Oleh Muhtar Arifin
Pengajar di Ma’had Ali Al-Furqon, Magelang.
“Pusing nih, harus belajar aplikasi baru untuk mengajar!”
“Sekarang mengajar harus repot!”
Demikianlah perkataan sebagian pengajar ketika akan mengajar di awal-awal pandemi.
Tidak sedikit dari para guru yang merasa kesulitan ketika akan mengajar, karena harus mengubah cara mengajarnya. Apalagi bagi seorang guru yang telah lanjut usia, maka akan merasa lebih kerepotan lagi menghadapi pembelajaran daring ini.
Meskipun pembelajaran jarak jauh ini banyak rintangannya, akan tetapi sudah sepantasnya sebagai seorang guru memiliki positive thinking menghadapi pengajaran era pandemi ini. Dengan demikian, seorang guru, akan merasa optimis dan semangat menerima takdir Allah ta’ala yang berupa pandemi ini.
Berikut ini adalah 3 pesan positif yang disampaikan oleh pandemi Corona ini untuk seluruh guru.
Pandemi Menjadi Motivasi Pengembangan Diri
Seorang guru harus dapat mengajar dalam keadaan bagaimanapun, termasuk dalam kondisi pandemi. Kondisi ini menuntut guru untuk dapat memakai aplikasi-aplikasi yang dapat memaksimalkan pengajaran. Di antara aplikasi tersebut adalah Zoom, Google Meet, dan sebagainya. Dengan demikian, maka seorang pengajar berusaha untuk mengembangkan diri dengan belajar pengetahuan baru yang selama ini belum pernah dipelajarinya.
Kondisi ini memang menjadi sebuah motivasi kuat untuk kemajuan seorang guru secara pribadi. Berawal dari kondisi ini memberikan inspirasi untuk guru selalu meningkatkan diri.
Menjadi seorang guru memang sudah selayaknya tidak berhenti belajar, bahkan sudah sepantasnya untuk selalu belajar sampai kapanpun. Mengembangkan dan memperbaiki diri adalah tugas sepanjang hayat sesuai dengan kondisi masing-masing. Ayat yang pertama kali turun pun memerintahkan kita agar belajar yakni dengan perintah untuk membaca.
“Bacalah dengan nama Rabbmu yang telah menciptakan” (QS. Al-‘Alaq : 1).
Ayat tersebut bisa menjadi motivasi bagi kita para guru untuk senantiasa belajar.
Sementara itu dalam kitab At-Tarbiyatul Islamiyyah: al-Ushuul wat Tathbiiqaat, (hlm. 132) dijelaskan bahwa Amr bin Utbah memberi wasiat kepada seorang pendidik yang akan mengajari anaknya. Di antara wasiatnya adalah: “Jadikanlah awal perbaikan yang engkau lakukan untuk anakku adalah perbaikan dirimu sendiri.”
Ini adalah sebuah wasiat mulia yang menjadi motivasi bagi seorang pendidik untuk memulai mengembangkan dirinya sendiri sebelum memberikan pengembangan kepada anak didiknya.
Dan dari kondisi yang ada dalam pandemi ini muncul berbagai kreativitas dari seorang guru. Berbagai kemampuan yang belum terasah sebelum pandemi, tetapi ternyata pandemi dapat menjadi sebab munculnya banyak kemajuan tersebut.
Pandemi Menjadi Sarana Latihan Manajemen Emosi
Dalam keadaan pandemi ini, ketika seorang guru mengajar, maka biasanya akan mendapati beberapa perkara yang dapat menyulut emosi. Di antaranya adalah adanya keterlambatan peserta didik menghadiri kelas online; sudah waktunya masuk akan tetapi tidak segera masuk. Sikap seperti itu sangat mengganggu ketertiban kelas serta dapat memancing emosi seorang guru.
Ada juga peserta didik yang sulit dihubungi karena kendala sinyal. Ia tinggal di daerah minim sinyal, akhirnya dalam pembelajaran online yang sedang berlangsung, ia keluar masuk Zoom. Dengan demikian, komunikasi antara pengajar dengan peserta didik kadang tersambung, kadang tidak. Ini juga dapat menjadikan emosi seseorang pengajar kurang stabil. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjadikan seorang guru merasa jengkel.
Ketika seseorang merealisasikan positive thinking, maka akan menyadari bahwa pandemi ini merupakan ujian melatih kesabaran. Adapun kesabaran sendiri merupakan nilai yang amat mulia. Untuk mempraktikkannya secara sempurna tidak mudah kecuali dengan selalu melatihnya dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, hikmah yang besar di balik pandemi ini adalah latihan kesabaran pendidik. Seseorang guru sudah pasti akan dihadapkan dengan berbagai problema. Ini menuntut seorang guru untuk memaksa diri bersabar menghadapinya, meskipun jika dirasakan amat berat dan sulit, kecuali jika Allah ta’ala memberikan pertolongan.
Sulitnya bersabar ini telah diisyaratkan oleh Nabi dalam sabdanya: “Shalat adalah Nur (cahaha), sedekah adalah burhan, dan kesabaran adalah dhiya’ (sinar)”. (HR. Muslim).
Terdapat perbedaan antara nur (cahaya) dan dhiya’ (sinar). Cahaya dhiya’ dapat menjadikan mata silau dan tersiksa ketika melihatnya lama-lama, sedangkan nur ketika dilihat dalam waktu yang lama tidak menjadikan sakit pada mata. Artinya, cahaya kesabaran itu lebih terang dari yang lainnya karena dalam mempraktikkan kesabaran merupakan perkara yang amat berat bagi jiwa seseorang.
Kesabaran tidak akan datang dengan tiba-tiba, akan tetapi bisa didapatkan lewat sebuah proses yang tidak ringan. Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam –bersabda: “Barangsiapa berusaha memaksa diri untuk bersabar, maka Allah akan menjadikannya sebagai orang yang sabar” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan bersabar ini, seseorang akan dapat meraih pahala yang tidak terhingga dari Allah ta’ala. Hal itu sebagaimana yang termaktud dalam firman-Nya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan diberikan pahalanya tanpa ada hitungan”. (QS. Az-Zumar: 10).
Pandemi Mendidik Guru Mengajar dengan Hati.
Umar bin Dzar berkata kepada ayahnya: “Wahai Bapakku, mengapa apabila Engkau menasihati manusia, mereka segera menangis, sedangkan jika orang lain menasihati, mereka tidak menangis?”
Ayah beliau menjawab: “Wahai anakku, tidak lah seorang wanita meratap yang ditinggal mati oleh anaknya sama seperti seorang wanita meratap yang diberikan upah (Hilyatut Thalibil Ilm, hlm. 11).
Kisah di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang mengatakan suatu perkataan yang benar-benar dari hatinya, maka perkataan tersebut akan dapat masuk ke dalam hati orang yang mendengarkannya. Sedangkan apabila suatu perkataan hanya keluar dari lisan, maka tidak akan masuk ke dalam hati secara sepenuhnya.
Dalam masa pandemi ini, berbagai halangan dialami oleh seorang guru tatkala mengajar. Halangan tersebut berupa lemahnya jaringan, keterbatasan kemampuan sebagian guru dalam mempergunakan aplikasi pembelajaran, dan sebagainya. Adanya halangan tersebut, tidak semestinya menjadikan penghalang dalam menyampaikan materi dan nasihat kepada para peserta didik.
Ketika sang guru memiliki keikhlasan yang tinggi dalam mengajar, maka meskipun sedikit, apa yang disampaikan akan dapat membekas di hati para peserta didik.
Dengan niat ikhlas karena Allah ta’ala saat mengajar, ilmu yang disampaikan pasti akan menjadi berkah dan akan menjadi amalan yang besar di sisi Allah ta’ala meskipun secara kuantitas barangkali amat kecil.
Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Mubarok: “Betapa banyak amalan yang kecil lalu menjadi besar disebabkan oleh niatnya, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil disebabkan oleh niatnya” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 1/71).
Inilah di antara pesan hikmah yang bisa kita ambil dari kondisi pandemi corona ini dan bisa memberikan kebaikan kepada para guru. Semoga Allah memberikan keberkahan, kemudahan dan taufiq dalam setiap langkah kita. Sehingga setiap amalan yang kita lakukan di samping bernilai di dunia, juga bernilai pahala di akhirat yang kekal.
Dapatkan info terbaru dan ikuti seminar atau diklat untuk guru secara gratis yang dapat menunjang profesionalitas serta kompetensi dengan cara menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!