Kognisi Berpengaruh pada Moralitas?

- Editor

Sabtu, 4 Juni 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Ana Subekti, S.Pd.I.

Guru SDN Banjarharjo, Kalibawang, Kulon Progo, DIY

 

Dalam psikologi, kognisi merupakan proses manusia untuk mendapatkan pengetahuan dengan melalui proses mengindera, mempersepsi, mengingat, dan menggunakan akal untuk berpikir, memutuskan, dan memilih.

Sedangkan moralitas sendiri secara umum dapat diartikan sebagai kapasitas untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang baik dan yang buruk, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang baik dan benar, dan merasa bersalah atau malu ketika melanggar standar norma yang berlaku.

Dari definisi tersebut, jelas terlihat adanya kesinambungan peran antara keduanya. Kognisi merupakan pemanfaatan akal untuk mendapatkan pengetahuan, sedangkan moralitas pun memanfaatkan akal untuk memilih antara yang benar dan baik dengan yang salah dan buruk. 

Maka, secara normal dan sewajarnya, ketika seseorang memiliki tingkat kognisi yang tinggi, secara otomatis juga memiliki moralitas yang baik, karena dia memiliki kemampuan untuk berpikir rasional tentang benar atau salah, baik atau buruk. 

Akan tetapi, salah satu masalah besar di Indonesia sendiri adalah banyaknya orang-orang yang cerdas secara kognisi namun “collapse” dalam tingkat moralitas. Korupsi, tindak kriminalitas, penganiayaan di mana-mana, mulai dari warga desa, hingga para pejabat yang katanya “wakil rakyat”, namun pada kenyataannya justru menjadi “lintah rakyat” yang siap untuk menghisap setiap kehidupan rakyatnya. Lantas, apakah sebenarnya yang salah dalam pendidikan di Indonesia?

Kognisi dan moralitas, keduanya sama-sama memanfaatkan potensi akal. Secara berpikir rasional, memang kognisi sangat mempengaruhi moralitas. Akan tetapi, bagaimana jika kecerdasan kognisi justru digunakan untuk berpikir sebaliknya, berpikir dengan cara menekankan keuntungan pribadi, dan bagaimana pula jika hakekat benar atau salah, baik atau buruk sudah tidak lagi menjadi konsumsi berpikir otak manusia? Bagaimana pula, jika kognisi justru dimanfaatkan manusia dalam berpikir yang simpel dan cenderung pragmatis? 

Sebuah pertanyaan besar bagi Indonesia, “Kapankah pendidikan di Indonesia akan benar-benar mewujudkan cita-cita yang sesungguhnya yaitu terwujudnya pendidikan yang dapat mengembangkan potensi diri peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara?” 

Salah satu masalah terbesar sebagai dampak dari kegagalan pendidikan di Indonesia adalah maraknya korupsi di Indonesia. Hampir setiap berita tidak pernah sepi dari berita tentang korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara. Sangat ironis memang. Korupsi merupakan salah satu contoh dari banyak kasus tentang ketidakseimbangan antara pemanfaatan kognisi sebagai alat pertimbangan moralitas. 

Teori yang menyebutkan bahwa “Kognisi Mempengaruhi Moralitas” memang benar adanya, akan tetapi dalam hal ini kognisi hanya sebagai alat untuk mempertimbangkan dan memilih mana yang benar dan mana yang salah. Jadi, ketika tingkat intelegensi seseorang tinggi, secara otomatis akan menumbuhkan moralitas yang baik pula. Akan tetapi, jika ada orang-orang yang tingkat intelegensinya tinggi namun moralitasnya rendah, itu merupakan ketidakmampuan akal orang-orang tersebut dalam memanfaatkan kognisi sebagai pertimbangan dalam bermoral. 

Namun, dalam hal ini pengembangan kognisi supaya dapat dijadikan sebagai alat memikirkan tentang hakekat baik dan buruk, benar dan salah, untuk dapat diwujudkan dalam amalan yang nyata juga tidak boleh terlepas dari adanya upaya pembiasaan dan pembudayaan, dan penanaman modal sosial serta modal budaya dalam setiap jiwa peserta didik. (*)

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

*Artikel ini juga terbit dalam sebuah buku antologi “Pemikiran dan Pendidikan” yang ditulis oleh para guru dari berbagai penjuru negeri. 

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru