Oleh Mutmainnah
Saya merupakan seorang tenaga pengajar yang memiliki dua anak yang masih duduk di tingkat SD di wilayah yang cukup terpencil. Akses informasi dan teknologi masih sangat terbatas. Aksesibilitas untuk sampai dari satu tempat ke tempat lainnya juga masih cukup susah.
Berbeda dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di perkotaan, yang tentu segala sarana dan prasarana sudah berkembang dengan baik. Sehingga dalam pemilihan solusi terhadap permasalahan yang ada akan lebih cepat dan mudah. Akan tetapi, bagi kami di tempat terpencil, kegiatan belajar mengajar jarak jauh menjadi sangat kompleks.
Persoalan-persoalan yang ada, khususnya terkait keadaan ekonomi keluarga siswa, menjadi kendala terbesar. Di daerah kami, notabene rata-rata orang tua siswa mencari nafkah dengan melaut (nelayan), yang bergantung pada kondisi cuaca dan musim. Jangankan untuk membeli kuota internet, untuk makan sehari-hari saja sangat sulit.
Bantuan dari pemerintah untuk penyediaan kuota data untuk para pelajar memang ada, tapi jumlah dan aksesibilitas untuk mendapatkan jaringan sangat susah. Kemampuan peserta didik dalam memperoleh kuota internet serta fasilitas-fasilitas belajar online lainnya menjadi kendala yang paling mendasar bagi kami tenaga pengajar dan anak didik.
Persoalan lain yang muncul pada saat pembelajaran di masa pandemi ini adalah tenaga pendidik atau tenaga pengajar memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menggunakan teknologi. Untuk itu, kami sebagai tenaga pengajar harus menyisihkan waktu dan biaya agar dapat mengikuti pelatihan sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.
Semua itu membutuhkan manajemen waktu. Sebab, selain sebagai guru untuk sekolah kami juga harus memperhatikan kebutuhan belajar anak-anak kami sendiri di rumah. Seringkali penerapan disiplin kepada anak didik kami tidak lagi kami perhatikan karena kondisi-kondisi tersebut.
Sementara itu, kami tahu bahwa keteladanan seorang guru adalah sesuatu yang penting. Namun itu seolah tersisihkan karena proses pendampingan dan pengawasan langsung dari guru sudah tidak ada lagi. Dan ketergantungan anak didik terhadap keberadaan handphone semakin besar.
Ketika pembelajaran jarak jauh harus menggunakan alat elektronik seperti itu, terdapat banyak sekali distraksi yang mengganggu proses pembelajaran, mulai dari godaan untuk menonton video, games, mengakses media sosial, hingga mengakses konten-konten yang kurang bermanfaat.
Dialog antara guru dan siswa yang biasanya dilakaukan secara langsung kini ikut berubah, dari yang nyata menjadi maya.
Kami sebagai guru selalu berharap agar pandemi Corona segera berakhir. Kami kangen mendidik anak didik kami, bercanda, dan bercengkrama, mendampingi anak-anak secara nyata.
Dari segi manfaat, dilakukannya pembelajaran jarak jauh ini memang mampu mendorong proses pendidikan di tanah air ke arah digitalisasi. Namun di sisi lain, terdapat permasalahan pembelajaran jarak jauh di antaranya adalah belum meratanya akses jaringan internet, sarana yang belum memadai, mahalnya biaya kuota internet, belum meratanya penguasaan IPTEK di kalangan pendidik atau guru, belum siapnya pelaksanaan proses belajar mengajar menggunakan metode pembelajaran jarak jauh, dan kesulitan orang tua dalam mendampingi anak-anaknya menjadi kendala yang ditemui selama proses pembelajaran jarak jauh ini.
Kondisi ini membuat para guru harus berupaya untuk kreatif membuat bahan ajar yang dapat dipahami oleh anak didik, walaupun tidak dilakukan dengan tatap muka. Dibutuhkan inovasi khususnya oleh pihak guru dan sekolah dalam memanfaatkan keadaan yang serba terbatas ini.
Selain itu, masa pandemi ini memiliki hikmah untuk membuat gerakan agar semua orang bisa menjadi guru untuk anak-anak agar proses pendidikan tidak terhenti meskipun terdapat berbagai kendala.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!