Pada tahun 2023 nanti pemerintah Indonesia telah berencana untuk menghapus rekrutmen tenaga honorer. Akan tetapi tenaga honorer tersebut akan diganti sebagai tenaga kerja outsourcing.
Sistem outsourcing tersebut bertujuan sebagai solusi bagi banyak perusahaan mengenai masalah kekurangan sumber daya manusia (SDM). Perusahaan akan merekrut pekerja outsourcing karena dapat dijadikan sebagai strategi perusahaan untuk mengurangi biaya operasional.
Karyawan outsourcing tersebut bukan merupakan karyawan dari perusahaan pengguna melainkan tenaga kerja dari pihak lain. Sehingga dengan demikian pemerintah telah sepakat untuk menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan mulai 2023 mendatang, sejalan dengan mandat yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018.
Hal yang menjadi permasalahan tenaga honorer di Indonesia yaitu masih banyaknya tenaga honorer yang masih memiliki status yang tidak jelas, mulai dari penghasilan yang diterima setiap bulan, hingga statusnya yang bukan PNS atau PPPK.
Saat ini, tenaga honorer telah teridentifikasi di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah misalnya guru dan tenaga administrasi akan tetapi penghasilan yang diterima tidak sama seperti ASN lainnya termasuk PNS atau PPPK dan masih banyak tenaga honorer yang mendapatkan gaji di bawah UMP.
Merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, outsourcing merupakan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (subkon). Penyerahan sebagian pekerjaan tersebut dilakukan melalui 2 mekanisme yakni melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh.
Dalam Undang-Undang (UU) 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, memang hanya ada istilah PNS dan PPPK. Jika PNS dan PPPK mendapatkan kepastian, maka honorer hanya mendapatkan perlakuan berbeda dari sisi penghasilan.
Namun sampai saat ini tidak ada pos anggaran yang secara spesifik di pemerintah pusat maupun daerah untuk membayar tenaga honorer dan pembayaran gaji honorer masuk dalam pos belanja barang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah aturan mengenai besaran gaji para pegawai non PNS yang berada di instansi pemerintah yakni Kementerian/Lembaga (K/L). Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022.
Dalam aturan tersebut maka honorarium atau gaji untuk satpam, pengemudi, OB hingga pramubakti ditetapkan berdasarkan provinsi Kementerian/Lembaga para pekerja tersebut bekerja sehingga besaran nilainya berbeda untuk setiap wilayah.
Honorarium yang diberikan tersebut hanya diperuntukkan kepada Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/kontrak kerja.
Penghasilan satpam dan driver tertinggi di indonesia ada di wilayah DKI Jakarta yang mana ditetapkan sebesar Rp 5.344.000 per bulan. Sedangkan, untuk petugas kebersihan dan pramubakti yang berada di DKI diberikan imbalan Rp 4.858.000 juta per bulan.
Penghasilan satpam dan driver tertinggi kedua di Indonesia ada di wilayah Provinsi Papua yaitu sebesar Rp 4.256.000 per bulan. Sedangkan untuk petugas kebersihan dan pramubakti ditetapkan Rp 3.869.000 per bulan.
Penghasilan satpam dan driver tertinggi ketiga di Indonesia yakni di daerah Jawa Timur yakni sebesar Rp 4.135.000 per bulan. Sedangkan untuk petugas kebersihan dan pramubakti Rp 3.759.000 per bulan.
Namun, besaran tersebut hanya lah gaji pokoknya saja, belum termasuk uang lembur. Untuk uang lembur satpam dan driver ditetapkan sebesar Rp 13.000 per jam dan uang makan lembur sebesar Rp 30.000 per hari.
Segera Daftar Sekarang Juga. Jadilah Member e-Guru.id Untuk Meningkatkan Pengetahuan Serta Kemampuan Anda Agar Bisa Menjadi Pendidik Yang Hebat. Dapatkan Berbagai Macam Pelatihan Gratis Serta Berbagai Bonus Lainnya. Daftar Sekarang dan Dapatkan Diskon Hingga 50%
Penulis : (EYN)