Selama hampir satu setengah tahun sekolah-sekolah di Indonesia menjalani pembelajaran secara daring. Akhir-akhir ini, virus bukannya semakin mereda justru semakin merajalela karena kemunculan varian baru. Kondisi ini membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan PPKM Darurat di wilayah Jawa dan Bali, sehingga pembelajaran secara daring atau online tetap diberlakukan khusus bagi sekolah-sekolah yang berada pada zona yang dimaksud.
Sementara itu, fakta saat ini menunjukkan telah banyak siswa mengaku jenuh belajar daring secara terus menerus. Karena membuat pelajaran sulit dimengerti dan banyak tugas-tugas yang harus dikerjakan. Selain itu banyak guru yang hanya memberikan sejumlah tugas kepada siswanya lewat pesan WhatsApp tanpa menerangkan materi pembelajaran secara utuh. Hal ini biasanya disebabkan karena keterbatasan pengetahuan guru dalam menggunakan IT. Sehingga siswa menganggap jika belajar di sekolah jauh lebih efektif karena bisa menyimak materi dengan baik serta dapat berdiskusi langsung dengan guru dan teman-temannya.
Sudah menjadi kewajiban bagi seorang guru untuk bisa menemukan solusi atas permasalahan ini. Guru harus mampu mengubah rasa jenuh pada siswa menjadi rasa senang. Adapun cara yang bisa dilakukan guru untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa saat daring adalah dengan metode “terapi”. Terapi di sini maksudnya merupakan kepanjangan dari Tepat Waktu, Rencana Pembelajaran dan Pembaharuan atau Inovasi.
1. Guru Harus Tepat Waktu dalam Melaksanakan Pembelajaran Daring
Mengajar daring tentu berbeda dengan belajar tatap muka di sekolah. Meskipun belajar daring di lakukan di rumah masing-masing tapi guru seharusnya tetap disiplin atau tepat waktu. Guru sebaiknya mengajar sesuai jadwal yang telah ditentukan dan tidak menganggap jika belajar daring bisa dilakukan kapan saja tanpa mengenal waktu.
Kita mengetahui bersama jika mengajar daring dari rumah membawa tantangan tersendiri bagi guru. Guru menjadi tidak fokus karena banyaknya gangguan, apalagi ketika guru harus dihadapkan dengan segudang kesibukan pekerjaan rumah. Dalam kondisi seperti ini guru tetap dituntut profesional dengan tidak mendahulukan pekerjaan pribadi dan melalaikan tugas mengajar.
Pada dasarnya siswa adalah seorang anak yang ingin memiliki banyak waktu luang untuk bermain. Jika guru mengajar tidak tepat waktu, tentu saja anak akan merasa was-was dan tidak tenang dalam bermain karena harus menunggu pelajaran atau tugas dari guru. Terlebih lagi guru yang suka memberikan tugas yang banyak bisa jadi siswa tidak akan mempunyai waktu untuk bermain lagi.
Selain itu, dalam pemberian respon dan umpan balik atau penghargaan terhadap tugas yang dikerjakan siswa juga harus tepat waktu. Guru sebaiknya melakukan perjanjian terlebih dahulu dengan siswa terkait waktu untuk pemberian hal di atas agar tidak mengganggu waktu luang siswa.
Banyak pihak sekolah yang mengatasi masalah ini dengan menuntut guru mengajar daring dari sekolah sementara siswa tetap dari rumah masing-masing. Hal ini bertujuan agar fokus guru tercurahkan untuk siswanya. Selain itu dapat memudahkan kepala sekolah dalam melakukan pemantauan terhadap guru saat mengajar.
2. Guru Membuat Perencanaan setiap Akan Melaksanakan Pembelajaran Daring
Seperti kita ketahui bersama jika Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan suatu pedoman bagi seorang guru dalam memberikan pelajaran agar lebih sistematis dan terencana guna untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal.
Dalam pembelajaran daring guru harus benar-benar membuat perencanaan yang sesuai dengan kondisi saat ini. Banyak guru saat mengajar daring tidak mempersiapkan dirinya dengan membuat RPP. Mereka hanya melakukan rutinitas sama tiap mengajar yakni dengan mengirim tugas lewat WhatsApp selanjutnya menyuruh siswa mengirim jawaban. Hal monoton seperti ini tentu saja semakin membuat jenuh siswa.
Dalam kondisi sekarang ini guru diharapkan membuat perencanaan yang fleksibel. Jika materi pelajaran dirasa sulit dan membutuhkan penjelasan langsung maka guru bisa membuat desain rencana pembelajaran melalui virtual, tetapi jika materinya dirasa tidak begitu sulit, guru bisa memberikan modul dengan mengirim melalui aplikasi yang lebih efisien dan efektif seperti WhatsApp, Telegram, dan lain sebagainya.
Sebaiknya guru membatasi pembelajaran dengan cara pertemuan virtual karena cara ini dianggap mengeluarkan biaya yang cukup banyak. Guru perlu memahami kondisi siswa dan keluarganya karena dampak adanya pandemi ini mengakibatkan banyak orang tua siswa mengalami kesulitan ekonomi akibat dirumahkan atau di-PHK.
3. Memagang Prinsip Pembaharuan atau Inovatif
Pengertian inovatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengenalkan sesuatu yang bersifat baru, atau pembaharuan. Pembaharuan bukan berarti “baru” yang belum pernah digunakan oleh orang lain. “Baru” yang dimaksud adalah metode yang sudah ada tetapi berbeda dari apa yang didapatkan oleh siswa sebelumnya. Mengajar dengan metode yang hanya memberikan tugas kemudian menganggap pembelajaran sudah selesai tentu ini bukan cara yang inovatif dan justru dapat meningkatkan kejenuhan siswa.
Guru yang inovatif tentunya akan mampu membuat dan mendesain pembelajaran yang sangat kreatif, bervariasi, menarik dan diminati peserta didik. Cara inovatif yang dapat dilakukan oleh guru seperti misalnya:
a. Membuat Video Kreatif
Guru membuat konten video kreatif sebagai bahan pengajaran. Tentu saja hal ini dapat membuat siswa semakin tertarik dengan materi yang diberikan.
b. Belajar via Radio
Media ini bisa dijadikan alternatif untuk pembelajaran daring karena hampir semua wilayah bisa menjangkau frekuensinya. Pihak sekolah bisa melakukan kerjasama dengan pengelola stasiun radio dalam hal ini.
a. Belajar dengan TikTok
Sebagian orang mungkin saja menganggap aplikasi TikTok ini hanya sebagai media hiburan semata, namun tidak demikian bagi pendidik yang kreatif dan inovatif. Dengan TikTok pembelajaran akan terlihat unik dan menarik serta sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.
Jangan membiarkan rasa jenuh siswa berlarut-larut, karena ini akan menimbulkan rasa malas untuk belajar. Bayangkan saja jika semakin banyak siswa di Indonesia malas belajar akan seperti apa negara ini ke depannya. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap siswanya dan selalu berupaya melakukan perbaikan dan perubahan. Guru yang pasif dan menolak perubahan tentu tidak layak dianggap guru profesional.
Ditulis oleh Made Suitarni, S.Pd, Guru di SMP Negeri 2 Banjarangkan