Implementasi Kurikulum Medeka – Upaya untuk menguatkan pengembangan kompetensi dan karakter telah dimulai bahkan sejak awal tahun 2000an, dengan adanya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Tujuan dari Kurikulum Merdeka tidak berubah, namun strateginya dikuatkan lagi, diantaranya melalui pengintegrasian model pembelajaran melalui projek ke dalam struktur kurikulum.
Dengan masuknya pembelajaran projek dalam struktur kurikulum, kegiatan yang berorientasi pada kompetensi umum (general competencies, transversal skills) dan pengembangan karakter ditempatkan sebagai bagian dari proses pembelajaran yang wajib dilakukan seluruh peserta didik.
Kebijakan lain yang telah diinisiasi oleh kurikulum-kurikulum sebelumnya pun diteruskan dan dikuatkan dalam Kurikulum Merdeka. Diantaranya adalah penguatan literasi dasar di PAUD dan SD kelas awal.
Kebijakan ini diteruskan, dan beberapa masalah pembelajaran literasi dini (early literacy) dicoba untuk diatasi melalui penguatan kegiatan bermain-belajar berbasis buku bacaan anak.
Selain itu kebijakan yang dikuatkan terus adalah penguatan literasi teknologi, literasi finansial, kesadaran kondisi lingkungan, penguatan pembelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasi di jenjang SMA, serta penguatan pelajaran Bahasa Inggris di jenjang SD.
Pada kajian tentang implementasi kurikulum baru di beberapa negara berkembang di Asia dan Afrika, inovasi yang diperkenalkan sebaiknya tidak terlalu jauh dari kebijakan yang ada saat ini, masih berada dalam apa yang disebut sebagai “zone of feasible innovation” atau zona di mana suatu inovasi masih memungkinkan untuk diterapkan.
Perubahan yang tidak drastis akan membantu memudahkan proses implementasi atau proses belajar guru. Prinsip ini juga membantu perancang untuk mengidentifikasi lebih jeli tentang apa yang sebenarnya memang perlu diubah, sebelum menawarkan ide-ide baru dalam perancangan kurikulum.
Kurikulum Merdeka juga melanjutkan cita-cita kurikulum-kurikulum sebelumnya untuk berfokus pada pengembangan kompetensi dan karakter.
Istilah “fokus” memiliki makna memusatkan perhatian pada materi pelajaran atau konten yang lebih sedikit jumlahnya agar pembelajaran dapat lebih mendalam dan lebih berkualitas.
Prinsip ini menjadi penting karena di banyak negara berkembang masalah pembelajaran umumnya terjadi karena kurikulum yang terlalu ambisius, yaitu kurikulum yang padat akan materi-materi pelajaran sehingga harus diajarkan dengan cepat (“too much, too fast”).
Kajian yang dilakukan Pritchett dan Beatty menunjukkan bahwa di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, materi pelajaran yang begitu padat membuat guru terus bergerak cepat menyelesaikan bab demi bab, konsep demi konsep, tanpa memperhitungkan kemampuan siswa memahami konsep yang telah dipelajarinya.
Menurut temuan mereka, hal ini bukan karena guru tidak menghiraukan kemampuan anak dalam belajar, tetapi karena mereka dituntut untuk menuntaskan materi ajar.
Halaman berikutnya
Mengurangi materi atau konten kurikulum..
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya