Jika kata gamelan disampaikan kepada anak muda jaman sekarang, maka kesan yang muncul dari mereka adalah: gamelan itu sesuatu yang jadul, gamelan itu kuno, gamelan tidak menarik. Benarkah gamelan itu kuno, jadul, dan tidak menarik?
Kata “Gamelan” berasal dari bahasa Jawa gamêl yang berarti ‘memukul’ atau ‘menabuh’. Gamelan juga dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen. Gamel diikuti akhiran ‘an’ yang menjadikannya kata benda.
Secara umum gamelan berarti musik tradisional Jawa, Sunda, dan Bali di Indonesia yang memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada (laras) slendro dan pelog. Instrumen yang paling umum digunakan adalah metalofon antara lain demung, gender, bonang, gong, saron, slenthem dan dimainkan oleh wiyaga.
Dalam mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Batara Guru pada 167 Saka atau 230 M. Batara Guru adalah dewa yang memerintah sebagai raja seluruh Jawa dari sebuah istana di Wukir Mahendra Giri di Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Batara Guru menciptakan gong sebagai sinyal untuk memanggil para Dewa. Untuk pesan yang lebih kompleks, kemudian ia menciptakan dua gong lainnya, sehingga membentuk set gamelan utuh.
Masyarakat Jawa sendiri mengenal gamelan sejak abad ke-8 Masehi. Hal itu dibuktikan dari penemuan relief gamelan pada dinding Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Fungsi Gamelan
Seperangkat gamelan dikelompokkan menjadi dua, yakni gangsa pakurmatan dan gangsa ageng. Gangsa pakurmatan dimainkan untuk mengiringi hajad dalem (upacara adat karaton), untuk acara jumenengan (upacara penobatan raja atau ratu), tingalan dalem (peringatan kenaikan takhta raja atau ratu), garebeg (upacara peristiwa penting), sekaten (upacara peringatan hari lahir Nabi Muhammad).
Sedangkan Gangsa ageng dimainkan sebagai pengiring pergelaran seni budaya umumnya dipakai untuk mengiringi beksan (seni tari), wayang (seni pertunjukan), uyon-uyon (upacara adat/hajatan), dan lain-lain.
Keistimewaan Gamelan
Alunan musik gamelan Jawa misalnya, cenderung bersuara lembut, seperti sengaja menghadirkan suasana ketenangan jiwa dan selaras dengan prinsip hidup masyarakat Jawa pada umumnya. Karena alunannya cenderung bersuara lembut, gamelan dipercaya mampu mengendalikan emosi. Saat pengrawit (penabuh) memainkan gamelan, mereka dapat belajar menahan emosi dan bekerja sama dengan penabuh lainnya untuk memainkan nada yang diinginkan.
Di Inggris gamelan digunakan sebagai alat terapi untuk para narapidana. Sudah ada 33 penjara di Inggris yang menggunakan gamelan sebagai alat terapi bagi narapidana.
Perkembangan Gamelan
Pada tahun 1970-an muncul istilah “gamelan kontemporer”, yakni sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut jenis kekaryaan yang mengeksplorasi bunyi gamelan dengan membebaskan diri dari konvensi-konvensi tradisi sebagaimana yang biasa berlaku dalam musik gamelan. Artinya pada awal munculnya kekaryaan musik ‘gamelan kontemporer’ dapat dimaknai sebagai sebuah upaya untuk memperluas gramatika musik gamelan itu sendiri.
Dalam perjalanan selanjutnya terdapat perluasan makna ‘gamelan kontemporer’, yakni tidak lagi terbatas digunakan untuk menyebut kekaryaan baru gamelan, melainkan juga digunakan untuk menyebut kekaryaan yang bersumber dari berbagai musik etnis lainnya.
Pada hakekatnya gamelan adalah jenis alat musik yang luwes dan bisa menerima alat musik lain. Pada sekitar akhir dekade 1980-an, Manthous memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan yang akhirnya dikenal dengan musik Campursari. Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti keroncong sampai pada unsur dangdut ke dalam orkestrasi gamelan.
Nasib Gamelan di Masa Sekarang
Di masa sekarang gamelan justru mulai diminati oleh bangsa lain seperti Jerman, Austria, Belanda bahkan Amerika Serikat. Setidaknya terdapat 20 universitas luar negeri yang mempelajari gamelan, sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Bahkan ada yang memasukkannya ke dalam mata kuliah.
Keadaan tersebut merupakan hal yang membanggakan sekaligus mengkhawatirkan. Bangga karena musik asli Indonesia telah digandrungi oleh bangsa lain. Tetapi disisi lain, khawatir karena bangsa sendiri sudah mulai meninggalkan dan melupakannya.
Mari kita cintai gamelan sebagai bentuk rasa cinta kita terhadap leluhur kita.
Ditulis oleh: Yudi Widi Kurniawan, S.Pd.