3. Nomenklatur pada satuan pendidikan yang dapat disesuaikan.
Ketiga, sebelum adanya perubahan dalam penamaan satuan pendidikan seperti sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya yang ada pada UU Sisdiknas tidak bisa diubah. Namun, setelah adanya perubahan maka sekolah, madrasah, pesantren dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah dapat diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU.
Nomenklatur sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya dapat dijadikan sebagai contoh dalam penjelasan sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut apabila diperlukan.
4. Mobilitas pelajar pesantren formal dengan satuan pendidikan lainnya menjadi semakin mudah.
Keempat, sebelum adanya perubahan maka pesantren telah diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional yang mana pada lulusan pesantren formal seringkali kesulitan apabila ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.
Akan tetapi, setelah adanya perubahan maka standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal dapat lebih mudah pindah ke sekolah, madrasah, maupun universitas dan sebaliknya.
5. Pendidikan pancasila menjadi mapel wajib
Kelima, sebelum adanya perubahan, pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran wajib yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, setelah adanya perubahan maka pendidikan pancasila menjadi mapel wajib bersama dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia.
Selain mata pelajaran tersebut, juga ada muatan wajib dalam mata pelajaran matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kecakapan Hidup serta Muatan Lokal.
6. Penggunaan istilah Pelajar
Keenam, penggunaan istilah tersebut telah diusulkan untuk mengganti kata Peserta Didik, yang menegaskan posisi aktif pelajar sebagai subjek utama pendidikan yang mana perspektifnya tidak hanya sebagai peserta proses pendidikan.
7. Kode etik guru berlaku nasional
Ketujuh, kode etik untuk guru dalam RUU Sisdiknas akan diterapkan secara nasional. Hal tersebut dikarenakan RUU Sindiknas telah mengusulkan guru wajib memenuhi kode etik yang disusun oleh organisasi profesi guru dibawah koordinasi kementerian terkait dan ditetapkan oleh menteri.
8. Penyelenggaran pendidikan inklusif
Kedelapan, RUU Sindiknas juga memberikan usulan mengenai pengaturan penyelenggaraan dan pemenuhan layanan pendidikan bagi pelajar penyandang disabilitas dengan mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
9. Penyusunan draft versi awal
Kesembilan, penyusunan draft versi awal disusun oleh pemerintah dengan melibatkan berbagai lembaga dan organisasi terkait.
Halaman Selanjutnya
Di sisi lain, tidak tercantumnya mengenai tunjangan profesi guru…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya