Oleh Murnah, S. P d.I
Mengajar di MIN I Lebak
Nama saya sangat singkat, Murnah; anak seorang petani yang mempunyai cita-cita menjadi seorang guru sejak kecil.“Mur”, begitulah orang-orang di sekitar biasa memanggilku.
Di masa kecil, saya sudah rajin membantu orang tua. Apapun saya lakukan untuk mendapatkan sedikit uang tambahan sehingga ketika butuh sesuatu bisa terpenuhi. Saya memang senang berusaha sendiri dan selalu memiliki keyakinan bahwa apa yang saya lakukan pasti akan berhasil.
Setelah lulus dari SMP, pada mulanya saya masuk ke sekolah umum. Namun kemudian orang tua mengarahkan saya harus ke sekolah jurusan pendidikan. Saya mengikuti tersebut dan dengan sekuat tenaga orang tua mencari biaya untuk pendidikan anak-anaknya. Selain agar sekolah anak-anak terpenuhi, dengan penuh kesabaran dan perjuangan orang tua juga harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semua itu harus dilakukan untuk menjamin kesejahteraan generasi penerus orang tua di masa yang akan datang.
Dalam kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, orang tua saya memiliki target dapat menyekolahkan anaknya minimal lulus tingkat SLTA. Berkat doa dan semangat kami sebagai anak-anaknya, semuanya dapat melanjutkan sekolah bahkan bisa sampai jenjang perguruan tinggi walau penuh rintangan dan hambatan.
Saya sendiri dapat lulus dari perguruan tinggi jurusan Tarbiah (Pendidikan) dan mencapai cita-cita yang selama ini diharapkan oleh keluarga. Di awal karier menjadi seorang guru, saya ditugaskan di Kementerian Agama Kabupaten Lebak dan itu membuat saya bangga. Sementara itu, lima saudara saya yang lain bertugas di tempat yang berbeda. Ada yang bekerja di tempat yang jauh dan ada juga yang dekat dengan keluarga. Bagi kami itu tidak masalah, yang penting kita sama-sama bisa mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
Saya diangkat menjadi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Agama dan ditugaskan di SD Sangkaan Manik II tepatnya di kampung Palopat pada tahun 2000. Sekolah tersebut cukup jauh dari rumah sehingga setiap pagi saya harus berangkat lebih awal. Di sisi lain, saya juga harus menempuh jalan yang rusak dan naik turun untuk sampai lokasi mengajar. Itu merupakan tantangan, namun saya tetap bekerja dengan semangat.
Di sekolah tersebut waktu itu hanya ada enam guru. Saya diberi tugas mengajar kelas 3 yang membuat saya merasa senang dan bahagia. Saya mengira mengajar anak SD akan mudah. Ternyata setelah dialami selama setahun, masih saja ada anak yang kurang paham dengan pelajaran dan lambat dalam belajar baca, tulis, dan berhitung. Semua itu harus saya hadapi dengan penuh kesabaran serta keikhlasan.
Menjadi seorang guru di kelas rendah memang harus selalu berpikir bagaimana menemukan cara yang baik agar dapat mengajar dengan baik dan disukai oleh anak-anaknya. Guru itu harus dapat berbagi atau melakukan transfer ilmu terkait pelajaran yang diampuninya. Selain itu, guru harus mampu mengajar dengan penuh tanggung jawab serta penuh kasih sayang dan ikhlas. Itulah kenapa profesi guru dianggap sebagai pekerjaan yang mulia dan dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa.
Setelah mengajar beberapa tahun di SD Sangkan Wangi II, tiba waktunya saya mendapat info mutasi kerja ke MIN I Lebak, tepatnya di Desa Wantisari, Kecamatan Leuwidamar. Di tempat baru ini saya diterima dengan baik. Di sekolah baru ini terdapat guru sebelas orang pada tahun 2003. Dan dengan seiring berjalannya waktu, jumlah guru selalu bertambah. Kemudian pada tahun 2022, jumlah guru sudah ada 32 orang dengan jumlah murid yang cukup.
Di tempat tugas yang baru ini, saya kembali dipercaya untuk mengajar di kelas rendah, yakni kelas satu. Di awal tahun ajaran baru menghadapi siswa-siswi terasa agak canggung karena harus berhadapan langsung dengan wali murid. Mereka ada yang masuk kelas atau menunggu di luar kelas sampai habis waktu belajar.
Seiring berjalannya waktu, saya memberikan arahan kepada wali murid yang masih menunggu anaknya di dalam kelas untuk percaya pada guru. Hasilnya sangat luar biasa, akhirnya orang tua mengerti sehingga mereka cukup mengantar dan menjemputnya saja, tidak perlu ditunggu lagi.
Para murid pun mulai semangat untuk belajar, senang, dan semangat. Akhirnya mereka paham bahwa guru itu adalah orang yang baik, periang, dan penuh kasih sayang. Meskipun terkadang memang masih ada satu atau dua siswa yang selalu menangis setiap hari jika ditinggal oleh orang tuanya. Ada juga orang tua yang masih belum tega meninggalkan anaknya ketika belajar di kelas.
Pernah pada suatu hari ada di antara siswa hanya menangis dan menangis sepanjang jam pelajaran. Saya coba dekati sambil mengusap kepala dan saya peluk. Kemudian saya tanya kenapa selalu menangis, dia merespon dengan menggelengkan kepala. Ada juga siswa yang tiap kali mulai belajar mengeluh pusing dan menangis. Hampir setiap hari seperti itu.
Akhirnya saya komunikasi dengan orang tua anak bersangkutan dan menemukan fakta bahwa anak tersebut ternyata mengalami gangguan penglihatan dan yang satunya memang tak berani sendiri di kelas karena belum bisa mandiri.
Di setiap tahun ajaran baru, selalu ada siswa yang memiliki karakter unik, bermacam-macam tingkah dan lakunya. Di sini, guru lah yang bertanggung jawab penuh di sekolah untuk mencarikan solusi bagaimana caranya agar murid dapat berhasil dan mandiri.
Menjadi guru memang mempunyai tugas yang penuh dengan tantangan, baik di dalam maupun di luar kelas. Tapi semua itu harus dapat dilakukan dengan cara yang profesional dan penuh tanggung jawab, serta ikhlas. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud