Prestasi siswa inklusi – Sekolah di Indonesia sekarang dirancang untuk sekolah inlusi yang mana sekolah yang dimaksud adalah sekolah inklusi yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Hampir setiap jenjang kelas ada siswa berkebutuhan khusus. Begitu pula dengan siswa kelas 6c, terdapat dua siswa berkebutuhan khusus. Dari hasil assessment dinyatakan bahwa kedua siswa berkebutuhan khusus tersebut adalah anak slow learn atau lambat belajar.
Siswa yang satunya, meskipun slow learn tapi anak dan orangtuanya sangat bersemangat untuk belajar. Berbeda dengan siswa inklusi lain yang bisa kita sebut namanya Reyfan. Ketika sampai sekolah dia lebih sering tidur. Bahkan sering juga dia tidak masuk. Beberapa kali gurunya menelpon orangtuanya menanyakan mengapa Reyfan tidak sekolah, baru setelah ditelpon besoknya dia ke sekolah. Datang ke sekolah pun tanpa membawa buku tulis dan pulpen. Tidak jarang guru pembimbing khususnya memberikan buku dan pensil kepadanya.
Ketika ada surat tentang lomba anak berkebutuhan khusus tingkat SD dan SMP. Seorang guru diajak berdiskusi dengan guru pendamping khusus atau GPK di sekolah tersebut. Kira-kira siapa saja yang diikutkan lomba menggambar, bermain dark dan membuat karya dari daur ulang.
Akhirnya dengan beberapa pertimbangan seperti motorik dengan berat hati gurunya memilih Reyfan untuk mengikuti lomba daur ulang.
Akhirnya dengan beberapa kali latihan ternyata diluar dugaan Reyfan mendapat juara 1 lomba daur ulang ABK tingkat SD dan SMP tingkat Kabupaten. Kegembiraan luar biasa kami rasakan anak yang suka tertidur di kelas ternyata memilki bakat yang terpendam, dia juga mendapat juara 3 lomba mewarnai di sekolah. Semenjak dia mendapat juara, diapun rajin datang ke sekolah.
Dari sini kita bisa menyimpulkan jangan sekali-kali memandang rendah anak berkebutuhan khusus karena sebenarnya dia memiliki bakat lain. Tinggal bagaimana kita menggali bakat dan potensi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut agar dapat berprestasi dan menjadi bekal dalam hidupnya kelak.
Pendidikan Inklusi dapat mencegah diskriminasi pada anak berkebutuhan khusus
Tidak lupa juga bahwa sekolah inklusi atau pendidikan inklusif dapat mencegah tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh siswa lain.
Pendidikan inklusif menjadi salah satu upaya perbaikan mutu sekolah untuk mempromosikan pendidikan dasar yang berkualitas untuk semua anak. Tidak hanya berfokus pada peserta didik pada umumnya tapi juga peserta didik yang memiliki keterbatasan dari segi latar belakang ekonomi maupun perbedaan kemampuan, dan salah satunya pada anak berkebutuhan khusus.
Warga sekolah perlu membangun lingkungan kondusif dan toleran terhadap perbedaan sehingga proses pembelajaran peserta didik menjadi lebih optimal dan tanpa diskriminasi.
“Saya sangat mengapresiasi kepada satuan pendidikan sekolah dasar yang sudah melaksanakan pendidikan inklusif. Terimakasih saya ucapkan kepada kawan-kawan kepala sekolah khususnya kawan-kawan dari dinas pendidilan kabupaten/kota yang sudah mendorong, mengadvokasi, memfasilitasi, serta mendampingi kawan-kawan di satuan pendidikan untuk siap menjadikan sekolahnya sebagai sekolah yang inklusif,” ujar Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd dalam webinar yang diselenggarakan oleh Direktorat Sekolah Dasar,
Penerapan pendidikan inklusif di tingkat satuan pendidikan selain adanya kesiapan guru juga harus ada kesiapan fasilitas pendidikan. Oleh karenanya dengan tegas Sri Wahyuningsih mengatakan pemerintah harus mendorong agar setiap satuan pendidikan memiliki kepekaan terhadap pelayanan pendidikan inklusif, ada ataupun tidak ada peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Center of Studies on Inclusive Education Sekolah Tumbuh menambahkan, sebagai sekolah inklusif pihaknya terus belajar salah satunya adalah dari buku Index for Inclusion. Dalam buku tersebut ada tiga hal untuk membangun sekolah dengan pendidikan inklusi. Yaitu kebijakan, kultur atau budaya inklusif kemudian ada praktek inklusif.
“Paling utama dari tiga hal itu menurut kami yang paling mendasari adalah yang membangun budaya positif dan saling menerima. Karena sebagai guru saya kerap menemukan anak-anak yang sangat beragam. Kemudian yang pertama saya lakukan adalah saya mencoba mengenali mereka semua itu dengan baik melalui ngobrol dengan orang tuanya dan juga dengan assessment center,” ujar S. Widyastuti.
Penulis: WDS