Oleh Juli Sugianingsih,S.Pd.
Kepala SDN 02 Madiun Lor Kota Madiun
Maraknya kasus kekerasan atau bullying akhir-akhir ini membutuhkan perhatian yang cukup besar terutama dari kalangan praktisi pendidikan. Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pelajar SMP di daerah Sukabumi hingga menewaskan seorang pelajar SD tidak seharusnya terjadi. Demikian juga kasus Mario Dandy, seorang pelajar anak dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak menganiaya David hingga mengalami koma berhari-hari tak boleh terulang lagi. Fenomena ini menjadi sebuah tamparan bagi dunia pendidikan kita.
Pada dasarnya kekerasan adalah perilaku yang merugikan atau mengganggu seseorang secara fisik, emosional, atau sosial. Tindakan seperti ini dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, di tempat kerja, di rumah, di media sosial, dan lain sebagainya.
Beberapa bentuk kekerasan dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Kekerasan fisik adalah tindakan kekerasan yang menyebabkan luka atau cedera pada korban, seperti pukulan, tendangan, atau penganiayaan. Kekerasan verbal adalah tindakan kekerasan yang melibatkan kata-kata kasar, ejekan, atau ancaman.
Ada juga kekerasan emosional, yaitu tindakan kekerasan yang bertujuan untuk merendahkan harga diri korban, seperti mengisolasi dari lingkungan sosial atau melakukan intimidasi. Dan juga ada kekerasan seksual yang merupakan tindakan kekerasan yang melibatkan tindakan atau kata-kata yang merendahkan atau mengeksploitasi korban secara seksual.
Kekerasan dapat menimbulkan efek yang serius pada kesehatan mental dan fisik korban, seperti kecemasan, depresi, hilangnya rasa percaya diri, bahkan dapat menyebabkan trauma. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengenali tindakan kekerasan dan melakukan tindakan yang tepat untuk mencegahnya.
Kekerasan bisa terjadi karena beberapa faktor penyebab di antaranya adalah pengaruh media sosial. Adanya pengaruh media sosial yang semakin besar dapat mempercepat penyebaran tindakan kekerasan secara luas dan meningkatkan keparahan dari tindakan tersebut.
Kurangnya pengawasan juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Kurangnya pengawasan oleh orang tua atau guru di rumah dan sekolah dapat memperburuk perilaku siswa dan meningkatkan tindakan kekerasan. Kemudian didukung kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai sosial dan moral.
Masalah sosial juga dapat menjadi pemicu kekerasan yang dilakukan oleh siswa. Hal itu mungkin bisa terjadi karena adanya tekanan sosial dari kelompok sebaya atau masyarakat dapat memicu perilaku kekerasan. Atau mungkin karena ketidakpastian dan ketidakamanan dalam kehidupan siswa, baik dari segi ekonomi, lingkungan, atau keluarga, di mana semuanya dapat dapat memperburuk perilaku siswa dan meningkatkan tindakan kekerasan.
Sementara itu masih banyak penanganan dan pengawasan oleh pihak sekolah yang tidak optimal. Kurangnya penanganan dan pengawasan oleh pihak sekolah terhadap tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dapat memperparah situasi dan meningkatkan tindakan kekerasan tersebut.
Dengan melihat paparan realita yang jelas tergambar di atas sudah selayaknya kita para guru, orang tua, dan juga masyarakat perlu melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Sudahkah kita memberikan pendidikan yang benar, ruang gerak yang proporsional, dan juga kasih sayang kepada anak-anak kita.
Persoalan ini akan terjawab bila kita semua menyadari peran dan tanggung jawab masing masing. Tiga pilar pendidikan inilah yang memiliki andil besar dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang sedang marak. Pendekatan holistik atau menyeluruh adalah solusi yang tepat .
Pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang dimaksud adalah melibatkan semua stakeholder, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini. Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sebagai bentuk antisipasi pencegahan terjadinya tindak kekerasan:
Membangun budaya sekolah yang aman
Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa, tanpa tekanan atau ancaman dari tindakan kekerasan atau bullying. Sekolah harus memperkuat nilai-nilai seperti penghormatan, toleransi, dan empati. Melalui gerakan sekolah ramah anak, merupakan wujud jaminan sekolah mewujudkan lingkungan belajar yang kondusif bebas tekanan.
Pendidikan karakter
Sekolah harus mendorong perkembangan karakter positif pada siswa, seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan empati. Pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum yang diajarkan di kelas dan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Penguatan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila adalah muara akhir bagaimana membentuk karakter siswa untuk memiliki sikap dan bertindak sebagai manusia yang selalu menjunjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan memiliki wawasan kebangsaan yang mengutamakan persatuan di atas perbedaan, kreatif, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, berpikir sebelum bertindak.
Pelatihan untuk penyelesaian konflik
Siswa harus dilatih bagaimana mengelola konflik dan menyelesaikan masalah dengan cara yang sehat dan damai. Pelatihan seperti ini harus menjadi bagian dari kurikulum.
Seringnya seorang guru memberikan sebuah pembelajaran berbasis masalah atau problem solving kepada siswa bisa menjadi inisiasi yang baik untuk hal tersebut. Sebab, intuisi siswa akan terlatih, daya nalar siswa, serta kepekaannya akan terasah sehingga mampu untuk melakukan penalaran, menyelesaikan masalah dengan perasaan dan logika; tingkat empati akan muncul sehingga mampu mengontrol emosi dengan baik .
Menggalakan keterlibatan orang tua
Orang tua harus dilibatkan dalam program pencegahan kekerasan atau bullying di sekolah. Orang tua harus terbuka dan proaktif dalam membicarakan masalah anak-anak dengan guru di sekolah.
Program pendidikan keluarga perlu untuk digalakan di sekolah-sekolah . Bagaimanapun keluarga adalah tempat siswa melakukan sosialisasi yang utama. Banyak kenakalan remaja dikarenakan hubungan anak dengan keluarga yang tidak harmonis sehingga mencari pelampiasan di sekolah.
Memberikan peran yang aktif pada guru dan staf
Guru dan staf di sekolah harus memiliki peran yang aktif dalam mencegah tindakan kekerasan atau bullying. Mereka harus mengamati perilaku siswa secara teliti dan proaktif menyelesaikan masalah jika ada tindakan kekerasan yang terjadi.
Menyediakan layanan dukungan
Sekolah harus menyediakan layanan dukungan bagi siswa yang menjadi korban kekerasan atau bullying, baik dalam bentuk konseling maupun intervensi oleh staf ahli atau tim keamanan.
Mendorong partisipasi siswa
Siswa harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait program pencegahan kekerasan atau bullying di sekolah. Dengan demikian, siswa dapat merasa bahwa mereka memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan sekolah yang aman dan nyaman.
Pembentukan tim penegak disiplin sekolah yang beranggotakan siswa sendiri. Dengan tim ini mereka berkewajiban mengadakan pemantauan terhadap sekecil apapun kejadian yang dapat memicu terjadinya konflik yang mengarah pada tindak kekerasan. Dengan demikian siswa akan bertambah rasa percaya dirinya dan menganggap bahwa keberadaannya sangat diperlukan, diakui, dan juga merasa menjadi bagian dari lingkungan sekolah maupun masyarakat .
Dengan membangun kesadaran, memberikan pembelajaran, membuat aturan yang jelas dan tegas, membentuk tim keamanan, melibatkan orang tua, memberikan dukungan dan mempertahankan keamanan dan kenyamanan, hal tersebut akan dapat mengatasi kasus tindak kekerasan atau bullying di sekolah. Dampaknya yaitu menurunya angka kekerasan yang dilakukan oleh pelajar sehingga tidak akan terulang kembali peristiwa yang memilukan akhir-akhir ini. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud