Mengurai Benang Kusut Sistem Pendidikan di Indonesia

- Editor

Selasa, 2 Mei 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Betty Wahyu Prihatin

Pengajar di MTs Negeri 1 Sukoharjo

 

 

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penetapan tanggal tersebut disesuaikan dengan tanggal kelahiran Suwardi Suryaningrat atau yang biasa dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada 2 Mei 1889.

Ki Hadjar Dewantara adalah Menteri Pendidikan Republik Indonesia pertama (dulu disebut Menteri Pengajaran Indonesia), tokoh pelopor pendidikan di Indonesia, dan telah dihormati sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Semboyan pendidikan yang terkenal dari Ki Hadjar Dewantara adalah: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.”

Dalam suasana peringatan Hardiknas ini, perlu bagi bangsa ini untuk melakukan refleksi terhadap makna dari pendidikan. Melalui itu, diharapkan kita mendapat energi yang segar sehingga mampu lebih maksimal dalam mengembangkan iklim pendidikan di Indonesia di hari-hari selanjutnya.

Potret Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Namun pada kenyataannya tujuan pendidikan nasional belum sepenuhnya tercapai, terutama dalam hal akhlak atau luhurnya budi pekerti. 

Memperingati Hari Pendidikan Nasional, kita seyogyanya bukan hanya sekadar mengenang jasa pahlawan pendidikan di masa lalu. Namun juga harus menerapkan nilai-nilai perjuangan dalam tekad dan upaya kuat mencabut benih-benih kebodohan yang ditanamkan penjajah pada ladang pemikiran bangsa Indonesia. 

Tampaknya siapapun presiden dan menteri pendidikan yang menjabat saat ini, masalah pendidikan di Indonesia cukup sulit untuk diperbaiki.  Sistem pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut.  Mbulet.  Susah diuraikan. Kalaupun ingin memulainya, harus dimulai dari mana.  Susah dicari ujung pangkalnya.  Benang kusut itu kian hari kian tak berbentuk.  

Tentu saja ada banyak faktor yang hampir semuanya menjadi penyebab keterpurukan tersebut.  Faktor utama yang patut dijadikan pertimbangan adalah sistem pengelolaan pendidikan kita yang tidak tersistem dengan baik.  Pemerintah belum pernah secara tuntas mengembangkan sistem pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dalam bentuk keberlanjutan yang konsisten.  Kebijakan-kebijakan yang ada selalu parsial.

Faktor kedua adalah kualitas tenaga pendidik yang memang masih belum dapat dikatakan baik.  Di Finlandia, negara peringkat pertama seluruh dunia di bidang pendidikan, semua guru tingkat dasar wajib berpendidikan S2.  Kualitas yang baik ini masih ditunjang dengan sistem pengajaran yang luar biasa sempurna.  Misalnya setiap kelas hanya dibatasi 20 murid dengan didampingi 3 guru sekaligus yang mempunyai keahlian untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa.  

Di Indonesia, para guru memang berlomba-lomba untuk menempuh pendidikan lebih tinggi (sarjana), namun ternyata banyak dari mereka menganggapnya sekadar formalitas.  Mereka hanya mengejar ijazah dari perguruan tinggi—yang kadang kurang berkualitas—agar dapat meningkatkan gaji; bukan untuk kepentingan memperbaiki kualitas pengajaran bagi siswa.  

Selain kualitas pendidikan, kualitas moral sebagian tenaga pendidik juga perlu dipertanyakan.  Banyak guru yang membuka les privat bagi para siswanya yang punya uang.  Siswa-siswa yang mengikuti privat ini akan memperoleh kemudahan dan fasilitas yang luar biasa.  Misalnya mendapat tambahan nilai, memperoleh bocoran soal, hingga upaya-upaya kotor lain.  Ini jelas merupakan diskriminasi antara siswa kaya dan siswa miskin.  Betul-betul tak adil.

Faktor ketiga, yang sangat menghancurkan dunia pendidikan di Indonesia adalah maraknya dugaan korupsi yang dilakukan oleh oknum dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, dan bahkan  hingga di sekolah-sekolah.  Salah satu faktanya adalah masih maraknya penyelewengan anggaran pada sektor pendidikan. 

Dugaan korupsi di bidang pendidikan terjadi pada Program Indonesia Pintar (PIP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sejak tahun 2017. PIP sendiri merupakan program prioritas Presiden Joko Widodo yang bertujuan untuk membantu biaya personal pendidikan, seperti transportasi dan perlengkapan sekolah, agar pelajar dan mahasiswa yang berasal dari kelompok rentan dapat mengakses bantuan berupa uang tunai. Harapannya, dengan adanya PIP angka putus sekolah di Indonesia menurun. 

Namun faktanya tidak demikian. Jika melihat data Badan Pusat Statistik sejak tahun 2020 hingga 2022, saat pandemi Covid-19 muncul, tergambar bahwa angka putus sekolah di tingkatan SD, SMP dan SMA cenderung meningkat. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya angka putus sekolah patut diduga karena adanya korupsi dana bantuan pendidikan. 

Jumlah dana bantuan, khususnya PIP sangatlah besar. Pada 2022, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 9,6 triliun atau sekitar 12 persen dari total anggaran yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dana PIP ditujukan untuk 17,9 juta pelajar di seluruh tingkat pendidikan. 

Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 21 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, besaran dana bantuan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Pelajar berhak mendapatkan bantuan sekitar Rp 225 ribu hingga Rp 1 juta tergantung jenjang pendidikan. 

Berdasarkan aturan di atas, mekanisme penyaluran bantuan langsung ditransfer ke rekening masing-masing pelajar. Namun sayangnya, masih terdapat celah yang dapat digunakan bagi sejumlah aktor untuk menyelewengkan anggaran, khususnya pada saat pandemi. 

Berdasarkan data yang Indonesia Corruption Watch (ICW) kumpulkan melalui pemberitaan selama tahun 2022, setidaknya ada sebanyak 35 dugaan kasus penyelewengan dana bantuan PIP di seluruh Indonesia pada setiap jenjang pendidikan dengan aktor yang paling banyak dilaporkan adalah kepala sekolah dan guru. 

Korupsi di negeri ini sudah demikian marak.  Pejabat pemerintah dari pusat hingga daerah ramai-ramai ‘bancakan’ DAK ini.  Dan anehnya, koruptor-koruptor ini selalu saja lolos dari tuntutan Kejari.  Semua bebas, karena korupsi ini melibatkan banyak pihak dalam sistem mafia DAK Pendidikan. 

Faktor keempat adalah sistem pendistribusian anggaran yang selama ini selalu semrawut.  Kesemrawutan pendistribusian anggaran berakibat banyaknya dana yang bocor, tidak sampai ke sasaran, bahkan beberapa tidak terserap.  Kenaikan anggaran pendidikan 2022 menjadi Rp 621 triliun seharusnya diiringi dengan perbaikan mekanisme penyaluran agar cepat, tepat guna, serta tepat sasaran. Dengan begitu, efektifitas, keterserapan anggaran, dan kemungkinan kebocoran anggaran di lapangan bisa dihilangkan.  Memang diperlukan kerja keras untuk semua itu, namun harus tetap dimulai.

Masih banyak faktor yang tidak dapat dibeber satu per satu.  Yang jelas, kita semua punya kewajiban untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak bangsa.  Masyarakat punya kewajiban mengawal dan mengawasi proses penggunaan anggaran yang dilakukan oleh dinas pendidikan dan sekolah-sekolah.  Masyarakat juga berhak untuk mengusulkan hal-hal terkait sistem pengajaran di sekolah, kebijakan sekolah yang menyimpang (pungli, pungutan buku, dll.) juga patut diprotes atau bahkan dilaporkan ke atasan yang lebih berwenang.  Dengan partisipasi aktif masyarakat, maka sedikit demi sedikit suatu hari nanti, kita dapat mengurai benang kusut pendidikan di Indonesia.

Adagium ganti menteri ganti kurikulum nyaris mewarnai setiap pergantian rezim pemerintahan di negeri ini. Mendekati tahun 2024, kalangan pendidikan harap-harap cemas, akankah Kurikulum Merdeka yang baru seumuran jagung akan berganti lagi? Mengingat Pendidikan adalah kunci kemajuan suatu negara, maka pemerintah perlu memiliki ketegasan langkah yang menjamin bahwa pendidikan Indonesia memiliki visi dan misi yang jelas dan berkesinambungan antara rezim satu dengan rezim berikutnya.

 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud

 

Berita Terkait

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif
Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?
Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar
Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan
Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak untuk Mensuksekan Kurikulum Merdeka
Penerapan Student Lead Conference untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta Didik
Berita ini 127 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 18 November 2024 - 20:12 WIB

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif

Rabu, 4 September 2024 - 10:05 WIB

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?

Kamis, 15 Agustus 2024 - 23:11 WIB

Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar

Kamis, 15 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan

Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:52 WIB

Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045

Berita Terbaru

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis