Baru – baru ini beredar soal kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi. Kebijakan tersebut diusulkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat. Ia meminta jam masuk sekolah diubah menjadi pukul 05.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA) untuk pelajar setingkat SMA/SMK/SLB di Kota Kupang. Alasan Gubernur Viktor mengusulkan kebijakan tersebut adalah untuk mengasah kedisiplinan dan etos kerja siswa.
Kebijakan yang diusulkan Gubernur NTT tersebut mendapat respons dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Chatarina Muliana Girsang, Inspektur Jenderal Kemendikbud mengatakan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan NTT dan Pemda.
Hal ini dilakukan karena berkaitan dengan kebijakan baru yang berhubungan dengan pelaksanaan merdeka belajar. Melalui kebijakan merdeka belajar, Kemendikbud berkomitmen untuk melindungi siswa agar bisa belajar dengan aman dan menyenangkan di sekolah. Itulah sebabnya ia mengatakan setiap kebijakan perlu mendapatkan masukan dari masyarakat, khususnya orang tua.
Beredarnya kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi tersebut mendapatkan sederet kritikan dari berbagai pihak mulai dari organisasi atau forum guru hingga Ombudsman.
“Apa kira – kira urgensinya masuk sekolah jam 05.00 pagi?” kata Darius Beda Daton, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT.
Kebijakan tersebut dinilai memberikan efek buruk terhadap kesehatan siswa. Siswa yang kurang tidur dapat mengalami beberapa gangguan kesehatan seperti obesitas. Selain itu kesehatan mental siswa juga akan terganggu.
Selain Ombudsman, kebijakan gubernur NTT tersebut mendapatkan kritik dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Heru Purnomo selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI) mendesak agar kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi yang telah disepakati Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT pada Kamis lalu (23/02/2023) dibatalkan karena dapat membahayakan tumbuh kembang anak.
“FSGI mengkritik kebijakan masuk sekolah jam 5 WITA di NTT dan Mendorong pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut karena sangat membahayakan tumbuh kembang anak, sebaiknya dibatalkan karena tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak,” kata Sekjen FSGI, dikutip dari CNN Indonesia (28/02/2023).
Ia juga mengatakan bahwa jam masuk sekolah tersebut seperti aktivitas pedagang di pasar yang sudah berjualan sejak pukul 3 pagi.
“Apalagi pertimbanganya sangat tidak memperhatikan sudut pandang anak, seperti sekolah reguler disamakan dengan sekolah berasrama, dan anak disamakan dengan penjual di pasar yang sudah jualan pukul 3 pagi,” kata Heru.
Halaman Selanjutnya
Menurut Ketua Dewan Pakar FSGI
Halaman : 1 2 Selanjutnya