Penerapan Contextual Teaching Learning (Ctl) pada Situs-Situs Sejarah

- Editor

Jumat, 9 Agustus 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Safaruddin

Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

 

Di era modern ini, pelajaran sejarah di sekolah tidak seharusnya hanya dilakukan melalui buku teks maupun terbatas dalam ruang kelas saja, tetapi dapat juga melalui kunjungan langsung ke situs-situs sejarah. Cara ini senada dengan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL).

Model pembelajaran ini dapat menggali potensi daerah maupun kearifan lokal yang ada di sekitar sekolah. Siswa Jayapura, misalnya, dapat berkunjung ke situs sejarah di Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Situs tersebut bernama Megalitik Tutari.

Megalitik Tutari berada di perbukitan yang mengelilingi Danau Sentani, danau terluas di Bumi Cenderawasih. Situs ini merupakan warisan budaya manusia bernilai sejarah tinggi dari masa prasejarah Papua.

Seyogianya, pembelajaran sejarah haruslah bersifat kontekstual agar memberi kebermaknaan belajar bagi siswa. Situs sejarah Megalitik Tutari di Kecamatan Sentani dengan keindahan dan kekayaan lingkungan alamnya, sangat berharga untuk dipelajari sehingga siswa dapat memahami akar budaya dan sejarah Provinsi Papua.

Melalui kunjungan ke situs ini, model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diterapkan dengan baik sehingga akan memengaruhi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi ajar.

Sejarah Singkat Megalitik Tutari

Situs Megalitik Tutari adalah peninggalan budaya prasejarah dari Suku Tutari, yang menggambarkan kehidupan nenek moyang pada jaman dahulu. Situs Tutari berada di Jalan Sentani-Genyem Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Situs ini terletak di atas perbukitan yang terhampar luas di utara Danau Sentani bagian barat (Djami, 2019).

Pada situs ini kita dapat menyaksikan warisan budaya manusia bernilai sejarah tinggi dari masa prasejarah Papua. Situs megalitik Tutari memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, hal ini dapat dilihat dari temuan tinggalan-tinggalan arkeologi di dalamnya yang cukup lengkap. Seperti temuan lukisan pada bongkahan-bongkahan batu tersebar hampir di semua permukaan situs.

Terdapat beberapa buah susunan batu temugelang, batu berjajar, batu-batu berlukis, dan kelompok menhir. Benda tersebut tersebar hingga ke puncak bukit tertutupi tingginya rumput ilalang, semak belukar, serta pohon-pohon kayu putih. Menurut peneliti balai erkeologi papua (Erlin, 2017) bahwa pada masa lampau lokasi itu dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan religius bagi masyarakat Tutari, salah satu suku di barat Danau Sentani.

Peninggalan megalitik di Situs Tutari setidaknya dibagi menjadi enam sektor. Sektor pertama berupa batu berlukis di mana terdapat 147 karya lukis di atas 115 bongkahan batu menggunakan teknik gores. Ada yang dilukis tunggal atau terdiri dari 2-5 lukisan dalam satu bongkahan batu. Ada 13 jenis dan motif lukisan, di antaranya unsur matahari, manusia, flora, dan satwa. Lukisan terbanyak yaitu motif ikan , biawak, dan kura-kura.

Kemudian terdapat empat bongkahan batu berjajar saling berdekatan dipahat membentuk bagian kepala, leher dan badan. Batu-batu tersebut dijuluki sebagai batu ondoafi. Keempat batu itu dianggap mewakili suku yang pernah ada di Doyo Lama. Batu-batu ini bentuknya seperti manusia seolah sedang menatap ke Kampung Doyo Lama. Saat ini kondisi batu-batu tersebut sudah mulai terkikis oleh iklim sehingga bentuk dan besarannya sudah tidak sama lagi.

Tahun 1985-1986, Tim Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala mengelompokkan area situs dalam lima kelompok yaitu: kelompok satu berisi 3 buah Sentani 10 batu berlukis; kelompok dua berisi 26 buah batu berlukis; kelompok tiga berisi 36 batu berlukis; kelompok empat berisi temuan 63 buah batu tegak (menhir); dan kelompok lima dengan temuan batu berjajar ke arah timur-barat (Djami 2019).

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Shoimin (2016) menerangkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata sehingga mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (pribadi, sosial, kultural).

Mengunjungi situs Megalitik Tutari bagi peserta didik juga akan memberikan siswa kesempatan untuk belajar langsung tentang kehidupan masyarakat prasejarah di Papua. Mereka dapat mempelajari teknik ukir batu, sistem kepercayaan yang tercermin dalam motif ukir, serta peran batu besar dalam ritus keagamaan atau sosial.

Situs ini juga merupakan pintu masuk untuk memahami budaya dan tradisi masyarakat lokal. Pembelajaran mengenai penghormatan terhadap leluhur, sistem kepercayaan tradisional, dan hubungan masyarakat dengan alam bisa diperoleh langsung dari pengalaman melihat situs tersebut. Hal ini memungkinkan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan di kelas ke dalam konteks nyata, memperkaya pemahaman mereka tentang sejarah dan kebudayaan daerah Sentani.

Oleh karena itu, kunjungan ke situs Megalitik Tutari mampu melibatkan siswa dalam kegiatan eksplorasi, pengamatan, dan dokumentasi ukiran batu, serta diskusi tentang interpretasi makna dari simbol-simbol yang ditemukan. Menggunakan situs sejarah sebagai penerapan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL), juga dapat mengajak siswa untuk melakukan proyek penelitian, seperti membuat laporan sejarah berdasarkan observasi di lapangan atau mengadakan diskusi kelompok mengenai peristiwa sejarah yang terkait dengan situs yang dikunjungi. Model pembelajaran ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan sejarah siswa, tetapi juga melatih keterampilan berpikir kritis dan analitis.

Situs sejarah Megalitik Tutari adalah harta tak ternilai yang dapat dijadikan sumber pembelajaran interaktif. Melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru, situs sejarah ini dapat menjadi jembatan penghubung antara generasi muda saat ini dengan sejarah dan budaya di masa lampau.

Masalah Pengajaran Sejarah yang Masih Kerap Terjadi

Pada umumnya proses pembelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah masih bersifat statis dan konvesional. Bersifat statis dapat diartikan tidak adanya perubahan yang dilakukan oleh guru sejarah dari waktu ke waktu hanya menggunakan metode konvensional seperti metode ceramah yang hanya membacakan atau pengulangan kalimat-kalimat yang ada di buku. Akibatnya, siswa hanya memiliki pengalaman belajar seperti: mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi yang disajikan oleh guru tanpa mengerti apa yang dipelajari.

Bahkan tak heran jika mereka juga kurang memahami makna maupun nilai dari materi yang disampaikan atau yang dipelajari. Dampak negatif lainnya yakni memunculkan persepsi pada siswa bahwa pelajaran sejarah cenderung membosankan, menjenuhkan, kurang menarik, dan kurang penting untuk dipelajari (Asmara, 2019).

Alfian (2011) menjelaskan bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia, dan masyarakat  Indonesia  umumnya. Akan tetapi, mengingat   fenomena   kehidupan   berbangsa   dan   bernegara di Indonesia saat ini, khususnya generasi muda yang makin hari makin diragukan eksistensinya. Berdasarkan kenyataan tersebut berarti bahwa ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah di sekolah khususnya pada jenjang SMK.

Muhtarom, dkk (2020) berpendapat bahwa pembelajaran sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat pada masa lampau yang mengandung nilai-nilai kearifan sehingga dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik. Pembelajaran sejarah adalah cermin yang memantulkan perjalanan panjang suatu bangsa, memuat kekayaan budaya, tradisi, dan identitas. Hal inilah yang menjadi alasanbetapa pentingnya mempelajari sejarah di sekolah.

Ir. Soekarna pernah menyampaikan pesan bahwa bangsa yang mengenal dan menghargai sejarahnya adalah bangsa yang kuat dan berdaya saing di kancah global. Jadi, mari kita jaga dan manfaatkan situs sejarah sebagai sumber pembelajaran yang inspiratif sehingga mempermudah pemahaman konstektual bagi peserta didik di sekolah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Magdalia. (2011). Pendidikan Sejarah dan Permasalahan Yang Dihadapi. Journal Ilmiah Kependidikan 3 (2): 1–8.

Asmara, Yeni. (2019). Pembelajaran Sejarah Menjadi Bermakna Dengan Pendekatan Kontektual. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial-Humaniora 2 (2): 105–20.

Djami, Erlin Novita Idje. (2019). Belajar Bersama Nenek Moyang di Situs Megalitik Tutari. Papua: Balai Arkeologi Papua

Muhtarom, Herdin, Dora Kurniasih, dan Andi. (2020). Pembelajaran Sejarah yang Aktif, Kreatif dan Inovatif melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bihari: Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah 3 (1): 30.

Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Berita Terkait

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?
Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar
Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan
Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak untuk Mensuksekan Kurikulum Merdeka
Penerapan Student Lead Conference untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta Didik
Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal yang Masih Minim
Berita ini 10 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 4 September 2024 - 10:05 WIB

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?

Kamis, 15 Agustus 2024 - 23:11 WIB

Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar

Kamis, 15 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan

Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:52 WIB

Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045

Selasa, 13 Agustus 2024 - 21:42 WIB

Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik

Berita Terbaru

Foto: Memik Nor Fadilah, S.S., S.Pd. bersama siswa/NaikPangkat.com

Edutainment

Peran Kepala Sekolah dalam Membangun Budaya Kolaborasi Guru

Kamis, 12 Sep 2024 - 10:58 WIB

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis