Oleh: Betty Wahyu Prihatin, S.S.
Indonesia menghadapi masalah serius, komplek, dan serba darurat. Masalah literasi, yang selebihnya dapat disebut sebagai “Darurat Literasi”. Pasalnya, adanya pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat justru membawa tantangan baru dalam literasi.
Meskipun internet dan media sosial memberikan akses yang tak terbatas atas informasi, kemampuan untuk memilah, menilai, dan menggunakan informasi tersebut dengan benar itu semakin penting. Di tengah kemajuan teknologi saat ini, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia sulit memahami informasi yang diterima, sehingga rentan terhadap informasi yang salah.
Generasi muda saat ini sangat aktif menggunakan gawai dan berselancar di dunia maya, sedangkan kebiasaan membaca mulai berkurang. Perkembangan zaman yang cepat, menyebabkan pendidikan moral dan karakter tergerus oleh globalisasi sehingga muncullah demoralisasi.
Ketika generasi muda telah bersahabat kental dengan gawai, ancaman di mana-mana, di antaranya adalah judi online. Judi online saat ini makin marak, bahkan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Literasi keuangan menjadi argumen populer ketika berbicara soal kecanduan judi. Dan kemajuan teknologi mengubah cara bermain judi ini.
Fenomena tersebut melatarbelakangi tulisan ini dibuat. Di satu sisi pemerintah sudah menerapkan berbagai cara agar kualitas sumber daya manusia di Indonesia dapat meningkat; di sisi yang lain, maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pembunuhan, perkelahian, tawuran, penganiayaan, penipuan, penyuapan, penggelapan, mafia hukum, makelar kasus, judi online dan krisis nilai serta moral lainnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya ingin memfokuskan tulisan ini pada masalah darurat literasi. Bagaimanapun juga, pembentukan sumber daya manusia yang baik harus diawali dengan pembentukan karakter yang baik pula, yaitu dengan cara membudayakan literasi, sebagai sebuah kemampuan tidak sekedar membaca dan menulis, akan tetapi juga untuk memahami, menganalisis dan mengambil keputusan tepat.
Akar Permasalahan Darurat Literasi
Memasuki generasi 4.0, ilmu pengetahuan dengan mudah didapatkan melalui berita, artikel, jurnal, dan buku elektronik yang dapat diakses kapanpun dengan mudah dan cepat. Tersedianya kemudahan mengakses ilmu pengetahuan dan informasi tidak serta merta meningkatkan minat literasi masyarakat Indonesia secara signifikan.
Berikut akar permasalahan hingga Indonesia dalam kondisi darurat literasi. Pertama, pendidikan yang kurang berkualitas. Salah satu akar permasalahan utama dari darurat literasi di Indonesia adalah sistem pendidikan yang kurang berkualitas. Faktor utama yang menghambat kemajuan kualitas pendidikan di indonesia di antaranya adalah keterbatasan alokasi anggaran, kualifikasi, dan pelatihan guru yang kurang memadai.
Sistem evaluasi dan penilaian yang tidak efektif juga menjadi masalah. Dan Kesenjangan akses pendekatan pun demikian. Tingkat kemiskinan dan ketidaksetaraan gender masih perlu diselesaikan. Kurangnya fokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan infrastruktur pendidikan yang kurang memadai juga perlu menjadi perhatian.
Lebih serius lagi, bahwa pendidikan telah mulai meninggalkan filosofi yang diajarkan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Dan politisasi di dunia pendidikan semakin menguat, sehingga berbagai kepentingan politisi selalu mengalahkan implementasi kepentingan murni dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedua, kurangnya akses terhadap bahan bacaan juga menjadi permasalahan pendidikan kita. Dahulu, di banyak daerah di Indonesia, terutama di pedesaan, akses terhadap buku dan bahan bacaan lainnya masih sangat terbatas. Hal ini membuat banyak anak-anak dan dewasa tidak memiliki kesempatan untuk membaca dan mengembangkan keterampilan literasi mereka.
Perkembangan teknologi sekarang ini melalui internet memungkinkan mereka untuk bisa untuk akses ilmu-ilmu pendidikan. Jika belum bisa memilih dan memilah, maka peserta didik cenderung salah menggunakan fasilitas internet. Justru malah memilih yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan, misalnya iklan judi online.
Ketiga, minimnya budaya membaca. Budaya membaca yang kurang memadai juga menjadi salah satu akar permasalahan dari darurat literasi di Indonesia. Banyak masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan membaca dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu luang mereka dengan aktivitas lain seperti menonton televisi atau bermain gadget.
Keempat, tingginya tingkat kesenjangan sosial. Tingkat kesenjangan sosial yang tinggi di Indonesia juga berkontribusi pada darurat literasi. Keluarga yang kurang mampu seringkali tidak mampu menyediakan buku dan bahan bacaan bagi anak-anak mereka, sehingga anak anak dari keluarga tersebut memiliki akses yang lebih terbatas terhadap literasi.
Kelima, tidak adanya kebijakan yang komprehensif. Tidak adanya kebijakan pendidikan yang komprehensif dan berkelanjutan dari pemerintah juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk darurat literasi di Indonesia. Tanpa dukungan yang kuat dari pemerintah, upaya untuk meningkatkan literasi di Indonesia cenderung terfragmentasi dan tidak terkoordinasi.
Solusi Mencetak Generasi Literat
Apabila suatu bangsa memiliki budaya literasi yang tinggi, maka hal tersebut dapat terlihat pada kemampuan bangsa dalam berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif dalam rangka bersaing secara global (Kemendikbud, 2022). Artinya, bangsa literat berperan penting dalam memajukan suatu negara.
Untuk mewujudkan suatu masyarakat khususnya remaja yang literat yang sesuai dengan definisi sebelumnya, diperlukan suatu upaya dari berbagai macam unsur. Pertama, perlunya dibangun individu yang memiliki motivasi tinggi untuk berpikir, membaca dan menulis. Hal tersebut tentunya perlu dilakukan sejak dini dengan memperhatikan unsur kedua, yakni keluarga.
Pendidikan dan pembiasaan di tengah keluarga menjadi hal yang sangat penting, itulah mengapa anak-anak yang sukses di sekolah cenderung memiliki struktur keluarga yang baik. Indonesia mayoritas masyarakatnya muslim, ironisnya pengenalan huruf Al-Qur’an hanya sebatas dapat membaca tapi tidak sampai ke tingkat dapat memahami.
Sebagai seorang muslim tentu saja pengenalan terhadap literasi Al-Qur’an dipahami sebagai suatu kewajiban karena pertama kali yang turun dari ayat Al-Qur’an adalah perintah untuk membaca. Surat al-‘Alaq ayat 1-5 memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pembentukan karakter. Sebab, kuat dan lemahnya karakter seseorang sangat tergantung kepada budaya literasi.
Setidaknya unsur selanjutnya adalah pemerintah dan masyarakat yang perlu untuk memupuk potensi baik dari unsur kedua tersebut, yakni dengan membuat iklim positif untuk pertumbuhan keluarga yang mendukung jangan sampai struktur dan konsep keluarga di Indonesia menjadi rusak dan sulit dibangun.
Pemerintah sebagai regulator dapat berperan dalam menerbitkan kebijakan yang mendukung keluarga Indonesia dalam meningkatkan literasi. Selebihnya unsur masyarakat berperan dalam melakukan edukasi dan memberikan kesadaran terkait dengan perubahan iklim. Salah satu upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam penguatan literasi kepada remaja adalah melakukan kampanye internet sehat kepada para remaja dengan cara penyebarluasan cara berantas informasi hoaks (bohong) dan menutup situs-situs negatif seperti judi online, prostitusi online, dan situs negatif lainnya.
Penulis : Betty Wahyu Prihatin, S.S.
Editor : Moh. Haris Suhud, S.S.