Pengantar Akuntansi, Kearsipan, Marketing, Kewirausahaan, Bisnis dan Hukum Perdata Dagang, Melakukan Negosiasi, Konfirmasi dengan Pelanggan, Pelayanan Prima, Customer Service, Pengelolaan Bisnis Ritel. 

Tidak berhenti sampai di situ ternyata, menjadi guru mata pelajaran produktif di jenjang SMK juga dihadapkan pada beberapa tugas tambahan yang menantang. Saat menjadi guru di SMEA Wisnuwardhana tahun 1993 hingga 2004, aku diberi kepercayaan menjadi ketua koperasi siswa sekaligus koperasi mahasiswa di Universitas Wisnuwardhana Malang. 

Dari situ aku banyak belajar membagi waktu antara menjadi guru dan memegang sebuah organisasi di tiga lembaga pendidikan. Kemudian saat di SMEA PGRI 6 Malang, aku menjadi guru pembina praktik kewirausahaan bakery khusus roti manis yang kala itu sedang booming di masyarakat, hingga memberikan pelatihan kepada ibu-ibu PKK di lingkungan sekitar sekolah. 

Kemudian tugas tambahan mulai bertambah lagi menjadi Wakil Kepala Sekolah urusan kurikulum hingga tiga periode.  Ini juga merupakan tantangan berat dan sekaligus wahana pembelajaran yang sangat berharga. Paling menyita pikiran karena harus mengatur waktu antara mengajar dan melaksanakan mengendalikan pembelajaran untuk disesuaikan dengan tiga lembaga sekaligus karena tenaga pengajar berasal dari berbagai sekolah. 

Saat masih menjadi guru honorer juga pernah diberi tugas oleh Kepala Sekolah untuk menjadi guru pembina kewirausahaan perdagangan mie instan dan kosmetik yang sangat rumit, yang harus memikirkan mulai promosi, order, distribusi hingga administrasi. Semua itu aku lakukan sendiri sampai pontang-panting memberi layanan kepada siswa. Jika dikalkulasi, menjadi pembina koperasi siswa selama empat tahun dan menjadi guru pembina bisnis center selama delapan tahun. 

Setelah diangkat menjadi PNS di SMK Negeri 1 Malang, tugasku sebagai guru semakin berat. Begitu menerima SK, hari itu pula aku ditunjuk untuk menjadi bendahara Komite Sekolah, bendahara Sub Rayon, bendahara LSP, membantu pula di bendahara BOS. 

Sungguh luar biasa tugas sebagai seorang guru. Ternyata banyak sekali tugas-tugas sampingan yang juga harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Padahal sebelumnya sama sekali tidak pernah terbayangkan seperti itu. Setahuku guru di sekolah tugasnya hanya mengajar namun ternyata tidak sesederhana itu. 

Dan sekarang aku dipercaya untuk menjadi Wakil Kepala Sekolah urusan sarana prasarana. Di jabatan ini malah sangat tinggi sekali tantangannya, yang harus memikirkan ketersediaan sarana dan prasarana untuk proses pembelajaran sepanjang tahun dan setiap waktu. Kegiatan demi kegiatan sekolah yang memiliki intensitas sangat tinggi selalu harus didukung oleh sarana prasarana yang mumpuni seperti proses pembelajaran,  kegiatan ekstrakurikuler. Apalagi kegiatan dinas pendidikan sering ditempatkan di sekolah kami sehingga sangat memerlukan waktu, daya pikir, kekuatan responsibilitas tinggi, perencanaan, serta pengaturan finansial sekolah. 

Di luar itu, menjadi seorang guru masih banyak sekali tugasnya karena harus dihadapkan dengan keunikan karakter para siswa dan juga keunikan administrasinya. Dalam proses pembelajaran tiap hari, seorang guru pasti akan bertemu dengan ratusan karakter manusia-manusia, menghadapi perilaku- perilaku baik dan buruk, terkadang juga perilaku yang di luar nalar manusia normal. 

Melengkapi administrasi guru juga menjadi keunikan tersendiri. Di era pendidikan 90-an, administrasi guru kurang begitu menjadi perhatian sehingga unsur administrasi guru hanya dianggap sebagai syarat atau kelengkapan dokumen saja dalam sebuah proses pembelajaran. 

Tapi sekarang, guru yang mengajar harus memiliki kelengkapan administrasi rencana pembelajaran yang sesuai dengan apa yang akan diimplementasikan secara rinci. Apa yang akan dikerjakan harus ditulis, karena akan menjadi cermin saat guru berada di depan kelas. Sehingga administrasi pembelajaran menjadi semakin tebal bahkan banyak menyita waktu untuk menyusunnya. 

Tuntutan administrasi bagi guru ini semakin menjadi beban dari waktu ke waktu karena banyak waktu tersita hanya untuk memenuhi kelengkapan administrasi.  Sedangkan proses pembelajaran menjadi berkurang karena tenaga dan pikiran sudah dihabiskan terlebih dahulu untuk menyelesaikan administrasi mengajarnya. Ya, memang ini sudah menjadi tugas seorang guru.

Sekarang, ada kebijakan untuk memangkas administrasi pembelajaran dalam hal RPP di mana dalam pembuatannya cukup dengan satu lembar dan seakan itu bisa menghapus permasalahan administrasi pembelajaran. Tapi kenyataannya juga tidak sesederhana itu.

Belum lagi tugas guru PNS dalam menyelesaikan administrasi kepegawaian yang juga sangat menuntut kelengkapan administrasi. Sehingga banyak waktu yang berkurang dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai guru. Terlebih masuki era pandemi, syarat administrasi guru justru lebih komplek lagi. Tuntutan untuk tetap melaksanakan pembelajaran secara online jelas akan menambah administrasi dan media pembelajaran sebagai sarana belajar siswa. 

Bukti di lapangan tidak sesederhana seperti yang menjadi kebijakan. Lampiran secara lengkap baik dokumen cetak maupun softfile masih harus dipenuhi bahkan semakin banyak saja. Bahkan foto dan jurnal kegiatan harus disiapkan dan diupload di Learning Management System sekolah dan bidang kepegawaian untuk penilaian kinerja sebagai bukti nyata guru sudah melakukan tugasnya. 

Suka dan duka menjadi guru terus bergulir seiring dengan waktu. Guru tetaplah guru. Kesetiaan dan keikhlasan adalah model penting untuk meniti jalan kehidupan sebagai seorang guru hingga akhir hayat nanti. (*)

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com  dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru.”

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru