Novi Sofiah: Menjadi Guru untuk Meneladani Rasulullah

- Editor

Kamis, 19 Januari 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Novi Sofiah, S.M.

Guru di Mts-MA-SMK Pondok Pesantren Idrisiyyah Putri Tasikmalaya

 

Masa kecil dulu saya lalui dengan rasa yang cukup pahit, keras, dan banyak ujian. Namun semua itu hakikatnya adalah kehendak Allah untuk menjadikan saya pribadi tegar, semakin kuat, dan selalu menginginkan perubahan ke arah perbaikan. Dan itu semua telah terbukti sepanjang menjalani hidup ini hingga pada akhirnya saya bisa menggapai sejumlah pencapaian yang saya inginkan.

Mungkin saya berbeda daripada umumnya anak. Ketika teman-teman sekolah saya menulis di buku diary mereka tentang cita-cita, mereka ada yang menyatakan ingin jadi guru, jadi dokter, dan lainnya. Kalau saya menyatakan diri ingin seperti Nabi Muhammad yang mengabdikan hidupnya untuk berdakwah di jalan Allah. 

Sosok Nabi Muhammad bagiku adalah manusia yang menyayangi anak-anak, yang mengajarkan pada manusia tentang keimanan, mengingatkan tentang adanya akhirat. Seperti itulah sosok Nabi dalam pandanganku. Dan itulah keinginanku, yaitu meniru kepribadian sang idola. 

Ketika saya sudah duduk di bangku MTs (Madrasah Tsanawiyah) saya masuk di sebuah pesantren yang diasuh oleh Syekh Akbar Muhammad Dahlan. Tentang sosok Syekh Akbar, pertama kali saya mendengar kisahnya dari salah satu Ajengan (Kiai), adalah ulama besar pewaris nabi dan sebagai Khalifah Mursyid Thariqat. Nah, inilah yang membuat saya sangat bahagia.  Ibaratnya saya bisa bertemu dengan sosok yang saya harapkan,  sosok seperti Rasulullah, ada pada beliau. 

Ketika belajar di sana, saya di-talqin (dituntun) untuk selalu mengutamakan perintah dari guru setiap hari yang meliputi membaca Quran sehari minimal satu juz, membaca istighfar 100 kali, membaca dzikir “La ilaha illallah muhammadur rasulullah fi kulli lamhatin wa nafasin adadama wasiahu ilmullah” sebanyak 300 kali, sholawat Ummi 100 kali, dan  “Ya hayyu ya qoyyum” 1000 kali.” 

Itu semua selalu saya prioritaskan. Saya meyakini  apa yang diperintahkan oleh guru adalah yang terpenting dalam hidup. Saya meyakini apabila kita mengutamakan apa yang diperintahkan oleh guru akan mendekatkan pada Allah dan Allah pun akan dekat dengan saya sehingga akan mengabulkan apa saja yang saya inginkan.  

Sayangnya setelah saya berada empat tahun di sana, beliau wafat.  Mursyid kemudian digantikan oleh Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan. 

Pada satu kesempatan, saya pernah menghadap di rumah beliau. Sungguh luar biasa sambutan seorang syekh meskipun menghadapi orang kecil seperti saya. Di hadapannya, saya hanya bicara terbata-bata.  Saya bilang kepada beliau bahwa saya bercita-cita ingin mendakwahkan agama Allah tapi saya tidak tahu caranya.  

Beliau dengan bijaksana menjawab, “Ya, sudah. Jangan terlalu dipikirkan, nanti bisa stres.” 

Dengan izin Allah, setelah keluar dari Madrasah Aliyah (MA) saya langsung dipilih untuk menjadi salah satu bagian di pengasuhan santri putri di pesantren beliau. Di sini saya belajar untuk mengajar. Ini berlangsung mulai tahun 2002. 

Setelah waktu Subuh, kalau ada salah satu guru yang tidak hadir saya bersedia menjadi badal (pengganti). Kemudian kalau siang hari, saya bantu mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Kemudian setelah Maghrib mengajar santri ngaji Al-Qur’an. 

Belum genap setahun mengabdikan diri di pesantren tersebut, takdir Allah menentukan saya untuk menikah paling duluan di antara bagian pengasuhan. Padahal waktu itu saya yang paling muda. Dengan hati yang galau karena belum siap, apalagi saya sering sakit dan masih ingin melanjutkan kuliah, serta merasa diri ini belum sukses berdakwah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, namun saya terima keputusan itu walaupun berat. Sebab, ini adalah pilihan guru mursyid. 

Pernikahan kami bertepatan dengan kelahiran Rasulullah yaitu 12 Rabiul Awal. Suami saya “Mas Doel” begitu banyak orang memanggilnya. Ketika kenal dengan saya, beliau adalah penjual bakso. Di dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini tentu saja banyak ujian yang datang silih berganti. Namun dengan pertolongan Allah semua dapat diatasi. 

Waktu terus berjalan, Pesantren Idrisiyyah semakin pesat di bawah kepemimpinan Syekh Akbar Muhammad Fathurrahman, M.Ag sekaligus sebagai penerus mursyid sebelumnya. Sehingga di pesantren tersebut untuk pertama kalinya digelar perkuliahan bekerja sama dengan STIE YPN Karawang.

Di tahun 2014, saya diizinkan oleh suami untuk kuliah karena anak-anak sudah mulai besar besar. Tadinya saya daftar di STAINU mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang sesuai minat yaitu berkaitan dengan ilmu agama.  Sudah melakukan pendaftaran dan sudah mengerjakan tes sampai 100 sampai sudah dinyatakan lulus, namun tiba-tiba suami meminta untuk pindah ke STIE. Kata suami, “Kalau ilmu keagamaan sudah cukup ambil dari Syekh Akbar, jadi gak usah ambil jurusan PAI.” Akhirnya saya pun kuliah di STIE YPN yang masih kerja sama dengan yayasan Idrisiyyah tersebut. Dengan berbagai perjuangan dan pengorbanan, akhirnya saya berhasil lulus S1 di STIE Karawang dan diwisuda di Hotel Mercury.

Memasuki tahun 2016, ketika anak-anak saya sudah berusia 5 tahun, saya ikutkan RA (Raudlatul Athfal). Ketika mengantar anak, biasanya hanya menunggu di luar sambil baca Qur’an atau berdzikir. Namun kemudian saya lihat di RA tersebut seperti gurunya kewalahan, karena hanya terdapat dua gur: Bu Reni dan Bu Mirah. 

Oleh sebab itu, saya menawarkan diri untuk membantu.  Sehingga setiap hari saya seperti guru resmi yang mengajar di sekolah tersebut; harus berangkat pagi dan mengajar mulai pagi. Namun karena “profesi” yang saya jalani tersebut tidak melalui struktur organisasi, maka dianggap ilegal.  Jadi saya tidak dianggap guru; tidak mendapat honor bahkan tidak ada potongan untuk iuran bulanan. 

Namun demikian,  saya tetap semangat membantu mengajar hingga akhirnya terjadi perselisihan dengan guru baru yang mengajar di situ. 

Tahun 2017, saya ditakdirkan oleh Allah untuk berangkat umroh. Sepulang dari umroh, saya bicara dengan Ibu Maya Mahdiah, M.Pd. yang kemudian memberikan saran kepada saya supaya melamar jadi guru di sebuah lembaga pendidikan yang terkenal disebut PPI. Dan di tahun tersebut saya mulai beraktivitas  menjadi guru yang sebenarnya, mendaftar secara yang legal lewat struktur organisasi kelembagaan. Selanjutnya, saya meyakini bahwa ini jalan dari Allah untuk saya  berdakwah seperti Rasulullah.

Ketika awal mengajar, saya menjadi guru Tasawuf dan juga menjadi guru piket. Mulai dari jam tujuh pagi, saya harus sudah standby menyambut santri. 

Seiring berjalannya waktu, tanggung jawab sebagai guru  makin banyak. Selain diberikan tugas mengajar tasawuf  di kelas putra, juga menjadi guru PPKN.  Setelah itu saya dimasukkan jadi tim kesiswaan. Lanjut ketika siswa PPI antara putra dan putri dipisah, saya diberikan tugas mengajar selama 34 jam.   Saya mengajar pelajaran  Tasawuf, Dalail, Tauhid, Tafsir, dan Akhlak lil Banat. 

Di dalam menjalani semua tanggung jawab tersebut, ujian kesehatan yang paling sering membuat terhambat. Saya sering mengalami sakit dada,  selain asma yang membuat sesak saya juga menderita sinusitis dan alergi dingin. Sudah berusaha berobat ke sejumlah dokter namun belum kunjung sembuh. 

Latar pendidikan saya adalah ekonomi manajemen. Namun sekarang saya mengajar tentang keagamaan sehingga setelah beberapa tahun mengajar tidak masuk dalam sistem Satminkal. Namun akhir-akhir ini di bawah kepemimpinan Bu Euis Herlina, S.Ag saya baru dimasukkan di dalam sistem tersebut dengan mengampu mata pelajaran Ekonomi dan Aqidah Akhlak.

Setiap bulan di sekolah kami ada penilaian guru teladan. Di tahun 2022 lalu, Allah mentakdirkan saya menjadi guru teladan dari  63 guru lainnya. Sehingga akhir tahun lalu, saya mendapat penghargaan sebagai guru teladan tahun 2021-2022.

Kemudian di tahun 2023 ini, pertama kalinya ada penghargaan untuk wali kelas teladan di PPI Putri. Alhamdulillah, saya mendapatkan penghargaan sebagai wali kelas teladan  dari 23 wali kelas lainnya.

Insya Allah, di waktu yang akan datang akan lebih baik lagi sebab karunia dari Allah begitu besar berkat  sabar dan bersyukur yang telah kita lakukan.  Dengan mematuhi segala perintah dari Allah dan di bawah bimbingan guru mursyid,  insya Allah semuanya akan menjadi mudah yang bernilai ibadah. (*)

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud

Berita Terkait

17 Tahun sebagai Guru Honorer, Tak Berhenti Mengejar Impian Jadi ASN PPPK
Kisah Sukses ASN PPPK: Hampir Menyerah dan Berpaling dari Dunia Pendidikan
Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca
Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza
Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat
Mengesankan, Guru Asal Wonogiri Fasih Bahasa Inggris hingga Viral Karena Konten Uniknya
Kisah Kepala Sekolah Muda Asal Semarang Memik Nor Fadilah: Tumbuhkan Kepemimpinan Melalui Kedekatan dengan Siswa
Perjuangan Ana Rahmawati, Guru Asal Pati yang Mengajar Penuh Dedikasi Sembari Menanti Keputusan Penempatan ASN
Berita ini 108 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 23 Juni 2024 - 20:45 WIB

17 Tahun sebagai Guru Honorer, Tak Berhenti Mengejar Impian Jadi ASN PPPK

Minggu, 9 Juni 2024 - 20:59 WIB

Kisah Sukses ASN PPPK: Hampir Menyerah dan Berpaling dari Dunia Pendidikan

Kamis, 16 Mei 2024 - 10:10 WIB

Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca

Rabu, 13 Maret 2024 - 11:34 WIB

Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza

Minggu, 20 Agustus 2023 - 21:20 WIB

Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat

Berita Terbaru

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis