Apakah pejabat fungsional dapat memimpin suatu unit organisasi?
Pejabat fungsional dapat memimpin suatu unit organisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Unit Organisasi dimaksud merupakan Unit Organisasi yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah pejabat fungsional.
Contoh: Kepala UPT Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh pejabat fungsional bidang kesehatan (Contoh: Dokter), Universitas dipimpin oleh Rektor yang merupakan Dosen, Kantor Urusan Agama dipimpin oleh pejabat fungsional Penghulu.
Apakah pejabat fungsional dapat berkedudukan di bawah pejabat fungsional lainnya?
Pejabat Fungsional dapat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Pejabat Fungsional lainnya, apabila Unit Organisasi dipimpin oleh Pejabat Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Contoh: Kepala UPT Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh pejabat fungsional bidang kesehatan (contoh: Dokter), Universitas dipimpin oleh Rektor yang merupakan Dosen, Kantor Urusan Agama dipimpin oleh pejabat fungsional Penghulu
Bagaimana sifat JF sesuai dengan kedudukannya?
JF memiliki sifat tertentu sesuai kedudukannya:
- Terbuka, berada pada instansi pembina, intansi pusat, dan instansi daerah (contoh: arsiparis, perencana, pranata komputer dll);
- Semi terbuka, berada pada instansi pembina dan instansi pusat (contoh: analis pengelolaan keuangan apbn) atau instansi pembina dan instansi daerah (contoh: analis kebakaran);
- Tertutup, berada pada instansi pembina saja (contoh : penata pertanahan, penghulu); dan
- Tertutup terbatas, berada pada instansi pembina dan unit kerja tertentu (contoh: pentashih mushaf al quran, pemeriksa paten, pemeriksa merek, p2upd).
Bagaimana menghitung kebutuhan JF?
Kebutuhan JF dalam struktur organisasi ditetapkan dalam peta jabatan melalui anjab-abk dengan memperhatikan ruang lingkupn tugas JF (uraian kegiatan) masing-masing jenjang JF. Sesuai Peraturan Menteri PANRB No.1/2020, dalam menghitung kebutuhan pegawai, terdapat beberapa metode perhitungan kebutuhan dengan memperhatikan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Adapun metoda perhitungan kebutuhan yang dapat digunakan oleh instansi pengguna adalah berdasarkan metode beban kerja yang diidentifikasi dari:
- Hasil Kerja, yaitu metoda dengan pendekatan hasil kerja adalah menghitung kebutuhan dengan mengidentifikasi beban kerja dari hasil kerja jabatan (produk atau output jabatan).
- Objek Kerja, yaitu metode dengan pendekatan objek yang dilayani dalam pelaksanaan pekerjaan. Metoda ini dipergunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung dari jumlah objek yang harus dilayani.
- Peralatan Kerja, yaitu metoda yang digunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung pada peralatan kerjanya.
- Tugas per Tugas Jabatan, yaitu metoda yang digunakan pada jabatan yang hasil kerjanya abstrak atau beragam. Hasil beragam artinya hasil kerja dalam jabatan banyak jenisnya.
Apa peran Instansi Pembina dalam penghitungan kebutuhan JF?
Penghitungan kebutuhan dilaksanakan berdasarkan pedoman perhitungan kebutuhan/formasi JF yang disusun oleh Instansi Pembina. Instansi Pembina memiliki tugas untuk menyusun pedoman perhitungan kebutuhan/formasi JF yang akan menjadi acuan menghitung kebutuhan JF di instansi pembina maupun instansi pengguna.
Di dalam menyusun pedoman tersebut, instansi pembina dapat memilih salah satu pendekatan maupun mengelaborasi beberapa pendekatan sebagaimana yang disampaikan pada PermenPANRB No 1/2020
Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya