Oleh RA. Karmila Damayanti, S.Pd.
SDN Guntur 03 Pagi Jakarta
Sebagai seorang guru sekolah dasar, salah satu masalah yang sering dihadapi adalah sikap dan perilaku siswa sehari-hari. Tak jarang sikap negatif siswa yang berlebihan muncul ke permukaan kemudian viral di masyarakat. Lantas memancing beragam komentar dari masyarakat umum hingga kaum intelektualitas.
Mereka ramai membandingkan sikap dan perilaku siswa zaman sekarang dengan siswa zaman dulu. Namun, alangkah tidak adilnya jika kita memiliki kesimpulan baik buruk terhadap suatu sikap dan perilaku anak tanpa melihat hal yang mendasari terbentuknya karakter tersebut.
Siswa masa kini kebanyakan adalah mereka yang lahir setelah generasi Z yang kemudian disebut dengan generasi alpha yang tahun kelahirannya dimulai dari 2010.
Generasi alpha ini, yakni anak-anak dari generasi milenial, akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 juta generasi alpha lahir setiap minggu. Membuat jumlahnya akan bengkak menjadi sekitar 2 miliar pada 2025.
Generasi alpha kini dikenal sebagai generasi paling berpengaruh dalam kehidupan manusia. Meskipun umur mereka terhitung yang masih sangat dini, tetapi dapat mempengaruhi putaran ekonomi dunia. Mereka adalah kaum terdidik, lebih terdidik daripada generasi Z, lebih akrab dengan teknologi, dan jadi generasi paling sejahtera.
Karakteristik Siswa Generasi Alpha
1. Paling Terdidik
Meski sebagian besar dari anak generasi alpha ini masih dalam masa pertumbuhan, namun kelak mereka akan jadi generasi paling terdidik sepanjang sejarah berkat teknologi dan informasi instan yang tersedia.
Anak-anak ini akan tumbuh dan belajar lebih banyak serta dalam tentang dunia daripada para pendahulunya. Ini juga akan mengubah sifat pendidikan tinggi karena memberikan ekspektasi yang sangat berbeda pada institusi.
2. Paham Teknologi
Orang tua dari anak generasi alpha mungkin lahir saat teknologi baru dimulai. Akan tetapi, para generasi alpha akan menjadi orang yang memiliki integrasi teknologi tanpa batas ke dalam setiap aspek kehidupannya.
Faktanya, generasi alpha dan teknologi saling terkait, sehingga diperkirakan saat mereka berusia 8 tahun, keterampilannya terhadap teknologi akan melampaui orang tuanya.
3. Artificial Intelligence adalah Realitas
Bagi generasi ini, artificial intelligence (AI) mendominasi realitas mereka dan merupakan bagian alami dari kehidupan mereka. Ini juga menjadi faktor bagaimana mereka akan melihat dunia dengan banyaknya informasi yang disajikan.
4. Pembelajaran Sangat Personal
Generasi alpha terbiasa memiliki akses langsung ke informasi yang dibutuhkan, sehingga membuat metode pembelajaran lama menjadi hal yang kuno baginya.
Anak-anak generasi ini pun akan belajar dengan kecepatan mereka sendiri, pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan ditargetkan untuk mengimbangi kemampuannya. Bersama dengan ruang kelas, modul, dan tutorial pembelajaran online akan memfasilitasi pendekatan mereka terhadap pendidikan.
5. Media Sosial Jadi Mode Interaksi Sosial
Generasi alpha akan berinteraksi serta bersosialisasi secara dominan dengan teman dan rekannya melalui media sosial. Dengan media sosial, anak-anak ini akan selalu terhubung sepanjang hari, dan membawa serta kekhawatiran tentang privasi dan bullying di media online.
Penerimaan seorang anak untuk bersosialisasi pun dihitung dengan seberapa besar mereka disukai secara online. Meskipun hal ini kini menjadi norma, anak generasi alpha perlu diajari tentang pentingnya interaksi dengan orang lain secara langsung dengan bertatap muka.
6. Tidak Suka Berbagi
Etnografi telah mengungkapkan bahwa generasi alpha tidak suka terlalu banyak berbagi. Ini berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih suka berbagi.
7. Tidak Suka Mengikuti Aturan
Generasi alpha tidak dapat dibatasi oleh aturan seperti generasi sebelumnya. Energi yang mereka miliki sulit ditahan karena dunia digital yang menghubungkan mereka dengan perspektif tak terbatas.
8. Tidak Bisa Diprediksi
Anak generasi alpha dapat terus berubah dan tak bisa diprediksi. Mereka juga cenderung lebih individualistis dan karenanya generasi alpha tidak termasuk dalam kategori orang yang dominan. Jadi, pada saat menemukan cara untuk memprediksinya, mereka bahkan dapat menunjukkan perilaku baru.
9. Masa Kecil Sangat Berbeda
Tidak seperti orang tua atau generasi dulu yang menikmati waktu luang dengan bermain di luar ruangan meskipun tak melakukan apa-apa. Anak generasi alpha berbeda, mereka hidup di dunia dengan stimulasi kognitif yang konstan, sehingga anak generasi alpha membutuhkan lebih banyak struktur dalam hari-hari mereka agar tidak gelisah.
Selain itu, anak generasi alpha juga khawatir terhadap adanya tekanan dari teman sebayanya. Untuk itu, mereka berlomba agar bisa berprestasi di sekolah dan menginvestasikan waktu demi mengikuti kegiatan ekstrakurikuler agar berprestasi. Meskipun cara tersebut berhasil untuk beberapa dari mereka, namun tak jarang ada yang merasa stres dan cemas.
10. Pola Makannya yang Berbeda
Karbohidrat, lemak, dan susu organik akan menjadi bagian besar dari apa yang mereka sukai untuk memenuhi membutuhkan energi. Kebanyakan dari generasi alpha kecanduan pasta, makaroni dan keju, dan banyak sereal lainnya yang mengandung lemak jenuh.
11. Hidup untuk Hari Ini
Kekhawatiran tentang kesulitan di masa depan hampir menghilang pada generasi ini. Jadi, tren hidup saat ini populer dengan generasi alpha. Yang mana, anak-anak ini hanya mengkhawatirkan hidup yang dijalani hari ini.
12. Gaya Funky
Anak generasi alpha lebih fokus pada gaya dan kenyamanan individu daripada norma sosial, sehingga mereka diperkirakan menjadi generasi yang paling suka pamer. Nama-nama anak generasi ini juga semakin multikultural.
Pendekatan terhadap Siswa Generasi Alpha
Karena anak generasi alpha memiliki banyak karakteristik yang berbeda dengan pendahulunya, diperlukan beberapa cara mengasuh dan mendidik anak generasi ini. Nah, berikut tips mengasuh dan mendidik anak generasi alpha:
1. Generasi alpha paham tentang teknologi digital, sehingga sebagai pendidik penting untuk mengikuti dan memahaminya. Semakin baik kita melakukannya, mereka akan semakin menganggap gurunya relevan.
2. Hari-hari menjadi pendidik otoriter sudah tidak relevan. Anak generasi alpha tak dapat diasuh dengan cara tersebut. Cobalah untuk mengajari, mengasuh, dan mendidiknya dengan dinamika saat ini. Meski begitu, bukan berarti seorang guru akan mengatakan “ya” untuk semua keinginan mereka.
3. Sebelum mengizinkan anak menggunakan gadget, orang tua dan guru harus mengetahui dengan jelas apa yang baik dan tidak di internet. Beri tahu juga pada anak terkait kelemahan teknologi, serta risiko yang dapat membahayakannya.
4. Orang tua dan guru perlu menerapkan aturan waktu penggunaan gadget secara jelas sebelum anak dapat mengaksesnya.
5. Stimulasi otak generasi alpha diasah melalui teknologi. Namun guru dan orang tua juga perlu memperhatikan dan mengasah emosi dan perasaan anak.
6. Sebagian besar interaksi dan hubungan mereka akan dilakukan secara online. Jadi guru dan orang tua bertugas mengajarkan tentang ketahanan dan kasih sayang, sehingga mereka akan berkembang secara emosional.
7. Jadilah panutan bagi murid dan biarkan mereka memilih seberapa banyak kualitas guru yang ingin ditirunya.
8. Menyeimbangkan waktu antara materi pembelajaran tanpa dan dengan gadget. Modifikasi materi kekinian membuat mereka tertarik. Untuk itu, guru harus berinovasi.
Setiap generasi memiliki masalahnya sendiri. Setiap kelompok generasi memiliki gayanya sendiri. Selaku pendidik, kita harus mampu hidup di tiap generasi bersama dengan gaya mereka. Tetap menjadi mata dan hati bagi generasi yang ada di kelas kita. Semangat untuk semua guru Indonesia!
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!