Oleh I Dewa Gede Trinandita, S. Pd
Guru SMP Negeri 2 Banjarangkan
Hari ini, Rabu 22 Maret 2023, seluruh umat Hindu di nusantara khususnya di Bali tengah merayakan Hari Suci Nyepi. Hari raya ini juga sering disebut sebagai Silent Day.
Hari Raya Nyepi sesungguhnya adalah perayaan menyambut tahun baru Caka, yang kali ini memasuki tahun ke-1945. Hanya suatu kebetulan Hari Raya Nyepi tahun ini identik dengan tahun kemerdekaan negara kita. Tahun Saka dan tahun Masehi mempunyai selisih 78 tahun.
Hari Suci Nyepi ini diperingati setahun sekali di mana saat itu seluruh kegiatan perekonomian terhenti sehingga suasana menjadi sepi.
Sesungguhnya Hari Raya Nyepi bukanlah sekadar membuat suasana sepi. Sehari sebelum Hari Suci Nyepi terdapat perayaan yang disebut dengan Hari Suci Pangerupukan. Pada saat itu diadakan tawur atau pecaruan.
Pecaruan digelar di tempat tertentu: di perempatan kota, di perempatan desa, dan juga diadakan di setiap rumah warga. Pecaruan sendiri sebuah upacara menyomia bhuta yang berarti mengembalikan atau menetralisir sifat-sifat negatif atau sifat-sifat bhuta sehingga menjadi sifat sifat dewa atau kebaikan.
Itulah kenapa upacara Pengerupukan di Bali dan juga di beberapa tempat di luar Bali disertai dengan pengarakan ogoh-ogoh yang disimbolkan sebagai sifat negatif yang harus di-somia.
Ogoh-ogoh dibuat dalam bentuk atau wujud patung yang berbentuk menyeramkan sebagai simbol bhuta kala yang harus dinetralisir. Setelah pengarakan selesai, maka ogoh-ogoh tersebut dibakar. Ini sudah mentradisi dari tahun ke tahun.
Sesungguhnya Hari Suci Nyepi memberi gambaran agar umat manusia memelihara sifat-sifat baik dan menghindari sifat-sifat buruk atau negatif. Di hari tersebut adalah sebuah momen untuk koreksi diri dalam menapak tahun baru.
Selanjutnya, esok harinya setelah Pengerupukan akan memasuki perayaan Hari Suci Nyepi. Mulai hari itu, seluruh umat Hindu khususnya di Bali melaksanakan catur brata (penyepian).
Terdapat empat hal yang menjadi pedoman untuk melaksanakan brata atau pengengakangan hawa nafsu.
Yang pertama amati geni yaitu tidak menyalakan api atau lampu. Sehingga saat Nyepi, Bali akan gelap-gulita. Ini mengandung makna agar umat mampu mengendalikan api yang ada dalam diri yaitu kemarahan, nafsu serakah, keinginan berlebih, dan lain-lain. Api dalam diri agar direda sehingga mampu menjadi manusia yang memiliki rasa kasih sayang sehingga timbul kedamaian.
Yang kedua adalah amati lelanguan artinya umat tidak berfoya-foya, tidak mencari hiburan, menerapkan pola hidup sederhana. Umat disarankan untuk introspeksi diri merenungi arti kehidupan sehingga hal-hal positif dalam diri bisa muncul untuk bekal menapak tahun baru.
Ketiga adalah amati lelungan. Ini bermakna umat tidak bepergian atau diam di rumah masing-masing. Hal inilah yang menjadikan jalan-jalan di Bali saat Nyepi menjadi terbebas dari kendaraan. Sehingga tercipta suatu hari tanpa polusi. Jalan menjadi terbebas dari lalu-lalang kendaraan. Suasana sepi seperti ini biasanya menarik wisatawan untuk bisa menikmati suasana Hari Suci Nyepi di Bali.
Yang terakhir adalah amati karya. Ini memiliki makna agar umat tidak melakukan aktivitas kerja sebagai kesempatan memberi waktu untuk lebih fokus pada keheningan jiwa sehingga tubuh diberi kesempatan untuk beristirahat.
Semoga Hari Suci Nyepi ini memberi kedamaian di hati untuk menapak tahun Caka yang baru. Selamat Hari Suci Nyepi Caka 1945. Semoga kita benar-benar merdeka untuk segala aspek kehidupan menuju kehidupan yang lebih baik, aman, damai, bahagia, tenteram, sejahtera lahir dan batin.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud