Kurikulum Merdeka telah resmi diluncurkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada jumat, 11 februari 2022. Peluncuran Kurikulum Merdeka ini dipaparkan melalui siaran langsung di kanal youtube KEMDIKBUD RI.
Meskipun demikian, masih banyak kalangan guru, tendik, maupun kepala sekolah yang bertanya-tanya tentang Kurikulum Merdeka ini. Simak dan download buku saku resmi dari Kemendikbud terkait dengan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban lengkap tetang Kurikulum Merdeka.
Karakterstik Utama Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka disebut-sebut sebagai nama pengganti dari kurikulum prototipe. Kabarnya, Kurikulum Merdeka terbuka untuk digunakan di seluruh satuan pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, Pendidikan Khusus, dan Kesetaraan.
Kurikulum Merdeka memiliki tiga karakteristik utama sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran. Tiga karakteristik utama seperi yang dilansir dari laman resmi kemdikbud adalah sebagai berikut.
- Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila.
- Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
- Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Hingga sekarang Kurikulum Merdeka telah diimplementasikan diberbagai satuan pendidikan di 34 rovinsi dan 250 Kabupaten/Kota. Kurikulum Merdeka juga membuka pendaftaran bagi satuan pendidikan untuk menerapkannya. Bagi satuan pendidikan yang hendak mendaftar, silakan kunjungi laman https://kurikulum.gtk.kemdikbud.go.id/
Sederhana, Mudah Dipahami, dan Diimplementasikan
Prinsip kerja perancangan kurikulum yang pertama adalah sederhana. Maksudnya, rancangan kurikulum perlu mudah dipahami dan diimplementasikan. Berikut adalah poin-poin utama yang diperhatikan dengan merujuk pada prinsip ini sesuai dengan kajian akademik kurikulum pemulihan pembelajaran.
1. Melanjutkan kebijakan dan praktik baik yang telah diatur sebelumnya
Perubahan sedapat mungkin hanya ditujukan untuk hal-hal yang sememangnya dinilai perlu diubah. Artinya, perubahan tidak dilakukan sekadar untuk membedakan dari rancangan sebelumnya (misalnya atas alasan memberikan warna baru semata).
Dengan demikian, beberapa aspek dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya merupakan kelanjutan saja dari Kurikulum 2013 atau bahkan kurikulum yang sebelumnya. Perubahan yang tidak drastis akan membantu memudahkan proses implementasi atau proses belajar guru.
Prinsip ini juga membantu perancang untuk mengidentifikasi lebih jeli tentang apa yang sebenarnya memang perlu diubah, sebelum menawarkan ide-ide baru dalam perancangan kurikulum.
2. Rancangan yang logis dan jelas
Rancangan yang logis dan jelas juga merupakan hal yang penting untuk memastikan bahwa rancangan kurikulum cukup sederhana untuk dipahami dengan mudah terutama oleh pemangku kepentingan yang utama, yaitu guru.
Meskipun guru sudah memahami adanya masalah yang perlu diatasi melalui perubahan kebijakan, kadang penolakan terhadap kebijakan tersebut terjadi. Karena guru tidak memahami arah perubahannya atau menganggapnya terlalu sulit untuk diimplementasikan dalam konteks mereka.
Oleh karena itu, konteks dan situasi di mana kurikulum tersebut akan diimplementasikan adalah informasi yang sangat berharga bagi perancang kurikulum.
3. Beragam dukungan dan bantuan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka
Beragam dukungan dan bantuan untuk mengimplementasikan kurikulum perlu disediakan, terutama ketika perubahan kurikulum cukup kompleks. Sebagai contoh, kurikulum operasional yang digunakan satuan pendidikan dikuatkan kembali dalam Kurikulum Merdeka.
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga menekankan pentingnya pengembangan kurikulum yang lebih konkrit dan operasional di setiap satuan pendidikan. Namun demikian, kebijakan tersebut kemudian digantikan oleh Kurikulum 2013 berdasarkan evaluasi bahwa banyak sekolah di Indonesia kesulitan dalam mengembangkan kurikulum yang otentik (Kemendikbud, 2019).
Hal ini cukup disayangkan mengingat untuk negara besar dan beragam seperti Indonesia. Kurikulum operasional yang cenderung seragam untuk semua satuan pendidikan tidak sesuai.
Oleh karena itu, ketika kurikulum operasional ini kembali dikuatkan dalam Kurikulum Merdeka, Pemerintah perlu memberikan bantuan kepada satuan pendidikan agar mereka dapat mengembangkannya.
Dengan demikian, prinsip perubahan yang sederhana ini bukan berarti kurikulum yang dirancang harus seminimal mungkin perbedaannya dengan kurikulum yang lalu. Apabila hasil kajian menunjukkan bahwa perubahan besar perlu dilakukan, yang perlu disiapkan adalah bantuan dan dukungan bagi pendidik dan satuan pendidikan untuk dapat mengimplementasikannya dengan lebih mudah dan efektif.
Fokus pada Kompetensi dan Karakter Semua Peserta Didik
Sejalan dengan prinsip sederhana di mana kebijakan dan praktik baik dilanjutkan, Kurikulum Merdeka juga melanjutkan cita-cita beberapa kurikulum sebelumnya untuk berfokus pada pengembangan kompetensi dan karakter.
Istilah “fokus” memiliki makna memusatkan perhatian pada materi pelajaran atau konten yang lebih sedikit jumlahnya agar pembelajaran dapat lebih mendalam dan lebih berkualitas.
Prinsip ini menjadi penting karena di banyak negara berkembang masalah pembelajaran umumnya terjadi karena kurikulum yang terlalu ambisius, yaitu kurikulum yang padat akan materi-materi pelajaran sehingga harus diajarkan dengan cepat “too much, too fast”.
1. Mengurangi materi atau konten kurikulum
Dengan mempelajari masalah kepadatan kurikulum di berbagai konteks, perancangan kurikulum dilakukan dengan prinsip fokus pada kompetensi dan karakter tanpa menambah beban materi pelajaran ataupun waktu belajar peserta didik.
Strategi yang dipilih adalah dengan menyesuaikan struktur kurikulum. Dalam Kurikulum Merdeka, struktur kurikulum dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu pembelajaran intrakurikuler yang biasanya berbasis mata pelajaran dan pembelajaran melalui projek yang ditujukan untuk mencapai kompetensi umum yang telah dirumuskan dalam profil pelajar Pancasila.
Metode ini juga sejalan dengan strategi di berbagai negara yang mengembangkan unit-unit pembelajaran interdisipliner, merestrukturisasi konten sehingga beban belajar peserta didik tidak membesar secara signifikan.
2. Pembelajaran berpusat pada peserta didik
Menempatkan peserta didik di pusat-nya pembelajaran (center of learning) berarti mengajarkan konsep dan/atau keterampilan sesuai dengan kemampuan mereka saat itu. Alih-alih mengajarkan suatu materi hanya karena mengikuti urutan yang dianjurkan dalam buku teks tanpa mempertimbangkan apakah mayoritas peserta didik sebenarnya siap untuk mempelajari materi tersebut.
Dengan rancangan kurikulum yang demikian, kurikulum berpotensi untuk mendorong pembelajaran yang membangun kemampuan setiap individu peserta didik untuk memiliki agency atau kuasa/kendali dalam pembelajarannya, bukan menjadi “konsumen” informasi.
3. Semua peserta didik perlu mencapai kompetensi minimum
Pengurangan kepadatan kurikulum dapat mengurangi kesenjangan kualitas belajar. Hal ini ditunjukkan juga dalam kajian yang dilakukan INOVASI dan Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud Ristek (2021) bahwa Kurikulum 2013 yang dikurangi capaiannya (Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar), yang juga dikenal sebagai kurikulum darurat, membantu siswa SD memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss).
Efek positif dari kurikulum darurat ini lebih nyata untuk anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah. Maka dengan pengurangan konten, setiap peserta didik memiliki kesempatan lebih besar untuk mencapai standar kompetensi minimum. Sehingga kurikulum pun menjadi lebih berkeadilan (equitable) untuk seluruh anak Indonesia.
4. Penguatan literasi dan numerasi
Penguatan literasi dan numerasi terutama di jenjang pendidikan dasar menjadi salah satu perhatian dalam perancangan kurikulum yang berfokus pada kompetensi. Selaras dengan konsep literasi dan numerasi yang digunakan dalam kebijakan Asesmen Kompetensi Nasional (AKM).
Literasi didefinisikan sebagai kemampuan peserta didik dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif di masyarakat .
Fleksibel
Kurikulum yang fleksibel akan memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dan pendidik untuk mengadaptasi, menambah kekayaan materi pelajaran. Serta juga menyelaraskan kurikulum dengan karakteristik peserta didik, visi misi satuan pendidikan, serta budaya dan kearifan lokal.
Keleluasaan seperti ini dibutuhkan agar kurikulum yang dipelajari peserta didik senantiasa relevan dengan dinamika lingkungan, isu-isu kontemporer, serta kebutuhan belajar peserta didik.
Fleksibilitas juga menjadi prinsip dalam implementasi kurikulum, terkhusus Kurikulum Merdeka. Menyadari keberagaman satuan pendidikan di Indonesia, implementasi kurikulum tidak akan dipaksakan dan berlaku sama untuk semua sekolah.
Tingkat kesiapan satuan pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum berbeda-beda, dan masing-masing membutuhkan dukungan termasuk waktu yang berbeda untuk menyiapkan diri dalam menggunakan kurikulum ini.
Oleh karena itu implementasi dirancang sebagai suatu tahapan belajar. Pemerintah merancang tahapan-tahapan implementasi yang dapat digunakan satuan pendidikan. Hal ini sebagai acuan bagaimana mereka akan mulai mengimplementasikan kurikulum secara bertahap sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.
Download Buku Saku 110 Pertanyaan dan Jawaban Lengkap dari Kemdikbud Seputar Kurikulum Merdeka!
Klik disini untuk mendownload
Klik disini untuk mendownload
Persiapkan model pembelajaran yang cocok dan menarik sesuai dengan karakteristik kurikulum prototipe dan daftarkan diri Anda sekarang juga untuk mengikuti Workshop “Model Pembelajaran SUPER Berbasis Ponsel untuk Mendukung Kurikulum Prototipe”
Klik disini untuk mendaftar!
Klik disini untuk mendaftar!