Pemerintah memperbolehkan instansi merekrut tenaga alih daya (outsourcing).
Jadi sebagai gantinya, tenaga honorer yang sudah dihapus bisa dipekerjakan sebagai outsourcing sesuai kebutuhan di masing-masing instansi.
Sebelumnya, Tenaga non ASN yang terancam kehilangan pekerjaan pada 2023 diusulkan untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Tentunya ini menjadi kabar menggembirakan bagi para tenaga honorer, yang terancam kehilangan pekerjaan pada tahun 2023 ini, sesuai dengan skema dari pemerintah pusat.
Skema dimaksud sama dengan keinginan Pemerintah Daerah (Pemda). Di mana tenaga non ASN bisa diangkat menjadi CPNS atau PPPK.
Pemerintah daerah (Pemda) mengapresiasi program pemerintah pusat untuk mengangkat honorer menjadi CPNS maupun PPPK.
Pemda mengusulkan agar honorer yang akan diangkat menjadi CPNS maupun PPPK ditanggung gajinya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Komisariat V Se-Kalimantan, Khairul mengatakan, selama ini tenaga honorer telah membantu pemerintah daerah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
“Tenaga honorer ini menjadi satu bagian yang menjadi tulang punggung kita,” kata Khairul dalam RDPU dengan Komisi IX, dikutip Pojoksatu.id, Selasa 29 November 2022.
Khairul mengatakan, APEKSI mengusulkan pengangkatan tenaga honorer secara langsung tanpa seleksi. Seperti yang terjadi pada tahun 2006 lalu.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dengan masa kerja tertentu.
“Misalkan (masa kerja) di atas 10 tahun atau di atas 5 tahun, dengan catatan mengubah regulasi yang semula penganggaran dari daerah menjadi penggaran dari pusat,” ujar Khairul.
Adapun bagi tenaga honorer yang masa kerjanya di bawah 5 tahun, sambung Khairul, diangkat menjadi PPPK.
“Tenaga non ASN yang belum memenuhi masa kerja tersebut dilakukan seleksi P3K tanpa melihat kualifikasi atau jurusan pendidikan,” ujarnya.
Seleksinya, masih kata Khairul, hanya dengan mempertimbangkan strata ijazah untuk jabatan-jabatan yang dibutuhkan.
Lebih lanjut Khairul menyatakan, tenaga honorer sangat membantu pemerintah daerah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan selama ini.
“Tenaga honorer ini menjadi satu bagian yang menjadi tulang punggung kita,” tegasnya.
Khairul pun mengatakan alasan mengapa Pemda tetap mengangkat tenaga honorer meski ada larangan pengangkatan non ASN.
Menurutnya, pemerintah pusat melarang pengangkatan honorer, tetapi juga melakukan moratorium pengangkatan PNS.
“Dalam beberapa tahun di beberapa kota di Indonesia ini memang ada moratorium pengangkatan PNS,” terangnya.
Dampaknya, kekosongan jabatan banyak terjadi lantaran tidak sedikit PNS yang masuk masa pensiun. Guna mengisinya, maka Pemda terpaksa merekrut tenaga non ASN.
“Tentu ada kebijakan pengangkatan honorer di masing-masing daerah, tenaga honorer mengisi kekosongan PNS,” kata Khairul.
Pria yang juga Wali Kota Tarakan itupun menyoal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
PP tersebut mengamanatkan penyelesaian honorer paling lama 5 tahun sampai dengan 28 November 2023. Tapi hal itu tidak dibarengi dengan pengangkatan CPNS.
“Selama masa transisi 5 tahun tidak dibarengi dengan pengangkatan PNS. Pembukaan formasi sangat terbatas,” cetus Khairul.
Ia mencontohkan Pemerintah Kota Tarakan, yang tidak mendapatkan formasi CPNS sejak tahun 2010.
“Tarakan itu kalau enggak salah pengangkatan PNS-nya 2010 terakhir, 12 tahun yang lalu,” ucapnya.
Padahal, tandas Khairul, banyak PNS yang memasuki masa pensiun. Akhirnya, Pemda terpaksa melakukan pengangkatan honorer untuk mengisi jabatan PNS yang kosong.
“Guru, tenaga kesehatan, dan tenaga umum lainnya banyak yang pensiun. Kan enggak bisa enggak diganti ini. Tapi enggak ada PNS-nya, mau enggak mau daerah membijaki dengan mengangkat tenaga honorer,” tandas Khairul.
Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya