Membangunkan Generasi Rebahan

- Editor

Jumat, 29 April 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Endang Wijayanti, S.S

Guru di SMPN 2 Manyaran, Wonogiri

Pandemi yang melanda negeri ini dalam beberapa tahun terakhir berdampak luas, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Setidaknya itu dapat kita amati dari kacamata sebagai pendidik terhadap karakter dan perilaku anak didik kita. 

Pemberlakuan pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai upaya mengantisipasi dan mengurangi penyebaran virus Covid-19, melahirkan sebuah generasi yang memiliki karakter tertentu: karakter rebahan—yang seharusnya tidak berkembang dalam diri mereka. 

Sebutan “generasi rebahan” sendiri saat ini cukup familiar untuk sebutan orang-orang yang suka bermalas-malasan, tidak aktif, tidak produktif. Dan generasi semacam itu tumbuh menjamur pada masa pandemi di mana karakter para para peserta didik kita cenderung pasif dan tidak produktif. 

Berikut ini adalah ciri-ciri karakter generasi rebahan yang banyak kita temui di antara para siswa kita:

1.    Santai

Orang yang sedang santai biasanya adalah mereka yang sedang tidak ingin melakukan suatu kegiatan apapun yang menguras tenaga, tidak ingin memikirkan hal apapun yang dianggap serius. Jadi aktivitas santai ini bertujuan agar badan dan jiwa bisa merasakan relaksasi dengan bersantai.

Jiwa santai, saat ini menjadi karakter anak didik kita. Saya melihat hal ini sebagai dampak dari PJJ yang telah dijalani kurang lebih dua tahun terakhir ini. Mereka sudah terbiasa santai menyikapi keadaan. 

Jika sebelumnya ada jadwal harus berangkat ke sekolah pada pagi hari misalnya, saat PJJ mereka tidak harus melakukannya. Karena pembelajaran bisa dilakukan dari rumah, tanpa persiapan khusus seperti mandi,  memakai seragam, makan pagi, dan lain sebagainya. Akibatnya, kebiasaan ini lama- kelamaan melekat menjadi sebuah karakter.

2.    Malas

Ciri berikutnya adalah malas. Kata malas berkonotasi negatif. Hal ini masih berhubungan dengan sifat yang pertama: santai, yaitu tidak ingin melakukan dan memikirkan sesuatu, mereka cenderung malas. Akibatnya tugas-tugas sekolah yang seharusnya dikerjakan saat PJJ menjadi terbengkalai. Apalagi jika tidak ada kontrol dari orang tua sebagai pendamping utama di rumah.

3.    Tidak peduli

PJJ menghalangi guru untuk bersosialisasi secara tatap muka dengan siswa. Selain itu, kebiasaan belajar sebelum pandemi dilaksanakan secara kolektif dan saat PJJ pelayanan pembelajaran dilakukan secara individual. Sehingga anak didik tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan peserta didik lain. 

Hal inilah yang mengakibatkan mereka cenderung tidak mengenal orang lain, tidak peduli, dan tidak memiliki empati kepada orang lain. Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung maka mereka akan menjadi generasi yang cuek terhadap lingkungan, bahkan tidak peduli dengan siapapun. 

4.    Mudah marah

Orang tua diharapkan mendampingi anak saat berlangsungnya PJJ. Akan tetapi tidak semua anak mendapat kesempatan tersebut. Banyak alasan atas ketidaksiapan orang tua dalam mendampingi anak belajar di rumah di antaranya karena orang tua sibuk bekerja, karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengajari belajar anak, karena tidak sabar, karena merasa tidak disegani anak, dan lain-lain. 

Dengan kondisi semacam itu, akhirnya anak cenderung melakukan belajar sendiri, mengerjakan tugas-tugas sendiri, menyelesaikan segala masalah yang timbul saat belajar.  Hal positif yang mungkin timbul tentu mereka akan menjadi pribadi yang mandiri.  

Namun di sisi lain kita tahu, tidak semua proses dalam belajar selalu mulus, bukan? Jika anak mengalami kesulitan, sementara orang tua sebagai orang terdekat tidak sanggup memberikan solusi, maka anak akan berpikir ekstra keras. Jika solusi segera bisa ditemukan tentu tidak menjadi masalah. Tetapi jika jalan keluar tidak segera ditemukan, padahal kemampuan pengendalian diri pada anak masih terbatas, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan cenderung kesal, marah, emosi, bahkan frustrasi. Dan keadaan ini jika seringkali terjadi maka akan membentuk sifat anak menjadi mudah marah (emosional).

5.    Konsumtif dan instan

Sifat konsumtif sangat berhubungan dengan kemajuan dunia teknologi. Dalam proses belajar, peserta didik saat ini tidak terlepas dari penggunaan alat-alat digital sebagai media belajar. Sebut saja handphone (HP) yang digunakan sebagai media belajar selama PJJ. Begitu banyak dan mudahnya layanan yang disajikan alat digital ini, sehingga membuat anak didik kita cenderung konsumtif. 

Mereka beranggapan, jika semua bisa didapatkan secara mudah dan cepat, mengapa pula harus berpikir keras untuk berusaha sendiri. Dan sifat konsumtif ini merambah ke hampir semua segi kehidupan. Mereka cenderung ingin mendapatkan sesuatu tanpa berusaha keras.

Nah, untuk memulihkan generasi saat ini agar terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan perlu memberi kesadaran pada mereka agar karakter negatif dapat segera diperbaiki. Dalam hal ini tentu membutuhkan peran semua pihak.

Orang tua adalah orang terdekat pertama bagi anak, tentu memiliki peran terbesar dalam pembentukan karakter. Selayaknya orang tua menyadari apa yang diperlukan anak selama dalam masa perkembangannya. Tidak hanya pertumbuhan secara fisik saja yang diperhatikan, tetapi juga secara mental, spiritual, tak terkecuali dalam hal kebutuhan akan pendidikannya. Sehingga kelak akan membuahkan hasil, bermanfaat untuk masa depan mereka. Agar karakter negatif tidak terbentuk dalam diri anak, maka orang tua harus memberikan perhatian yang lebih dan mengeratkan hubungan agar lebih memahami apa yang dibutuhkan anak.

Setelah orang tua, peran sekolah juga sangat penting. Dalam hal ini adalah guru. Guru dituntut untuk lebih memahami perubahan yang terjadi setiap saat dalam dunia pendidikan, terutama dalam masa pandemi ini. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam mengolah proses pembelajaran. Menggunakan metode yang tepat, yang selalu melibatkan peserta didik dan mendukung kreatifitasnya. Sekaligus harus cerdas mengikuti perkembangan teknologi, sehingga dapat melayani kebutuhan peserta didik sesuai perkembangan jaman.

Tidak mudah memang, karena dalam dunia pendidikan, guru ibarat malaikat yang harus selalu sempurna dalam melayani peserta didiknya.

Lingkungan masyarakat juga mempunyai peran yang lumayan besar dalam pembentukan karakter anak. Masyarakat yang bijak, yang dapat memahami segala perubahan yang seringkali terjadi secara tiba-tiba, tentu berdampak positif bagi pribadi generasi saat ini. 

Pada intinya, pembentukan karakter sebuah generasi sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Perhatian, kepedulian, kerja sama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat sekitar sangat dibutuhkan agar generasi kita tumbuh menjadi generasi yang berkarakter positif, tangguh, kuat menghadapi berbagai perubahan yang terjadi.

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru