Meniti Jalan Menjadi Guru: Elmi

- Editor

Minggu, 20 Februari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Elmi, S.Pd.

Guru SDN 5 MB Hulu Sampit

Sebagai anak seorang  petani, aku terbiasa merasakan susah senangnya hidup dan dibesarkan di alam. Alam memproses dan menempa kepribadianku sehingga menjadi tangguh dan tidak mudah menyerah. Tinggal dalam pondok di ladang dalam waktu tertentu seperti waktu panen padi atau pada waktu musim tanam, sudah tidak asing lagi bagiku.

Oleh karena itu ketika kecil, aku bermimpi jika kelak dewasa, aku tidak mau menjadi petani. Impianku sangat sederhana, aku ingin jadi guru

Aku ingat  ketika kelas 5 terdapat pelajaran mengarang. Semua siswa asyik menuliskan karangannya masing-masing. Dan aku memberi judul karanganku, “Cita-Citaku Menjadi Guru.”

Aku termotivasi menjadi guru karena melihat  sosok guru yang ada di desaku. Guru tersebut menjadi panutan bagi masyarakat dan dapat membantu keluarga untuk menyekolahkan adik-adiknya.  Guru tersebut sangat dihormati, disegani, dan disayangi oleh seluruh masyarakat desa. Bahkan ia menjadi tempat bertanya, bertukar pikiran, menggali informasi dalam mencari solusi ketika terjadi masalah. Sebab gurulah yang dianggap paling tinggi pendidikannya di desaku waktu itu. 

Ia mengenyam pendidikan di kota. Oleh karena itu, guru tersebut dianggap orang yang paling pandai di desa. Dia dinilai sebagai orang yang memiliki keterampilan dan  pengetahuan  yang luas. Maka oleh sebab itu masyarakat di desa kami menganggap guru adalah orang yang serba bisa alias manusia super. 

Karena melihat kenyataan tersebut, aku saat masih kecil sering berkhayal. Kelak bila Tuhan berkenan, aku ingin sekolah di pendidikan guru saja. Aku ingin menjadi  seperti guru di kampungku yang bisa bekerja, berkarya, dan mengabdi buat kemajuan kampung halamanku.  Ia rela mendidik anak-anak di kampungku supaya mereka menjadi anak-anak yang pandai dan berhasil. Dan aku mau ikut berpartisipasi memerangi kebodohan. Sebab akibat kebodohan peradaban manusia menjadi terbelakang dan hidup miskin.

Saat tiba lulus SD, di kampungku desa Tumbang Lahang belum ada sekolah SMP. Kalau mau melanjutkan sekolah SMP maka harus ke ibu kota kecamatan. Sementara itu di ibu kota kecamatan sudah  ada beberapa sekolah SMP negeri maupun swasta.  Saya kemudian masuk di SMPN 1 Tumbang Samba. 

Ibu kota kecamatan  jaraknya kurang lebih 6 kilometer dari kampungku. Pada saat itu belum ada alat transportasi yang memadai. Sehingga untuk melakukan perjalanan menuju ibu kota kecamatan tidak mudah.  Kami harus  berjalan kaki lewat darat  menyusuri jalan yang becek dan berlumpur di bawah rimbunnya  pohon dan dedaunan, menyeberangi aliran sungai Katingan yang luas, dalam, dan berarus deras menggunakan jukung. Jukung adalah sejenis perahu kecil tanpa mesin. Untuk menggerakkannya dikayuh menggunakan dayung.

Aku dan teman-teman pernah karam ketika menyeberangi sungai Katingan.  Seluruh peralatan  sekolah habis hanyut terbawa arus. Bersyukur kepada Tuhan tidak ada korban jiwa karena kami semua pandai berenang.  

Lebih-lebih kalau sungai Katingan sedang banjir, akan sangat berbahaya dilalui. Permukaan sungai bertambah lebar, arusnya bertambah deras. Terkadang nyali terasa ciut untuk menyeberanginya. Tapi apa mau dikata, aku dan teman-teman tetap harus menyeberang karena tidak ada alternatif jalan lain untuk pergi ke sekolah. 

Bagi aku sendiri, tantangan perjalanan tersebut bukan suatu rintangan atau penghambat yang berarti.  Malah menjadi sesuatu yang mengasyikan. Sepanjang perjalanan, kami biasa senda gurau  dengan lelucon dari kawan-kawan. Hal itu membuat hati terhibur.  Dengan demikian, perjalanan yang jauh  menjadi terasa dekat. 

Tidak terasa tiga tahun berlalu begitu cepat, dan aku lulus dari SMP. Sebelum pengumuman kelulusan, keluarga sepakat bahwa aku akan melanjutkan sekolah ke SPG. Karena sudah ada salah satu  kakak yang sudah sekolah di SPG. Waktu itu kakakku yang lain ada yang sekolah di SMA dan ada yang kuliah.  Kami delapan bersaudara dan aku anak yang keenam. Dua adikku saat itu masih SD. 

Aku sangat senang dengan kesepakatan tersebut. Karena inilah yang menjadi harapan, impian, dan cita-citaku yang sebenarnya. Selain sekolah pendidikan guru, aku juga bangga bisa sekolah di ibu kota provinsi Palangka Raya.  Pergi ke ibu kota provinsi adalah idaman dan impian setiap orang desa. Karena di situlah orang dapat menikmati dan melihat kemajuan kota waktu itu. 

Setelah pengumuman kelulusan SMPN 1 Tumbang Samba, aku langsung mengurus berkas-berkas yang menjadi persyaratan untuk masuk sekolah guru.  

Bukan main senang dan girangnya hati ini  namun juga bercampur sedih, menjelang akan berangkat ke Palangka Raya.  Semalaman sebelum berangkat aku  tidak bisa tidur.  Ada rasa sedih karena akan meninggalkan ayah dan ibu dan kedua adik yang masih kecil. Waktu itu akulah yang paling besar yang dapat diandalkan di rumah untuk membantu menjaga adik dan melakukan sebagian  pekerjaan rumah.  Senang karena bisa melanjutkan sekolah ke ibu kota provinsi terlebih akan sekolah di Sekolah Pendidikan Guru. 

Malam itu sambil menghayal apabila lulus sekolah SPG, aku akan cepat menjadi guru atau pegawai. Aku membayangkan punya gaji  yang diterima tiap bulan. Jika aku punya penghasilan maka aku bisa bantu orang tua. Ayah dan ibu pasti  bangga dengan anaknya yang  menjadi guru. Tidak lagi bertani dan menyadap karet membanting tulang. 

Dengan khayalan dan impian itu menguatkan hati untuk serius ketika belajar di sekolah guru. Dengan sekolah guru waktu itu, ada jaminan lebih cepat mendapat pekerjaan atau menjadi Pegawai Negeri Sipil tanpa harus kuliah.

Perjalanan yang Melelahkan

Pagi itu aku mempersiapkan segala sesuatu untuk berangkat ke Palangka Raya. Aku berangkat bersama kakak. Dari kampung naik klotok kecil dengan kapasitas muat kurang lebih 15 orang. Klotok adalah perahu kecil bermesin sebagai alat transportasi air/sungai.  Perjalanan naik klotok memakan waktu kurang lebih tujuh sampai delapan jam untuk sampai di Kasongan. Bila sudah sampai di Kasongan telinga terasa tuli karena terlalu lama mendengarkan bunyi mesin klotok.

Setelah sampai Kasongan kami naik mobil pickup yang sudah dimodifikasi diberi kursi berhadap-hadapan dan diberi atap. Waktu itu jalan dari Kasongan-Tangkiling sedang dibangun dan  masih banyak timbunan tanah.  Jalan  tanah tersebut diberi mating-mating atau kayu bulat sebesar tangan orang dewasa supaya tidak ambles kalau dilalui oleh kendaraan. Tapi, jalan Tangkiling-Palangka Raya sudah diaspal. 

Jarak Kasongan-Palangka Raya kurang lebih 87 km.  Dan harus melewati jalan yang tidak nyaman, tetapi tetap harus dilalui karena tidak ada jalan alternatif lain. Puji Tuhan, akhirnya sampai juga di Palangka Raya dengan selamat. Kami tiba di Palangka Raya ketika matahari sudah terbenam.

Untuk pertama  kalinya aku menginjakan kaki di ibu kota provinsi, aku sangat bangga dan kagum melihat keindahan kota Palangka Raya.  Pada malam hari terlihat terang benderang karena diterangi lampu listrik dan dihiasi dengan lampu warna-warni. Sangat indah dan cantik. Buat aku yang baru datang dari kampung, itu hal  baru dan sangat menakjubkan.  Karena ketika tinggal di kampung kalau malam hari gelap gulita, belum ada aliran listrik.  

Keesokan harinya, aku dan kakak  langsung pergi ke sekolah yang dituju yaitu SPGN 1 Palangka Raya. Kami langsung menuju loket pendaftaran dan menyerahkan berkas serta mengisi formulir pendaftaran. 

Setelah itu pengumuman seleksi berkas akan diinfokan dalam hari lagi. Kalau lolos, akan ada tes fisik dan serangkaian tes lain.  

Aku terus berdoa kepada Tuhan supaya berkasku lolos seleksi dan aku diterima di sekolah tersebut. 

Hari yang ditunggu pun tiba. Puji Tuhan, berkasku lolos seleksi. Kemudian serangkaian tes berikutnya adalah tes fisik, tes kepribadian, dan tes  lainnya. Setelah mengikuti semua rangkaian tes tersebut pengumuman hasil akhir pun keluar. Aku dinyatakan lulus, artinya aku diterima di sekolah tersebut. Hatiku sangat senang karena Tuhan telah menjawab dan mengabulkan doaku selama ini. 

Dengan modal semangat yang tak pernah padam, aku belajar dengan tekun dan rajin.  Sehingga setiap semester aku selalu menjadi juara akademik di kelas  dan berhak mendapat beasiswa SUPERSEMAR dari Presiden Soeharto waktu itu. Aku mendapat beasiswa dari kelas satu sampai kelas tiga sebesar Rp.25000/bulan. Aku sangat bersyukur,  biaya hidup di ibukota provinsi  terbantu dengan beasiswa tersebut. Dengan demikian aku juga bisa meringankan beban orang tua. Perlu diingat bahwa uang sebesar itu cukup untuk biaya hidup satu bulan di tahun 1980-an.

Bekerja di Perusahaan

Tiga tahun berlalu dan aku sukses menamatkan sekolah di SPGN 1 Palangka Raya. Setelah itu aku pulang kampung, maksudnya untuk sekedar menengok orang tua sambil menunggu pengangkatan guru.

Ketika di kampung ternyata ada penerimaan CPNS guru. Sayangnya aku terlambat mendapat informasi tersebut sehingga tidak sempat memasukan berkas. Maklum saja waktu itu informasi satu-satunya hanya lewat radio, yaitu RRI Palangka Raya.

Untuk cepat mendapat kerja, aku pun beralih pikiran. Kebetulan di daerah dekat kampungku ada perusahaan tambang emas yang baru beroperasi dan sedang merekrut karyawan. Aku tidak berpikir panjang lagi, langsung aku sambut peluang itu dengan senang hati dan memasukan berkas.  

Aku diterima. Aku langsung bekerja di perusahaan tersebut dengan gaji yang sangat memuaskan yaitu Rp 1.500.000 / bulan. Ini penghasilan yang sangat fantastis bagiku saat itu. Aku belum pernah pegang uang sebanyak ini.  Aku sangat senang sekali. Kurang lebih tiga tahun aku bekerja di perusahaan tambang tersebut. 

Aku bekerja dengan giat dan penuh semangat.  Bahkan aku sudah lupa dengan cita-cita awal yaitu menjadi guru. Saya asyik dengan kesibukan sebagai seorang karyawan perusahaan. 

Hingga pada suatu saat perusahaan tersebut melakukan perampingan karyawan. Hal buruk menimpa saya dan teman-teman sesama karyawan lainnya. Kami terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Serasa jatuh dari ketinggian. Segala rencana-rencana dan impian yang sudah dibangun kandas bersama PHK.

Kembali ke Tujuan Semula

Setelah terkena PHK, saya langsung mengatur rencana kembali ke tujuan semula, yaitu menjadi guru. Tahun itu kebetulan ada penerimaan CPNS untuk guru. Di daerah saya antara 1980 sampai 1990-an setiap tahun selalu ada pengangkatan untuk guru. Sehingga setiap tahun jebolan SPG pasti akan ada yang diangkat menjadi guru PNS. 

Mendengar info tersebut, saya langsung berangkat ke Palangka Raya untuk memasukan berkas kepada panitia. Setelah melewati berbagai rangkaian tes, saya dinyatakan lulus dan diterima. Lagi-lagi Tuhan sangat baik kepadaku.  Sebab saya diterima menjadi guru seperti impian semula. Saya sangat senang sekali.

Sebelum melaksanakan tugas, setiap CPNS harus dibekali terlebih dahulu dengan mengikuti Latihan Prajabatan selama satu bulan penuh. Hal ini berguna agar setiap CPNS tahu akan tugas dan fungsinya. Juga tahu cara mengurus kenaikan pangkat dan segala hal yang berhubungan dengan kepegawaian.

Setelah lulus pelatihan prajabatan, saya menerima SK Penempatan. Ternyata saya ditempatkan di sebuah desa kecil, yaitu Desa Napu Sahur. Desa ini sebenarnya tidak jauh dari ibu kota kecamatan tempat saya sekolah di SMP dulu. Namun desa ini terisolir dan tidak ada akses jalan  darat menuju desa ini selain lewat sungai. Penduduknya juga tidak banyak, mungkin kurang lebih dua puluh kepala keluarga. 

Saya menjalani tugas  dengan hati yang gembira walaupun ditempatkan di sebuah desa yang kecil. Saya senang karena penduduknya ramah-ramah, penuh kasih sayang, dan menaruh hormat kepada saya. Saat itu saya merasa diri bahwa saya tidak ubahnya sosok guru yang saya lihat di kampung saya dulu yang dihormati, disayangi, dan disegani. Saya juga diperlakukan demikian oleh orang kampung di tempat saya bekerja. 

Saya sangat disayangi oleh penduduk kampung tersebut. Apapun yang menjadi kebutuhan saya, baik berupa beras, sayur, dan ikan, kayu bakar semua mereka sediakan. Sehingga uang gaji saya yang minim tidak terpakai untuk hal-hal itu. Gaji pokok saya waktu itu sebesar Rp 44.400. Suatu nominal yang sangat minim bila dibandingkan dengan gaji saya ketika bekerja di perusahaan. Walaupun gaji saya minim semua kebutuhan saya tercukupi dengan baik, dan tidak pernah merasa kekurangan. 

Kebahagian itu  ternyata bukan soal materi. Bagiku, kebahagian adalah tentang meraih mimpi. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru