Profesi pekerja sosial di Indonesia saat ini belum sepopuler dokter, insinyur, psikolog, serta profesi lainnya. Namun profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Profesi ini dapat dilakukan di berbagai tempat layanan seperti Balai Besar Kesejahteraan Sosial, Lembaga Kesejahteraan Sosial, Rumah Sakit Jiwa, dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengalaman saya sebagai praktisi pekerja sosial selama kurang lebih 24 tahun di beberapa panti sosial di Jawa Barat dan di rumah sakit jiwa, ingin mengingatkan kesadaran tentang pentingnya profesionalisme dalam menjalankan tugas pertolongan.
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pekerjaan Sosial, Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Kegiatan pertolongan dimaksudkan untuk membantu seseorang baik individu, kelompok maupun masyarakat yang mengalami permasalahan sosial seperti kemiskinan, keterlantaran, disabilitas, kenakalan anak termasuk anak yang berhadapan dengan hukum, permasalahan kekerasan terhadap anak, dan lain sebagainya yang menyebabkan terganggu fungsi sosialnya. Pendekatan pekerjaan sosial memberikan pertolongan untuk mengembalikan fungsi sosialnya agar ia dapat melaksanakan peran-perannya kembali di masyarakat seperti: mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, tidak dikucilkan oleh masyarakat, dan bagi anak-anak yang mendapatkan kekerasan dapat memperoleh perlindungan sosial maupun perlindungan hukum.
Dalam penyelenggaraan praktik tersebut menuntut profesi utama sebagai pekerja sosial, yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi.
Dalam Permensos Nomor 14 Tahun 2020, Tentang Standar Praktik Pekerjaan Sosial, ada tiga hal utama untuk menjaga profesionalitas pertolongan, antara lain:
KetersediaanStandar Operasional Prosedur (SOP)
Standar operasional prosedur merupakan serangkaian instruksi tertulis yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk melaksanakan pelayanan yang efektif. Dalam SOP Pekerjaan Sosial, terdapat lima tahapan pertolongan yang harus dilakukan oleh pekerja sosial seperti berikut ini.
Tahap pendekatan awal, merupakan kegiatan mensosialisasikan program layanan yang dilakukan pada saat penerimaan atau penjangkauan calon klien. Kemudian dilanjutkan kontrak layanan jika klien memenuhi persyaratan.
Tahap asesmen, melalui wawancara mendalam dan observasi untuk menggali informasi tentang masalah, kebutuhan, potensi diri dan sumber-sumber, untuk memfokuskan rencana intervensi.
Tahap rencana intervensi, untuk menetapkan tujuan pelayanan, membuat skala prioritas kebutuhan klien, mengidentifikasi sistem sumber dan stakeholders terkait, mengidentifikasi lembaga rujukan yang akan digunakan bekerja sama.
Tahap intervensi, merupakan pelaksanaan rencana intervensi untuk perubahan diri klien, yang ditampilkan oleh pekerja sosial melalui peran-perannya.
Tahap evaluasi, rujukan, sampai dengan terminasi. Evaluasi dilakukan untuk melihat dampak layanan; rujukan sebagai kegiatan mengalihkan ke layanan lain jika diperlukan; dan terminasi dilakukan jika klien dinilai sudah mandiri.
Mengikuti Standar Kompetensi Pekerja Sosial
Standar Kompetensi Pekerja Sosial adalah rumusan kemampuan kerja mencakup aspek pengetahuan, keterampilan/keahlian serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki pekerja sosial dalam menjalankan tugasnya. Seorang pekerja sosial dianggap kompeten jika ia memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan dari lembaga Sertifikasi Profesi Pekerjaan Sosial (LPSPS), selanjutnya dilakukan registrasi di lembaga Ikatan Pekerja Sosial Indonesia (IPSPS). Dan jika memenuhi persyaratan maka akan memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) yang dapat digunakan untuk menjalankan praktik.
Sebagai anggota Profesi di IPSPI, maka pekerja sosial wajib mematuhi kode etik profesi yang telah diterbitkannya yaitu “KODEPEKSOS”. Hal tersebut digunakan sebagai landasan berpijak bagi pekerja sosial dalam mengatasi persoalan-persoalan etika terkait hubungannya dengan klien, rekan sejawat di lembaga tempat ia dipekerjakan.
Mengikuti Standar Layanan
Profesionalitas dapat terjaga jika ketersediaan standar layanan yang ada dipahami dan digunakan oleh pekerja sosial dalam menjalankan tugas. Standar layanan yang harus tersedia meliputi dasar hukum penyelenggaraan layanan, sarana dan prasarana, jumlah dan kualifikasi pelaksana, pengawasan internal, jaminan keamanan dan keselamatan layanan dan lain-lainnya, termasuk informasi tentang layanan kelembagaan yang perlu diketahui masyarakat.
Profesi pekerjaan sosial sudah mulai berkibar dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerjaan Sosial, dan Permensos Nomor 19 Tahun 2020 tentang Standar Praktik Pekerjaan Sosial. Kedua peraturan tersebut sebagai bukti bahwa pekerjaan sosial sebagai profesi telah sejajar dengan profesi lain.
Bagi para pekerja sosial, banggalah dengan profesimu karena keberadaan Anda dinantikan oleh masyarakat khususnya yang memiliki keterbatasan. Kerja keras Anda tak tampak di permukaan, namun ada di hati sanubari masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
BRAVO PEKERJA SOSIAL INDONESIA!
Ditulis oleh Umi Badri Yusamah (Pusdiklat Kesejahteraan Sosial)