Mungkin hanya sedikit orang yang rela berjuang mati-matian untuk menjadi seorang guru. Sebab, profesi sebagai guru sejauh ini terkadang masih dipandang sebelah mata. Apalagi hanya menjadi guru honorer. Namun tidak demikian dengan Insan Faisal Ibrahim. Baginya, menjadi guru, apapun statusnya, adalah cita-cita terbesarnya.
“Semua hal yang saya lakukan hanya karena memandang profesi guru sebagai profesi surgawi yang tidak akan pernah mati, meskipun sebagian orang hanya ingin mengejar kesejahteraan duniawi tanpa mau memberikan kontribusi yang tinggi terhadap negeri ini,” demikian ucapnya.
Insan Faisal Ibrahim adalah pria kelahiran Garut, 13 November 1992. Selain menjadi bapak rumah tangga dan seorang guru di MIS Ar-Raudhotun Nur, ia juga menjadi salah satu staf kemahasiswaan di salah satu perguruan tinggi. Untuk mencapai posisi ini, berbagai rintangan, perjuangan, keterpurukan, hinaan, pernah ia alami.
“Menjalani profesi sebagai seorang guru merupakan mimpi indah yang dulu sempat menjadi angan-angan. Terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, tidak membuat saya berhenti berjuang untuk mencapai mimpi yang sudah menjadi harapan. Banyak orang yang memandang bahwa mimpi saya hanya akan menjadi sebuah penyesalan.” tuturnya lagi.
Ya, memang demikianlah perjalanan panjang yang tidak mudah bagi sosok pria yang suka memasak tersebut dalam meraih cita-citanya menjadi seorang guru.
Tahun 2010, Insan Faisal Ibrahim lulus dari SMAN 19 Garut dengan nilai rata-rata ijazah yang tidak terlalu tinggi. Setelah itu, karena melihat keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan, membuatnya tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hingga pada akhirnya, harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga dan menyisihkan sebagian upah yang diterima untuk nantinya berharap bisa untuk kuliah.
Selang empat bulan bekerja, takdir berkata lain. Selama dua tahun ia harus berdiam diri di rumah karena patah tulang kaki kering akibat tertabrak pengendara sepeda motor. Kejadian tersebut sempat membuatnya frustrasi dan putus asa. Semua mimpi, harapan, cita-cita, seakan-akan sirna ditelan rasa kecewa. Namun satu hal yang membuatnya dapat bangkit adalah dorongan semangat orang tua yang tidak pernah berhenti.
Tahun 2014, keadaannya mulai membaik dan sudah bisa memulai aktivitas ringan meskipun langkah kakinya masih pincang. Tanpa ada keraguan, ia memutuskan pergi ke Batam bersama pamannya untuk ikut bekerja di sebuah Rumah Makan Sunda. Awalnya orang tua melarang karena melihat kondisinya yang belum sepenuhnya pulih. Singkat cerita, ia pun bekerja di Batam dengan penuh semangat demi mengumpulkan pundi-pundi uang untuk membantu perekonomian keluarga dan menyimpan sebagian upah dari hasil kerja untuk biaya kuliah.
11 bulan telah berlalu, ia harus pulang ke kampung halaman lagi karena mendapat kabar bahwa kakeknya meninggal dunia. Sebulan kemudian, ia mendapatkan tawaran bekerja di Rumah Makan Padang yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Setelah satu tahun, ia meminta izin untuk berhenti bekerja karena uang yang dikumpulkan sudah dirasa cukup untuk biaya kuliah di salah satu perguruan tinggi di Garut. Namun di tengah-tengah niat ingin kuliah, ternyata orang tuanya terlilit utang yang cukup besar. Hingga pada akhirnya, ia harus merelakan uang yang selama ini disimpan untuk membayar utang tersebut.
Ada sedikit rasa putus asa untuk tetap mengejar mimpi menjadi seorang guru dengan keadaan yang seolah-olah kembali lagi ke titik awal. Tapi Tuhan mengetuk hatinya untuk tetap berusaha dan bangkit dari rasa putus asa demi mimpi yang sudah melekat di dalam hati. Akhirnya, ia pun bekerja di salah satu toko bangunan dengan niat ingin tetap meraih mimpi dengan tetesan keringat sendiri.
Tahun 2016, ia berhasil terdaftar sebagai salah satu mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam dan mengambil Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Ia pun mulai mencoba untuk mengajar di salah satu Madrasah Ibtidaiyah yang sampai saat ini menjadi rumah kedua baginya. Selama kuliah, ia juga pernah terpilih menjadi salah satu mahasiswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa hingga pada akhirnya bisa menyelesaikan perkuliahan dan menyandang gelar sarjana.
Rasa cintanya terhadap profesi guru seperti yang telah dijalankan saat ini, membuatnya tidak pernah berhenti untuk selalu berinovasi dan terus berkarya di dunia pendidikan. Hingga pada akhirnya, ia mendapatkan penghargaan khusus dari Ketua Yayasan Madrasah Ibtidaiyah tempatnya mengabdi sebagai Guru Suri Teladan karena telah membawa nama harum madrasahnya di tingkat nasional. Penghargaan tersebut diberikan berkat kesertaannya dalam Seleksi Penulis Naskah Soal AKMI Literasi Numerasi Tingkat Nasional yang lolos sampai tahap 3; dan mengikuti Seleksi Instruktur Daring AKMI Tingkat Nasional hingga lolos tahap akhir.
Hingga saat ini, ia terus mengikuti kegiatan Bimtek, Webinar, Diklat, hingga workshop secara online untuk terus mengasah kemampuan di bidang pendidikan dan untuk menambah wawasan terkait perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak kurang dari 30 e-sertifikat dari kegiatan tersebut ia dapatkan selama kurun waktu dua bulan.
Salah satu pelatihan yang pernah diikuti oleh Pak Insan Faisal Ibrahim adalah pelatihan yang diselenggarakan oleh e-Guru.id.
“Banyak sekali perubahan yang saya terima dan dapatkan setelah mengikuti serangkaian pelatihan yang diselenggarakan oleh e-Guru.id. Pengetahuan di bidang pendidikan bertambah, membuka wawasan baru yang lebih luas, lebih percaya diri, dan mampu menciptakan inovasi-inovasi baru di dalam dunia pendidikan. Selain itu juga, sertifikat yang saya dapatkan dari serangkaian pelatihan tersebut sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup saya sebagai seorang guru,” ucap alumni STAI Sabili Bandung tersebut.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud