Oleh Jan Laniengka, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Lembo, Kab. Morowali Utara
Sejak virus corona atau yang dikenal dengan nama Covid-19 mewabah di belahan dunia dan masuk ke Indonesia pada awal tahun 2020, pada tanggal 11 Maret 2020 Pemerintah RI mengeluarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan penyebaran Covid-19 sebagai bencana non-alam nasional, bertepatan dengan peringatan SUPERSEMAR tahun 2020. Sejak saat itu Indonesia dalam kondisi tanggap darurat.
Setelah itu diikuti dengan berbagai kebijakan di berbagai wilayah. Pemerintah daerah mulai mengeluarkan kebijakan dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan demikian segala sendi kehidupan terjadi pembatasan pergerakan di berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri pun dikeluarkan sebagai pedoman atau panduan pembelajaran di masa Covid-19. Langkah ini diambil dengan tujuan mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19. Maka sistem pembelajaran pun drastis berubah dari belajar di sekolah menjadi Belajar Dari Rumah (BDR).
Ada beberapa moda atau cara pembelajaran yang dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19, yaitu moda pembelajaran daring, moda pembelajaran luring, dan moda Blended Learning.
Ketiga moda pembelajaran tersebut dilaksanakan berdasarkan kesiapan kemampuan dan mental dari pihak guru dan peserta didik itu sendiri. Banyak guru yang kemudian harus mempersiapkan diri untuk mengasah kemampuan menggunakan teknologi informasi digital sebagai basis pembelajaran. Maka guru-guru, mau atau tidak, harus mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh direktorat pendidikan RI maupun lembaga-lembaga lainnya yang melaksanakan webinar-webinar atau workshop online.
- Moda Pembelajaran Daring
Ini adalah cara melaksanakan pembelajaran di tengah pandemi agar peserta didik tetap dapat menerima layanan pendidikan untuk masa depan mereka. Pembelajaran dalam moda ini menggunakan fasilitas internet yang cukup kuat, laptop, handphone (HP), dan ketersediaan pulsa data internet bagi guru dan peserta didik. Selain ketersediaan fasilitas seperti itu, guru dan peserta didik pun harus memiliki kemampuan dalam menggunakan atau mengakses berbagai aplikasi yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Untuk melaksanakan pembelajaran dengan moda tersebut, guru perlu mempersiapkan berbagai aplikasi pembelajaran daring seperti Zoom, Cisco Webex Meeting, Google Meet, Jio Meet, dan lain sebagainya untuk pembelajaran sinkronous learning atau pembelajaran tatap maya.
Di samping itu, proses pembelajaran daring dilakukan dengan cara asinkronous. Artinya pembelajaran bukan langsung, guru dan peserta didik tidak bertatap maya tetapi hanya menggunakan aplikasi seperti WhatsApp, Google Classroom, Telegram, Moodle, Zenius, Rumah Belajar, Quipper, Xchool, dan masih banyak lagi aplikasi pendukung dalam pembelajaran daring.
Bila materi atau bahan ajar itu perlu dijelaskan secara langsung, maka guru-guru menggunakan teknik sinkronous dengan menggunakan aplikasi Zoom atau yang lainnya. Setelah itu dilanjutkan dengan penugasan online dengan menggunakan Whatsapp, Google Classroom, Telegram, dan lain-lain.
2. Moda Pembelajaran Luring
Cara ini dilakukan bagi peserta didik yang memiliki kendala dalam pembelajaran daring. Kendala-kendala misalnya karena peserta didik tidak memiliki perangkat ponsel, punya ponsel tapi tidak mempunyai kuota data internet, tidak memiliki akses internet yang baik di tempatnya, dan ada pula yang memiliki ponsel dan kuota data internet tapi tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan aplikasi pembelajaran online.
Oleh sebab itu, teknik pelaksanaan pembelajarannya, peserta didik diberi kesempatan untuk datang mengambil modul atau LKS yang sudah disiapkan oleh guru di sekolah atau di rumah guru mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan waktu yang ditentukan oleh guru, peserta didik harus mengembalikan tugas tersebut di sekolah atau di rumah guru dan mengambil lagi tugas-tugas berikutnya. Tentunya guru dan siswa melaksanakan protokol kesehatan termasuk menggunakan masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan.
3. Moda Blended Learning
Blended learning artinya pembelajaran campuran. Dari sebuah artikel yang dirilis oleh BINUS University berjudul “Mengenal Lebih dalam Istilah Blended Learning”, moda belajar tersebut adalah metode belajar tatap kelas berpadu dengan proses e-learning secara harmonis. Hal ini berarti bahwa blended learning merupakan perpaduan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online.
Juga yang dimaksud dengan blended learning di sini adalah ketika peserta didik terlambat mengerjakan tugas online karena kendala jaringan dan kuota data internet, materi atau modul maupun LKS dikirim melalui WhatsApp dan mereka mengerjakan tugasnya dan pekerjaannya dikirim juga via WhatsApp.
Moda ini dilakukan guru karena ada peserta didik punya handphone dan punya akses internet di tempatnya, tapi peserta didik tersebut pada saat tertentu tidak bisa mengakses pembelajaran daring oleh karena jaringan internet saat itu tidak bagus atau yang bersangkutan tidak memiliki kuota data internet. Sementara penugasan online sudah tertutup karena telah melewati batas waktu yang ditentukan.
Administrasi Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19
Administrasi pembelajaran di saat pandemi Covid-19 membutuhkan perhatian khusus dari para guru oleh karena moda pembelajaran yang dilakukan lebih dari satu cara. Tentunya administrasinya pun banyak, mulai dari pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) harus disesuaikan dengan cara atau teknik tertentu. Jika ada 3 cara yang digunakan, maka RPP pun harus menggambarkan ketiga cara itu bahkan dapat dibuat secara terpisah karena teknik penyajiannya pasti berbeda.
Guru juga harus membuat buku kontrol dan punya catatan-catatan khusus dari peserta didik yang mengikuti pembelajaran online dan offline. Di sinilah guru mengalami kerumitan dalam administrasi di mana ada peserta didik yang sudah mengikuti pembelajaran daring, tiba-tiba mengikuti secara luring dan setelah itu mereka meminta lagi untuk mengikuti secara online. Maka seorang guru dituntut lebih teliti dan perlu kehati-hatian dalam mengarsipkan data-data seperti nilai siswa dan lain sebagainya.
Perlu diperhatikan bahwa ada nilai yang berasal dari pembelajaran online ada juga berasal dari offline karena pembuatan daftar nilai sebaiknya dibuat tersendiri atau terpisah. Hal ini perlu dilakukan agar seorang guru dapat menganalisis seberapa besar peserta didik yang dapat mengikuti pembelajaran online dan offline bahkan yang mengikuti pembelajaran campuran sehingga dapat dijadikan bahan dalam perbaikan pembelajaran pada semester atau tahun pelajaran berikutnya.