Angkatan kerja di Indonesia bisa di katakan mengalami keprihatinan yang teramat mendalam. Pada tahun 2005, dari 107 juta angkatan kerja Indonesia, persentase lulusan S1, D3, dan D1 secara berturut-turut hanya sebesar 3,13%, 1,26%, dan 1,03%. Sedangkan, untuk lulusan SMP dan SMA masing-masing sebesar 19,55% dan 18,8%. Sedangkan untuk yang tamat dan tidak tamat Sekolah Dasar (SD), masing-masing sebesar 37,3%. Tentunya hal ini menjadi permasalahan serius bagi keberlanjutan pembangunan Indonesia. Belum lagi jika melihat jumlah angka putus sekolah yang bisa di katakan tinggi yang mencapai 334.000 siswa setiap tahunnya. Angka ini belum termasuk 14,6 juta penduduk Indonesia yang masih buta aksara untuk golongan umur 15 tahun ke atas.
Dari data di atas, tentunya terlihat ironis. Mengingat Indonesia sebenarnya sudah memastikan adanya jaminan pemenuhan hak dasar (basic right) atas pendidikan bagi warganya. Jaminan itu secara tegas termaktub dalam UUD 1945 pada BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia. Khususnya Pasal 28C, serta Pasal 31 BAB XIII mengenai Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun bunyi Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Serta ayat (2)-nya mengatakan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Demikian juga dengan cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam rumusan mukaddimah UUD 1945. Sebagai salah satu tujuan di di rikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (het doel van de staat), yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kita intip bagaimana perkembangan brain drain pendidikan ini!!!
Brain Drain di Indonesia
Fenomena brain drain di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum terdapat data empiris, di perkirakan telah mencapai angka 5%. Jumlah ini dapat di katakan signifikan di tengah terpuruknya SDM Indonesia yang di sertai dengan kecilnya alokasi anggaran pendidikan. Yang hanya sebesar 11,8 persen dari APBN. Kondisi ini di perparah dengan alokasi anggaran riset. Dan teknologi yang tidak pernah mencapai angka minimal 1% dari produk domestik bruto. Padahal, menurut analisa UNDP, angka minimum tersebut merupakan anggaran minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.
Kini yang menjadi pertanyaan adalah, haruskah para tenaga ahli dan terampil asal Indonesia yang kini telah menetap dan bekerja di luar negeri. Sama-sama kita minta untuk segera kembali ke tanah air dengan tujuan mengatasi berbagai permasalahan di atas? Tetapi, tentu tidaklah mudah. Kami menyadari bahwa kedilematisan akan selalu menyelimuti para tenaga ahli Indonesia yang berada di luar negeri. Di akui atau tidak, beberapa kondisi riil di dalam negeri menjadi pertimbangan penting bagi mereka untuk tetap menetap di luar negeri.
Fenomena Menarik Drain Indonesia Meningkat
Misalnya, minimnya fasilitas serta dana untuk melakukan riset. Kurangnya jaminan sosial dan kenyamanan hidup baik bagi sang tenaga ahli maupun keluarganya. Kurangnya prospek dan kesempatan berkarir di tanah air. Masih terjadinya konsep senioritas yang kaku, lemahnya institusi, panjangnya birokrasi. Hngga terjadinya pendiskreditan pendapatan dan fasilitas antara tenaga ahli asing dengan Indonesia walaupun berkualifikasi keahlian yang sama. Artinya, untuk menarik kembali para cendekia kita yang tersebar di mancanegara, tugas utama dalam hal persiapan dan prakondisi yang matang mutlak di lakukan terlebih dahulu di dalam negeri. Jika tidak, maka yang terjadi adalah bagaikan “memetik buah yang belum ranum”, hal tersebut tidak akan memberikan hasil yang maksimal.
Berdasarkan hal tersebut, jika para tenaga ahli dan terlatih yang kita miliki. Dan berada di luar negeri bisa di pastikan tidak akan mau atau setidaknya masih berpikir dua kali untuk kembali ke tanah air. Di tambah lagi dengan kondisi dalam negeri yang dapat di katakan belum siap. Secara total ‘menyambut’ kehadiran para tenaga terdidik dari luar negeri.
Maka dari itu, apa yang harus di lakukan saat ini adalah mempersiapkan segala sesuatunya guna menyongsong terjadinya reversed brain drain di Indonesia. Salah satunya – harus berbesar hati – yaitu dengan memetik pengalaman dan perjalanan berharga bangsa lain, yang telah berhasil menaklukan dan memanfaatkan brain drain sebagai aset utama terciptanya brain gain.
Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya