Literasi Menulis

- Editor

Rabu, 30 Maret 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh B. Eustachius Mali Tae

Guru di SMAN 2 Tasifeto Timur, Belu, NTT

Tahun-tahun belakangan ini kata literasi selalu menjadi buah bibir. Tidak hanya di lingkungan sekolah, di kalangan masyarakat umum juga tidak jarang kata itu disebut bahkan dipraktikkan. 

Lihatlah mobil-mobil angkutan umum baik dalam kota, angkutan desa, maupun bus antar kota yang seharian melayani penumpang. Tak terhitung banyaknya tulisan menarik menjadi tata rias yang khas. 

Kesan sepintas, literasi sebetulnya bukan sesuatu yang asing. Jauh sebelum menjadi program khas dalam pembaharuan kurikulum sekolah, masyarakat kita sudah sangat literat. Banyak tulisan terpampang di mana-mana sejauh bisa ditulis. Di tembok-tembok, pagar, di bodi dan kaca mobil, dengan aneka warna-warni gambar jadi latar. Banyak tulisan yang lucu, ada pula kritikan halus menyentil kehidupan sosial dan menyoroti tingkah laku manusia dalam hidup harian; ada yang bersifat ajakan, pesan bijak, atau seruan motivatif. Semua menjadi bacaan singkat yang padat makna mewarnai rutinitas hidup kita.

Orang yang pernah belajar di sekolah akan membaca aneka tulisan yang tertera di berbagai tempat sejauh matanya memandang. Ada yang menulis, lainnya membaca. Jika literasi dimengerti sebagai kemampuan membaca dan menulis, sebetulnya kita sudah lama telah menjadi pelaku literasi.

Berkaitan dengan ‘Literasi’ dalam Kamus Bahasa Latin-Indonesia ditemukan kata ‘Littera’ yang berarti huruf, tulisan, dan surat. Kata lain yang mirip yaitu ‘Litterator berarti guru, ahli bahasa, ahli sastera, pujangga, sasterawan. (Prent, Drs.K, dkk: 1969, 499-500). 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan arti kata ‘Literasi’ sebagai kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi berhubungan dengan kata berbahasa.

“Sulitkah berliterasi?” 

Itu adalah pertanyaan yang sering dilontarkan banyak orang. Literasi memang akan menjadi sesuatu yang sulit ketika orang tidak meluangkan waktu untuk membaca dan menulis. Bukan karena tidak sanggup, melainkan kita tidak ingin membaca, apalagi menulis. Sebetulnya literasi menulis tidaklah sulit. Karena apa yang dipikir, dirasa, yang dilihat, dan didengar oleh seseorang itulah yang dapat dituangkan dalam tulisan. 

Hasil pemikiran, perasaan, penglihatan, dan pendengaran itu semua bisa diceritakan. Sayangnya, yang banyak terjadi semua itu hanya sebatas menjadi bahan gosip ketika bertemu teman atau ketika sedang duduk ngobrol dengan keluarga. Padahal sebenarnya apa yang disampaikan secara lisan juga bisa diungkapkan secara tertulis. Yang diucap bibir itu yang ditulis atau diketik dengan jari-jemari kita. Itulah kenapa literasi menulis itu sebenarnya mudah.    

Sejujurnya, saya sendiri termasuk manusia penakut yang tidak berani menulis. Alasannya amat sederhana, malu dianggap sok pintar. Takut juga dinilai orang kalau saya hanya bisa menghasilkan karya tulis yang tidak berkualitas. 

‘Penyakit’ takut berliterasi seperti ini sudah waktunya disingkirkan. Kemudahan dewasa ini yakni perkembangan teknologi informasi dan komunikasi digital, akan lebih memudahkan dalam kegiatan berliterasi.  Tidak terhitung banyaknya informasi tersebar yang dapat kita serap. Hanya saja kita memang harus pandai-pandai melakukan kontrol.

Dulu, ketika kita ingin berliterasi di internet harus ke warung internet (Warnet). Namun sekarang sudah tidak ada lagi Warnet di sudut-sudut kota. Tidak lagi perlu ada perpustakaan keliling, yang dulu sering menyapa masyarakat di kecamatan dan di desa-desa. Telepon genggam yang berkembang saat ini menjadi solusi terbaik. Sebab semua bacaan dapat diakses kapan saja dan di mana saja di berbagai pelosok Nusantara. 

Untuk menulis, masyarakat masa kini bisa beraksi melalui sejumlah aplikasi yang tersedia di dalam telepon genggam, yang bisa dibawa ke manapun kita pergi. Aneka jenis tulisan bisa dibuat. Sekali klik saja melalui ponsel, karya tulisan yang kita buat  dapat diunggah ke berbagai platform entah ke media massa online ataupun di blog milik pribadi serta media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain-lain. 

Jika jenis handphone lama hanya mendukung pengiriman pesan singkat (SMS), melakukan panggilan suara, hadirnya jenis ponsel berbasis Android sangat memungkinkan aksi nyata baca-tulis secara lebih mudah.  

Sudah saatnya tangan-tangan yang malas menggenggam pena tak perlu risau jika ingin berliterasi. Sebab kini berliterasi semakin mudah. Dengan telepon genggam, tangan kita bisa memegang berjuta buku. Dengan jari-jemari di atas layar ponsel, kita bisa menghasilkan karya tulis untuk memancarkan sinar literasi kepada masyarakat umumnya. 

Saya sendiri sempat tidak percaya diri untuk mulai menulis. Namun tahun-tahun berlalu, setelah bergulat dalam ketakutan bayangan sendiri, saya coba-coba menulis untuk mengisi blog pribadi. Sedangkan tulisan yang sering dikirim ke media massa seperti majalah cetak maupun online, hanyalah tulisan-tulisan berupa artikel berita terkait kegiatan perayaan atau peristiwa tertentu. Menulis artikel berita memang sudah saya kuasai sejak tahun 1994 ketika masih kuliah.  

Kemampuan menulis tidak lepas dari kegiatan membaca membaca. Di rumah saya banyak buku tua tertumpuk di lemari. 20 tahun yang lampau, ketika menemukan judul-judul buku yang menarik dengan harga relatif murah pasti saya beli tanpa peduli isi dompet yang tipis. Saya juga sering membeli buku-buku yang dicetak tipis dengan ukuran kecil yang mudah dibawa ke mana-mana. Meskipun akhirnya tidak ada satu pun buku yang saya baca hingga tuntas. 

Setiap melihat judul buku yang menarik membuat saya ingin memilikinya. Namun setelah dibeli hanya sejumlah halaman yang dibaca. Lalu buku-buku tersebut disimpan dan memenuhi rak buku. Tidak sedikit buku yang dimakan usia jadi usang, dilahap rayap, masuk kotak sampah hingga diantar ke pemakaman umum di lubang sampah.  Tapi bagaimanapun, buku-buku itu tetap membantu dalam literasi menulis. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru