Sebanyak 1,6 juta guru non sertifikasi dapat dipastikan gagal mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) dikarenakan adanya sejumlah kontroversi yang muncul sejak Kemdikbudristek mengajukan RUU Sisdiknas untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas Perubahan tahun 2022.
Mendikbudristek telah menyebutkan bahwa sebelumnya RUU Sisdiknas merupakan kabar yang baik bagi para guru yang mana dalam RUU tersebut akan mensejahterakan guru karena sebanyak 1,6 Juta guru yang belum sertifikasi bisa mendapatkan tunjangan profesi atau TPG tanpa perlu antre PPG jika RUU Sisdiknas disahkan.
Selain itu, hal positif lainnya dari RUU Sisdiknas baik itu untuk guru sertifikasi, non sertifikasi, guru ASN, non ASN, guru PAUD hingga madrasah yakni terkait peningkatan penghasilan. Namun, perubahan dalam RUU Sisdiknas tersebut ternyata tidak disambut baik oleh beberapa pihak.
Sehingga dengan demikian dapat diputuskan bahwa RUU Sisdiknas gagal masuk dalam Prolegnas Prioritas Perubahan tahun 2022. Begitu juga dengan Prolegnas Prioritas 2023 yang mana tidak tercantum RUU Sisdiknas di dalamnya. Keputusan tersebut telah diambil saat Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat kerja bersama Kemenkumham dan DPD RI pada hari Selasa, 20 September 2022.
Berikut merupakan beberapa kontroversi RUU Sisdiknas yang telah dianggap belum memenuhi harapan yang akan membawa perubahan sekaligus kesejahteraan bagi para guru diantaranya:
1. Pasal terkait guru non sertifikasi akan mendapat tunjangan tidak tertera di RUU Sisdiknas
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai dengan adanya RUU Sisdiknas tersebut akan membuat hak guru semakin berkurang. Koordinator Nasional P2G juga mengatakan bahwa tidak ada satu pun pasal yang mengatur secara spesifik tentang tunjangan profesi guru dalam RUU Sisdiknas seperti yang telah dibicarakan oleh Kementerian Pendidikan.
Sehingga masyarakat hanya ingin ada payung hukum yang jelas yang tertulis secara eksplisit disebutkan dalam RUU Sisdiknas tentang klausul tunjangan profesi.
2. Keterlibatan pemangku kepentingan dalam RUU Sisdiknas telah dianggap kurang
Anggota Badan Legislasi DPR RI mengatakan bahwa RUU Sisdiknas telah membuat banyak polemik dan penolakan dari berbagai stakeholder pendidikan karena sebelum pemerintah mengusulkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2023 maka pemerintah juga harus membuka aspirasi publik seluas-luasnya dan melibatkan semua stakeholder pendidikan nasional dalam penyusunan Naskah Akademik dan draft RUU Sisdiknas.
3. Kemdikbudristek telah dianggap hanya melakukan sosialisasi, bukan uji publik
Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah telah menyebutkan bahwa RUU Sisdiknas telah keliru sejak awal hingga saat ini yang mana hal tersebut telah dibuktikan dengan tidak dibuatnya grand design terlebih dahulu yang seharusnya dijadikan sebagai konsep awal sebelum merancang undang-undang.
Selain itu, keterlibatan publik hanya dijadikan sebagai aksesoris dan artifisal dan para pemangku kepentingan hanya diajak bicara dalam waktu terbatas dan hanya sekedar sosialisasi sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan.
4. Penghapusan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen telah menyakiti hati para guru
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan bahwa penghapusan UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merupakan sebuah hal yang memprihatinkan yang mana penghapusan tersebut telah menunjukkan bahwa tidak ada lagi penghargaan kepada guru sebagai sebuah profesi yang mana menyebabkan para guru sakit hati.
Wakil ketua MPR RI juga telah menilai bahwa RUU Sisdiknas haruslah disusun secara menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan RUU ini akan berupaya mengintegrasikan tiga UU sebelumnya. Dengan gagalnya RUU Sisdiknas masuk Prolegnas Prioritas 2023 tersebut maka pemerintah diharapkan membuka ruang dialog bersama para pemangku kepentingan sebelum RUU Sisdiknas diajukan untuk dibahas bersama DPR.
Halaman Selanjutnya
Berikut merupakan daftar 38 RUU Prolegnas Prioritas tahun 2023 yakni…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya