Di masa pandemi Covid-19 ini, kebanyakan dari kita mungkin berperan pada dua sisi. Di sisi pertama kita sebagai orang tua. Di sisi yang lain kita berperan sebagai pendidik.
Covid-19 ini telah mengubah pola dan tatanan kehidupan dalam berbagai bidang. Tentu saja banyak menimbulkan kesusahan atau boleh dikatakan sebagai cobaan atau ujian.
Pertama dari segi perekonomian, secara luas telah terjadi kemerosotan yang sangat terasa. Orang tua yang bergerak di berbagai bidang baik itu pedagang, pegawai, buruh, dan pekerja harian pasti merasakan hal tersebut. Pandemi ini telah mengakibatkan pembatasan kegiatan masyarakat dan pengurangan waktu untuk bekerja sehingga menurunkan jumlah penghasilan.
Belum dibukanya sektor pariwisata tentu juga sangat berdampak bagi pendapatan sebagian warga yang mengandalkan hidup dari dunia tersebut. Mulai dari sopir, pramuwisata, travel dan masih banyak lagi. Mereka seperti kehilangan pegangan. Banyak dari mereka yang beralih profesi sebagai petani dan lain sebagainya.
Kehidupan perekonomian secara nasional pun menurun. Dampak tersebut terjadi di setiap sektor. Tentu hal ini memberikan efek serius yang harus kita sadari.
Di tengah situasi sulit seperti ini, berakibat sebagian orang tua tak mampu lagi memperhatikan anaknya untuk urusan belajar ataupun mengikuti pembelajaran online. Karena mereka sibuk memperjuangkan kehidupan atau untuk mempertahankan hidup. Sehingga beberapa media cetak maupun berita di televisi mengabarkan ada sebagian peserta didik yang terancam putus sekolah, bahkan sudah putus sekolah akibat situasi sulit ini.
Pengawasan terhadap anak di masa pembelajaran daring sangatlah penting, termasuk pengawasan terhadap penggunaan gawai atau smartphone. Karena jika tidak diawasi dengan baik bisa berakibat anak mengakses sesuatu yang belum pantas mereka konsumsi.
Di situlah posisi penting orang tua untuk mendampingi anaknya. Memang peran orang tua menjadi semakin berat. Di satu sisi harus berjuang memenuhi kebutuhan ekonomi dan di sisi lain juga harus menjadi pendamping belajar anak.
Di masa sebelum pandemi, anak hampir setengah hari berada di sekolah. Tugas belajar diserahkan di sekolah. Hal yang sangat berbeda ketika belajar dari rumah (BDR) selama pandemi. Terkadang orang tua tak mampu menyiapkan sarana untuk kegiatan belajar dari rumah tersebut karena terkendala dana untuk membeli perangkat telepon pintar atau gawai. Begitu juga keterbatasan biaya untuk membelikan pulsa. Semua itu berakibat beberapa anak tidak bisa mengikuti pembelajaran daring.
Untuk antisipasi hal tersebut, sekolah biasanya menyiapkan pembelajaran luring (luar jaringan). Anak harus mengambil materi belajar dan tugas di sekolah. Atau tugas dan materi belajar diantar oleh guru ke rumah siswa untuk dipelajari dan dikerjakan secara mandiri. Hal ini dilaksanakan karena hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik.
Kekhawatiran lain yang muncul adalah berubahnya kebiasaan anak. Dengan pola belajar dari rumah anak tidak lagi berkesempatan datang ke sekolah, berpakaian rapi, berbaris rapi, masuk kelas dengan tertib, bekerja membersihkan lingkungan sekolah, memperhatikan dan melaksanakan tata tertib sekolah, membuang sampah pada tempatnya, kerapian rambut, serta pembiasaan kedisiplinan dan tata krama yang menjadi pembelajaran penting untuk penanaman sikap disiplin siswa.
Selama BDR mereka mendapat keleluasaan untuk belajar dari rumah. Mereka belajar bisa kapan saja dengan minim kontrol dari guru. Asal tugas sudah dikerjakan mereka merasa semua sudah selesai. Padahal untuk sebuah proses pembelajaran, mengerjakan tugas hanyalah sebagian kecil dari proses belajar.
Sementara tugas yang sesungguhnya adalah bagaimana mereka bisa mendisiplinkan diri, mengatur kehidupan mereka agar mampu menyerap bukan hanya ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan tata krama sebagai nilai pendidikan. Utamanya pendidikan karakter, salah satunya adalah sikap disiplin; disiplin dalam belajar, membantu orang tua, menjalankan tugas dengan baik, disiplin waktu, disiplin dalam berpakaian, menjaga kerapian serta pendidikan budi pekerti lainnya.
Jika hal tersebut jika luput dari pantauan orang tua dan terjadi secara berlarut-larut, tentu akan membuat siswa menjadi liar. Mereka tak lagi tertib waktu. Mereka seenaknya melakukan hal-hal yang tak ada hubungannya dengan tugas utamanya yakni belajar. Mereka asyik bermain tanpa mau belajar. Mereka merasa ‘merdeka’ karena dapat bermain tanpa hirau lagi akan hal-hal yang berhubungan dengan tata krama dan lain-lain.
Masalah-masalah semacam itu wajib kita waspadai. Sinergi antara pendidik dan orang tua harus ditingkatkan dalam upaya mengemban tugas pendidikan ini. Sinergi antara keduanya harus ditingkatkan.
Guru sebagai pendidik harus selalu berusaha untuk memberikan layanan yang baik, termasuk salah satunya adalah melakukan kunjungan ke rumah. Sementara itu orang tua harus mampu mengawasi kegiatan putra-putrinya agar tidak keluar dari koridor sebagai pembelajar.
Menjaga Harapan
Di balik kekhawatiran yang ada, kita sebagai pendidik dan orang tua dalam menghadapi masa pandemi ini sudah semestinya kita juga mampu menciptakan dan menumbuhkan harapan. Harapan ini akan mampu melahirkan sikap optimisme sehingga sesulit apapun situasi yang dihadapi pasti akan ada jalan keluar.
Harapan besar kita adalah agar pandemi ini segera berakhir. Semoga setelah vaksin diberikan untuk pendidik dan peserta didik serta semua warga, bisa menjadi jaminan pulihnya kesehatan masyarakat secara umum. Serta menjadi jaminan dibukanya kembali ruang publik. Hingga kehidupan normal bisa mulai bergeliat kembali. Hingga akhirnya semua bisa dijalankan dengan baik. Sekolah bisa dibuka dan belajar tatap muka bisa kembali berjalan.
Ditulis oleh I Dewa Gede Trinandita, S. Pd (Guru SMP Negeri 2 Banjarangkan)