Program Induksi adalah sarana bagi guru pemula untuk penyesuaian diri dalam mengimplementasikan metode maupun model-model pembelajaran untuk dipraktikkan dalam kontek pembelajaran sesungguhnya di sekolah baik itu dilakukan secara luring maupun secara daring. Sekaligus sebagai bahan perbandingan untuk menemukan model atau konsep pengembangan pembelajaran yang inovatif.
Program Guru Induksi pada intinya melakukan pengembangan kompetensi pengelolaan pembelajaran yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Kompetensi pembelajaran yang dikembangkan adalah fokus pada empat kemampuan dasar sebagai tenaga pendidik, yaitu; dapat memahami karakteristik siswa, penguasaan materi mata pelajaran yang diajarkan, melakukan pembelajaran pendidikan karakter dan dapat mengembangkan kecerdasan personal, sosial dan profesional.
Menjadi guru induksi di SMA Negeri 1 Alas, yang sudah menerapkan Lesson Study Berbasis Sekolah, tentunya merupakan pengalaman berharga yang tak ternilai harganya, walaupun pada awalnya merasa kikuk (nervous), karena diawasi guru pendamping sebagai observer, kepala sekolah sebagai penanggung jawab program dan pengawas pembina sebagai penanggung jawab teknis kegiatan tentu akan berdampak pada guru induksi untuk melakukan persiapan pembelajaran yang optimal.
Seiring waktu berjalan, ternyata Lesson Study itu mengasyikkan. Tugas mengajar seakan menjadi agak ringan karena disirami oleh masukkan saran, kritik yang bersifat konstruktif yang dapat memompa semangat untuk tampil lebih baik lagi demi kesuksesan pembelajaran peserta didik.
Transformatif pembelajaran Lesson Study, tidak mencari-cari kesalahan, maupun kelemahan dari seorang pendidik adalah kata kunci sukses renovasi menuju pembelajaran yang lebih baik. Keterbukaan, jiwa besar, keikhlasan melaksanakan tugas dan menerima kritikan akan membentuk karakter guru pejuang, kreatif dan inovatif.
Pengembangan Keprofesionalan Transformatif: Lesson Study
Lesson Study adalah terjemahan dari kata-kata Jepang Jugyou (instruksi, pelajaran, atau Lesson) dan kenkyuu (riset atau study). Istilah jugyou kenkyuu meliputi suatu keluarga besar dari suatu strategi peningkatan pembelajaran, dengan corak kebersamaan adanya pengamatan pembelajaran di kelas langsung oleh sekelompok guru, yang mengumpulkan data tentang proses pembelajaran dan kemudian secara kolaboratif menelitinya (Lewis dan Tsuchida, 1997).
Lesson Study berprinsip bahwa proses berangsur-angsur yang terus-menerus akan mampu mendobrak budaya mengajar yang telah mengakar, jika didukung data hasil observasi kelas sebenarnya. Asupan hasil analisis data dari kelas sebelumnya menjadi sangat penting.
Lesson Study mendorong guru untuk melibatkan diri dalam suatu proses berulang-ulang mengkonstruksi, mendekonstruksi, dan merekonstruksi pembelajaran, dan menghasilkan rencana pembelajaran milik bersama. Semua kegiatan ini telah mengarahkan guru ke dalam dunia penelitian, dengan menggunakan kelas sebagai laboratorium—di mana mereka membuat hipotesis, menguji, mengevaluasi, dan meninjau kembali, seperti halnya kerja seorang ilmuwan.
Tidak ada metode dan model pembelajaran sempurna yang dapat menjawab semua persoalan pembelajaran di kelas, tetapi tidak ada kata tidak bisa untuk sebuah perbaikan dan pengembangan. Pembelajaran harus dilakukan melalui pengkajian yang terus menerus sehingga dicapai kata baik dan lebih baik lagi. Pengembangan dilakukan untuk menentukan solusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang semakin lama semakin lebih baik.
Obyek atau sasaran dari kajian pembelajaran yang akan dilakukan, dapat meliputi: materi ajar, metode/strategi/pendekatan pembelajaran, LKM (lembar Kerja Mahasiswa) atau LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik), Media pembelajaran, setting kelas dan asesmen. Pengkajian yang dilakukan secara kolaboratif memungkinkan untuk mendapatkan masukkan perbaikkan sehingga meningkat kualitas pembelajaran.
Prinsip kolegalitas dan mutual learning (Saling belajar) diterapkan dalam kolaborasi ketika melaksanakan Lesson Study. Peserta dari Lesson Study tidak boleh merasa superior (paling bisa) atau inferior (merasa rendah diri) tetapi semua peserta memiliki tujuan saling belajar.
Narasumber dalam Lesson Study harus bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur. Sebagai fasilitator harus mampu memotivasi peserta untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga peserta dapat berkembang secara bersama-sama.
Dalam melaksanakan Lesson Study ditekankan pada tiga tahap, yaitu Plan (merencanakan atau merancang), do (melaksanakan), dam see (mengamati), dan sesudah itu merefleksikan hasil pengamatan. (Sutopo dan Ibrohim, 2006).
Tiga Tahap Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study
Model Lesson Study Berbasis Sekolah dapat dikemukakan di sini.
Tahap Plan adalah perencanaan, di mana tim pemandu teknis dari tim guru pengembang sekolah bertemu dan mendiskusikan tujuan jangka panjang untuk siswa (masa depan siswa) dan obsesi tim guru pengembang tentang mutu siswa. Misalnya pada 5 tahun mendatang sebagai dasar perumusan dan pengembangan akademik, sosial, etik, dan lain-lain untuk siswa. Kemudian berdasarkan data hasil evaluasi guru tentang keadaan siswa selama ini, tim guru menemukan suatu ‘kesenjangan’. Sehingga dapat menentukan apa yang masih perlu dikembangkan dan dipelajari oleh siswa. Tim memilih tema studi dan merumuskan keterampilan akademik apa yang akan membuat siswa mampu meningkatkan mutu belajarnya.
Selanjutnya adalah penentuan bidang studi dan pengembangan satuan pelajaran. Pada tahapan ini tim mengkaji dan merefleksi pada standar isi setiap topik yang telah diajarkan. Pada topik-topik sebelumnya ikut dipertimbangkan, seperti berapa nilainya; apa yang diharapkan mereka kuasai di kelas; apa yang akan mereka pelajari; selanjutnya apa yang akan guru lakukan untuk menolong mereka mempersiapkan kesuksesan nanti; apakah standar isi dapat diterima; dan apa yang akan cocok dengan perkembangan siswa.
Langkah terakhir dari tahap ini adalah pengembangan rencana pembelajaran yang memperlihatkan tujuan dari satuan pelajaran. Agar langkah ini lebih efektif, biasanya guru mengacu pada rencana pembelajaran yang sudah ada, kemudian diperbaiki sesuai dengan sasaran baru yang diharapkan.
Rencana pembelajaran ini dibuat untuk beberapa pokok bahasan yang akan diajarkan dalam beberapa minggu ke depan.
Tahap Do, pengimplementasian rencana pembelajaran di kelas oleh seorang guru sukarela. Guru lain dari tim ini juga berada di kelas dan melakukan pengamatan, pengumpulan data dan pencatatan pembelajaran yang terjadi.
Pembelajaran terbuka, yang berbasis rencana pembelajaran kajian kolaboratif tim guru, disebut kenkyuu jugyou (Research Lesson). Research Lesson memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan kelas umumnya (Lewis dan Tsuchida, 1998), yaitu bahwa Research Lesson: diamati oleh guru lain, direncanakan dengan teliti oleh tim guru berkolaborasi, terfokus; diteliti, diamati dan dicatat; serta didiskusikan.
Research Lesson dalam sekolah memiliki sifat tertutup untuk guru dari luar. Tim guru semuanya dari sekolah itu sendiri dan melakukan pertemuan secara teratur, misal sebulan sekali. Selain itu ada yang bersifat terbuka, yaitu Research Lesson publik, seperti model MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Research Lesson ini terbuka untuk siapa saja.
Tahap See, kegiatan pasca-pelajaran terdiri dari dua kegiatan pokok: diskusi pembelajaran yang sudah terjadi dan konsolidasi belajar. Kegiatan pada tahap akhir ini merupakan kegiatan refleksi, di mana guru yang baru selesai mengajar mendapatkan kesempatan untuk tampil pertama dalam diskusi dan mengungkapkan pengalaman mengajarnya, termasuk kesulitan-kesulitan yang ia rasakan pada pelajaran ini.
Karena pelajaran ini sudah milik bersama dari awal, diskusi pembelajaran yang telah terjadi ini berlangsung penuh kesejawatan, terutama terpusat pada data yang telah dikumpulkan oleh anggota tim yang mengamati pembelajaran.
Implementasi Lesson Study oleh Tim Guru Pengembang dan Guru Induksi di SMA Negeri 1 Alas.
Inti proses Lesson Study adalah (1) proses ini berpusat pada siswa, (2) guru berkesempatan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, (3) guru bekerja secara kolaboratif, (4) proses antar guru yang saling menghargai satu dan lainnya dan antar guru dan pendidik guru, dan (5) proses langsung disesuaikan dengan KTSP dan berbasis Standar Isi (SI) dan Standar Kelulusan (SKL).
Kegiatan Lesson Study di SMA Negeri 1 Alas, guru pendamping sebagai tim pengembang yang sudah lebih berpengalaman dalam pelaksanaan Lesson Study, dengan menempuh langkah praktis dan konkret, mulai dari kesepahaman dan kesepakatan bentuk kegiatan pembelajaran yang diinginkan guru induksi, sehingga diperoleh kepahaman dan kesepakatan bahwa bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah menggunakan pembelajaran dengan Lesson Study. Yang bertindak sebagai guru model awal adalah guru pendamping sendiri dan guru pemula (induksi) yang menjadi observer. Kemudian secara bergantian dilanjut oleh guru induksi dan guru pendamping guru menjadi observer.
Plan. RPP, bahan ajar, media pembelajaran, diserahkan kepada guru induksi sebagai guru model yang sebelumnya sudah mendapat legitimasi dari kepala sekolah dan guru pendamping Lesson Study, dalam arti bahwa apa yang akan ditampilkan nantinya benar-benar dapat direalisasikan dan akan disempurnakan lagi pada saat refleksi.
Do dan See. Guru induksi sebagai guru model dan guru pendamping sebagai observer menjalankan peran masing-masing saat pembelajaran berlangsung. Guru model menyajikan pelajaran sesuai dengan plan yang dibuat, kemudian observer lewat pengamatan, mencatat aktivitas siswa mulai dari kegiatan awal, inti dan penutup.
Penulis sendiri sebagai penanggung jawab program secara tidak langsung ikut memantau sebagai observer terhadap suksesnya program guru induksi di sekolah. Menjadi guru model maupun observer sama menarik dan uniknya. Menilai atau dinilai ibarat koin mata uang logam, dua sisi berbeda tetapi membentuk satu kesatuan nilai yang tak terpisahkan..
Refleksi. Moderator dalam hal ini kepala sekolah, memimpin jalannya refleksi yang dimulai dari moderator selaku penanggung jawab program, dilanjutkan ke guru pendamping sebagai observer, dan terakhir diminta tanggapan guru induksi sebagai guru model atas masukan-masukan yang masih dirasa kurang dan perlu disempurnakan lagi.
Penulis sebagai kepala sekolah selaku penanggung jawab program , sangat bersyukur lewat kritik dan saran konstruktif dari observer dan guru model ,dapat memetik pelajaran berharga untuk membenahi diri bagi perbaikan program berikutnya serta pembelajaran berikut yang lebih baik.
Lesson Study Tidak Berarti tanpa Kelemahan
Dari perspektif guru, akibat terlalu fokus pada siswa dan proses kegiatan belajar mengajar melalui proses ligitimasi yang panjang, sehingga memberikan kesan prosesnya menjadi lambat. Dikaitkan dengan kebiasaan guru secara umum, ada kecenderungan menjaga citra masing-masing, sehingga masih terjadi tindakan saling menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan yang paling baik dan mengajar paling bagus (superior), sehingga layak mendapat predikat guru profesional. Akibatnya, hal ini akan mengaburkan hakekat tujuan dari pelaksanaan Lesson Study itu sendiri.
Dari perspektif proses belajar mengajar, masih ada kecenderungan dari peserta didik tidak berlatih berpikir mengenai apa yang sedang dipelajari tetapi lebih fokus pada bagaimana cara menyelesaikan isi. Sehingga bagi peserta didik yang kurang pandai, akan menunggu konksi dan menyontek hasil peserta didik yang pandai. Ini terjadi karena adanya keinginan peserta didik memperoleh nilai yang tinggi dengan tanpa proses berpikir kritis dan kerja keras.
Manfaat yang Diperoleh melalui Kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah
Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis sebagai penanggung jawab program induksi ini dan dapat merasakan atmosfer Lesson Study berbasis Sekolah yang ada di SMA Negeri 1 Alas. Karena dalam waktu yang relatif lama, yakni selama sembilan bulan banyak manfaat yang dapat diambil untuk dikembangkan dan diterapkan pada guru lain sesuai dengan rumpun mata pelajaran masing-masing.
Adapun Manfaat dimaksud antara lain sebagai berikut:
1. Mampu mengubah paradigma tentang pengajaran
Melalui kegiatan Lesson Study, telah mampu mengubah pola pikir kita tentang pembelajaran bahwa permasalahan bukan saja dapat datang dari siswa atau guru saja tetapi dapat juga datang dari lingkungan belajar itu sendiri. Guru dituntut untuk terus mencari dan menentukan solusi setiap persoalan yang muncul.
Tugas utama guru adalah membantu peserta didik belajar, bukan menjadi satu-satunya sumber dalam pembelajaran. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran tetapi yang terpenting membuat peserta didik menemukan cara belajar yang efektif, sehingga mereka menjadi mandiri, dan berkarakter mulia.
2. Mampu bersifat terbuka, lapang dada dan menghargai pendapat orang lain.
Dengan Lesson Study, kita akan lebih terbuka terhadap permasalahan yang ada baik yang datang dari pribadi sendiri maupun bersumber dari rekan guru lain. Dalam proses pembelajaran, selalu sharing, saling berbagi dalam pemecahan masalah yang ada, sehingga beban menjadi ringan dan tetap merasa nyaman dalam mengajar.
Kritik dan saran dari teman adalah suplemen energi untuk lebih baik lagi. Kesadaran bahwa memang kita memiliki kekurangan dan untuk melengkapinya, tentu memerlukan pertolongan atau sumbangan pikiran orang lain, yang walaupun pada akhirnya kita sendiri yang memutuskan.
3. Termotivasi untuk selalu berusaha lebih baik lagi
Sebagai kepala sekolah selaku penanggung jawab program, dengan pengalaman mengajar 22 tahun, dan telah mengikuti beberapa pelatihan guru, penulis beranggapan bahwa itu bukanlah satu-satunya indikator sebagai tolak ukur untuk dapat disebut sebagai guru sempurna. Sebaik-baik guru adalah guru yang dapat memberikan pelayanan terbaik untuk anak didiknya, dan memberikan manfaat bagi kemajuan komunitasnya serta lingkungan di sekitarnya, melalui semangat membangun, mengembangkan dengan kerja untuk lebih baik lagi.
Catatan Akhir
Lesson study merupakan model pengembangan pembinaan profesi pendidik yang dilakukan secara transformatif, melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan saling membantu untuk membangun masyarakat belajar. Pembinaan profesi pendidik yang menitikberatkan pada penyesuaian perkembangan media teknologi informatika, sebagai dampak dari perkembangan itu sendiri.
Kesuksesan pengimplementasian pelaksanaan program Lesson study Berbasis Sekolah, sangat ditentukan oleh pengembangan keprofesionalan guru, untuk mentransformasikan hasil-hasil kajian kurikulum, pengajaran dan pembelajaran dalam rangka mempercepat pemerataan reformasi pendidikan di seluruh wilayah republik Indonesia tercinta.
Peserta didik mempunyai posisi strategis dalam pembelajaran. Sentralistik dari Plan, Do, and See maupun Refleksi akan bermuara kepada pelayanan yang prima, menarik dan menyenangkan bagi guru maupun peserta didik sendiri. Ini mengandung makna bahwa kita sebagai pendidik tentu tidak bisa memaksa kehendak pada peserta didik tetapi pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.
Makna lebih lanjutnya adalah pemilihan metode, model dan pendekatan yang ditulis dan dikembangkan dalam RPP benar-benar telah mempertimbangkan karakteristik peserta didik. Pola pembelajaran antara tempat yang satu dengan tempat yang lain tentu tidak persis sama, di kota tentu dapat berbeda dengan di desa, apalagi untuk daerah terpencil. Kompetensi guru tentang metode, model dan pendekatan harus terus ditingkatkan, karena tidak ada satu metode atau model yang dapat menjawab semua persoalan pembelajaran. Keberhasilan layanan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kejelian memilih dan memadukan metode, model dan pendekatan, yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan peserta didik yang akan menerima pembelajaran.
Ditulis oleh Ansari,S.Pd.,M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Alas