Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membantu peserta didiknya belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Namun, karena kita sedang mengalami pandemi, mau tidak mau kita harus mengubah kebiasaan kita. Termasuk kebiasaan dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka, harus berubah melalui virtual atau online. Pembelajaran ini kita kenal dengan istilah daring.
Pembelajaran daring yang telah kita lakukan lebih dari 1 tahun telah memberikan dampak yang sangat besar bagi kita. Bagi peserta didik, yang tidak begitu mania dengan gadget, harus berhubungan lebih intens dengan ponsel atau laptop. Mereka mulai mengenal bermacam-macam game yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Dan jelas hal ini bisa membahayakan mereka.
Bagi yang mania gadget, hal ini akan semakin membuat mereka kecanduan. Mereka semakin sulit untuk bisa mengurangi penggunaan gadget. Mereka menggunakan gadget bukan hanya untuk belajar, tapi lebih utamanya untuk game. Mereka akan menghabiskan waktunya hanya untuk game.
Bagi guru, pembelajaran daring juga berdampak besar. Guru dipaksa untuk belajar lagi menguasai teknologi. Menghabiskan berjam-jam di depan laptop untuk mengoreksi tugas online siswa. Membuat laporan pembelajaran jarak jauh dan dokumen-dokumen yang lainnya. Guru harus bekerja ekstra keras dibandingkan dengan kondisi normal.
Pembelajaran secara daring pada masa pandemi yang diharapkan bisa menggantikan pembelajaran tatap muka, kenyataannya kurang berjalan lancar. Kita menemukan banyak kendala di lapangan. Di awal pembelajaran daring, semua tampak baik-baik saja. Memasuki tiga bulan pembelajaran daring, mulai muncul kendala. Di saat banyak orang di-PHK karena krisis ekonomi, tuntutan pengeluaran semakin meningkat. Para orang tua harus memenuhi pulsa untuk anaknya yang belajar daring. Memang pemerintah telah mensubsidi kuota. Namun itu masih jauh dari cukup. Bagi mereka yang tinggal di daerah pelosok, juga sangat sulit mendapatkan akses internet.
Namun, tidak semua siswa yang tidak mendapatkan nilai bagus karena mengalami faktor-faktor di atas. Lebih banyak dari mereka karena mereka memang malas belajar. Mereka mempunyai fasilitas untuk belajar online, tapi mereka lebih asik untuk game. Mereka sudah punya anggapan bahwa mereka tidak mungkin tidak naik kelas walaupun tidak mengerjakan tugas. Dan ini memang terjadi. Guru tidak diperbolehkan tidak menaikkan kelas siswanya di masa pandemi ini. Apapun yang terjadi.
Kita akui, ada beberapa manfaat yang kita peroleh selama pembelajaran daring. Para orang tua bisa mengontrol secara langsung belajar anak, hubungan anak dan orang tua lebih dekat, anak lebih terbuka tentang permasalahan-permasalahannya kepada orang tuanya.
Namun kelemahan dari pembelajaran daring juga tidak kalah banyak. Dari siswanya, ternyata apa yang disampaikan guru secara virtual hanya sedikit yang bisa diserap siswa. Dalam beberapa kali webinar, siswa yang bergabung tidak pernah 100 %. Di tiga bulan awal pembelajaran daring, jumlah siswa yang berpartisipasi masih di atas 80%, tapi setelah tiga bulan, siswa yang aktif rata-rata hanya sekitar 50%.
Begitu beragam alasan yang mereka ungkapkan. Ada yang mengatakan tidak memiliki cukup kuota, tidak ada signal, disuruh membantu orang tua di rumah, dan lainnya.
Hal yang sama juga terjadi ketika guru memberikan penugasan. Dari rata-rata siswa berjumlah 36 per kelas, hanya 15-25 siswa yang aktif mengumpulkan tugas. Dan sisanya, entah ke mana. Bahkan lebih parah lagi, kami menemukan ada beberapa siswa yang sama sekali tidak pernah ikut webinar ataupun mengumpulkan tugas hampir selama delapan bulan. Ke mana mereka?
Pernah suatu hari, saya menelpon beberapa siswa yang tidak pernah aktif sama sekali mengikuti pembelajaran daring. Dan alasannya membuat saya tercengang. Salah satu siswa saya yang memang tergolong lumayan pandai mengatakan bahwa tidak ada gunanya mengikuti pembelajaran daring. Dia mengatakan tidak bisa memahami apa yang disampaikan guru. Dia berpendapat bahwa belajar pembelajaran harus dilakukan secara tatap muka, sehingga akan terjalin hubungan emosional antara siswa dan guru.
Dia juga mengatakan tidak akan pernah mau mengumpulkan tugas secara online. Dia melihat fakta beberapa teman yang mengumpulkan tugas secara online, tidaklah berlaku jujur. Mereka hanya memfoto pekerjaan temannya dan mengupload-nya dengan mengganti nama temannya menjadi namanya sendiri. Itu bukan hanya pembohongan, tapi juga pembodohan. Dalam hati saya membenarkan pendapatnya. Saya sebetulnya bangga masih ada siswa saya yang mempunyai idealisme tinggi seperti itu.
Kalau menurut saya pribadi, pembelajaran daring akan efektif jika diberlakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena jika terlalu lama akan menimbulkan kebosanan. Satu hal yang sampai saat ini masih menjadi unek-unek saya adalah peraturan yang mengharuskan anak naik kelas di saat pandemi ini tanpa mempertimbangkan nilai dari anak. Hal itu justru membuat mereka yang malas belajar semakin malas.
Dari uraian saya di atas, timbul satu pertanyaan, haruskah kita terus belajar secara online selama pandemi ini?
Ditulis oleh: Khusnul Khotimah, S.Pd, Guru di MAN 2 Rembang