Oleh Hj. Maspa S. Puluhulawa, S.Pd, M.M
Kepala SMPN 1 Sampit
“Bu Kepala Sekolah, saya ingin mohon izin. Setelah lulus ini, anak saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Dia mau menikah!” Ungkap salah satu orang tua peserta didik tersebut dinyatakan dengan sangat biasa. Tanpa ragu, dengan ekspresi penuh kepastian. Saya yang duduk di hadapannya tak mampu menahan sedih. Air mata pun bahkan terasa luruh.
Itu sebagian bukti merosotnya karakter peserta didik akibat musibah pandemi Covid-19. Berbagai masalah yang berkaitan dengan merosotnya karakter peserta didik, benar-benar bermunculan ketika pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) dilaksanakan.
Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh dan Belajar Dari Rumah atau PJJ-BDR yang antara lain dikelola melalui akses dalam jaringan (daring) telah berlangsung lama. Berbagai dilema dihadapi satuan pendidikan, orang tua, dan masyarakat. Satu hal penting yang sangat dikhawatirkan adalah, melemahnya karakter peserta didik selama melaksanakan PJJ-BDR.
Selama ini, satuan pendidikan atau sekolah sudah berupaya seoptimal mungkin dalam melaksanakan penguatan pendidikan karakter atau PPK. Karakter merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya.
Secara psikologis, karakter bermakna sebagai kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral. Hal itu misalnya dapat berupa kejujuran seseorang dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Dengan berkarakter berarti setiap individu memahami dan menerapkan nilai-nilai kebajikan. Melalui karakter yang dimilikinya, individu mengetahui nilai kebajikan, mau berbuat baik, dan secara nyata berkehidupan baik. Semua nilai tersebut terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku sehari-hari.
Prof. Dr. Dasim Budimansyah menyatakan bahwa di antara berbagai contoh nilai karakter, terdapat enam karakter utama yang perlu dikembangkan dalam setiap individu: yaitu jujur, bertanggungjawab, cerdas, bersih, sehat, peduli, dan kreatif.
Selain karakter individu, terdapat juga karakter publik. Karakter publik berlaku dalam kehidupan di masyarakat. Karakter tersebut harus dipahami oleh setiap individu. Nilai-nilai yang terinternalisasi ke dalam karakter publik antara lain; kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main, berpikir kritis, kemauan untuk mendengar, bernegosiasi, dan berkompromi.
Dalam kerangka yang lebih besar, setiap elemen bangsa juga harus memahami karakter bangsanya. Karakter bangsa yang harus dipahami setiap elemen bangsa antara lain berupa karakter tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi pekerti luhur, toleran, gotong royong, berjiwa patriotik, dinamis, dan melek IPTEK yang dijiwai iman dan takwa kepada Tuhan berdasarkan Pancasila.
Ditinjau dari sisi positif, pembelajaran daring mengantarkan semua pihak untuk menyadari bahwa potensi luar biasa pada internet selama ini belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Namun, di balik satu sisi positif tersebut, setelah pembelajaran daring dikembangkan, ternyata muncul dampak negatif yang mencengangkan. Dampak negatif tersebut terpapar dalam kenyataan setelah dilaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas atau PTMT. Hal-hal yang selama proses PJJ berlangsung dikhawatirkan akan muncul sebagai kemungkinan buruk oleh para pendidik ternyata benar-benar terjadi.
Dalam kondisi pandemi, ketika kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring dapat diidentifikasi bahwa guru lebih diarahkan untuk mengelola proses pembelajaran. Padahal, yang lebih utama dalam menjalankan tugas dan fungsinya, guru memiliki tugas utama mendidik. PJJ hanya lebih memungkinkan untuk menitikberatkan terjadinya proses pembelajaran. Dampaknya, yang terjadi hanya proses transfer pengetahuan melalui berbagai akses yang dikembangkan guru, khususnya melalui media digital dan buku teks.
Kondisi ini mengakibatkan semua pihak tidak ada yang dapat menjamin bahwa peserta didik mendapatkan penguatan pendidikan karakter, baik dari kedua orang tua maupun dari anggota keluarga lainnya. Jaminan didapatkannya penguatan karakter juga tidak dapat dilakukan oleh anggota masyarakat.
Dapat kita ambil sebuah contoh nyata pada sejumlah peserta didik. Satuan pendidikan yang saat ini melaksanakan PTMT sering dan banyak menyaksikan adanya pelemahan karakter peserta didik setelah melakukan aktivitas pendidikan melalui PJJ-BDR. Pada saat PTM sebelumnya di masa kondisi normal, pembiasaan yang menekankan pendidikan karakter, seperti senyum, sapa, salam, sopan, dan santun selalu dikuatkan. Saat ini, semua peserta didik hadir di sekolah langsung berjalan bahkan berlari tanpa menghiraukan guru, teman, atau warga sekolah lainnya.
Pembiasaan kegiatan peribadatan sesuai keimanan juga menunjukkan kemunduran. Pembiasaan sholat sunnah dan wajib secara berjamaah harus dimulai dari awal kembali. Hal lain yang menunjukkan pelemahan karakter antara lain, semangat belajar menurun, perhatian kepada pembelajaran yang dikembangkan guru menjadi rendah, atensi kepada gawai meningkat untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan pembelajaran, dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan menurun tajam.
Melemahnya karakter peserta didik selama PJJ-BDR di era pandemi tersebut sangat dipengaruhi situasi dan kondisi,baik yang ada di keluarga maupun yang ada di masyarakat. Terlebih, selama PJJ dalam kondisi pandemi, banyak orang tua yang harus lebih meningkatkan intensitas kerja dan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Kesibukan orang tua yang harus bekerja melampaui biasanya, khususnya di waktu-waktu pembelajaran daring dilakukan, membuat pengawasan, pendampingan, dan pembimbingan penguatan karakter peserta didik sulit dilakukan.
Idealnya, selama BDR orang tua dapat mengawasi langsung apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Namun demikian, kesibukan bekerja pada waktu bersamaan proses berlangsungnya PJJ daring membuat orang tua tidak memiliki kesempatan untuk melakukan tugas tersebut.
Beberapa guru mengalami kesulitan untuk memastikan apakah peserta didik yang dipandu mengikuti pembelajaran dengan serius. Karena yang sering terjadi, dalam kegiatan pembelajaran daring, ada peserta didik yang sengaja memasang video yang sudah direkam. Hal itu menunjukkan, seolah-olah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, namun demikian, ternyata mereka melakukan aktivitas lain yang dikhawatirkan bertentangan dengan tujuan pembelajaran yang dikembangkan.
Gejala lainnya muncul dalam bentuk akun peserta didik aktif di gawai dalam pertemuan pembelajaran tatap maya, akan tetapi ketika guru melakukan penjejakan, peserta didik yang bersangkutan tidak memberikan respon sebagaimana mestinya. Hal itu disinyalir pada saat bersamaan dengan proses pembelajaran, peserta didik juga melakukan aktivitas yang sulit bahkan tidak dapat diidentifikasi.
Bagaimana jadinya bila PJJ-BDR diberlangsungkan lebih lama karena berbagai alasan yang salah satunya disebabkan oleh terjadinya bencana?
Tentu saja karakter peserta didik yang dipertaruhkan. Kondisi ini sangat membahayakan keberlangsungan pembangunan negeri tercinta. PJJ-BDR yang telah dilakukan mendekati dua tahun, telah memunculkan dampak negatif berupa melemahnya karakter peserta didik. Padahal negeri ini, telah menetapkan pelaksanaan PPK dengan kekuatan hukum yang tinggi. Hal itu dapat ditilik kembali melalui peraturan presiden yang pernah diterbitkan.
Penerapan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tersebut saat ini sedang menghadapi sejumlah tantangan. PJJ-BDR yang banyak dikelola secara daring telah melemahkan karakter peserta didik sebagai generasi muda bangsa ini. Selama belajar secara daring, peserta didik terbiasa dengan berbagai kemudahan-kemudahan yang tak mendidik dan tak mendewasakan.
Peserta didik kehilangan banyak waktu untuk mendapatkan layanan pendidikan karakter karena selama PJJ-BDR lebih berkonsentrasi kepada penyelesaian tugas yang prosentasenya lebih cenderung kepada aspek pengetahuan. Jangan sampai karena kekeliruan dalam pengelolaan pendidikan, pada saatnya nanti kita akan memiliki generasi muda yang kehilangan karakter-karakter positifnya. Hal itu memungkinkan terjadi karena pendidikan yang dilaksanakan secara PJJ-BDR dengan model daring pada akhirnya lebih didominasi dan mengedepankan transfer pengetahuan tanpa penanaman nilai karakter, nilai kepribadian, nilai kebangsaan, dan akhlak yang mulia.
Perlu disadari bahwa pendidikan karakter memiliki nilai yang sangat berharga sebagai bekal menjalani kehidupan baik secara pribadi, sosial, maupun yang lebih luas yakni sebagai anak bangsa. Di era internet, bangsa ini bukan diancam karena kekurangan orang-orang pintar. Hal itu tidak menggelisahkan atau menjadi ancaman karena di era internet ini akses informasi tanpa batas dapat diperoleh semua anak bangsa dengan begitu mudahnya. Di manapun, kapanpun, dan siapapun saat ini dapat dengan mudah untuk mengakses informasi dalam aktivitas belajar apapun.
Bagaimana dengan karakternya? Bisakah akses internet menjamin? Faktanya, di era internet ini, bangsa kita menghadapi ancaman kepribadian generasi penerus, yakni ancaman karakter generasi muda.
Kejadian-kejadian yang terpublikasi melalui internet banyak yang menunjukkan pelemahan karakter peserta didik. Kondisi tersebut harus dipulihkan. Sekolah harus berupaya mengembangkan program pemulihan dengan melibatkan semua pihak secara efektif. Hal yang utama harus diyakini bahwa kehadiran guru dan pendidik melalui interaksi efektif secara langsung dengan peserta didik sangat diperlukan untuk pemulihan karakter secara komprehensif.
Program keteladanan para pendidik harus secepatnya diterapkan kembali dengan penuh komitmen, reflektif, dan berkelanjutan. Sejauh ini keteladanan pendidik yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh peserta didik merupakan model penguatan yang sangat efektif dalam pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Sudah disadari semua pihak bahwa pembelajaran berbeda dengan pendidikan. Bila pembelajaran lebih berfokus pada aspek pengetahuan, maka pendidikan karakter lebih mengutamakan penguatan sikap pribadi yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Bangsa ini butuh generasi muda yang karakter positifnya terkuatkan kembali, setelah melemah karena munculnya pandemi. Penguatan karakter hanya bisa diwujudkan dengan pendidikan karakter. Program penguatan pendidikan karakter harus mengedepankan keteladanan para pengajar. Melalui keteladanan, peserta didik dapat menyaksikan dan meniru secara langsung. Oleh karena itu, sudah saatnya semua pihak mendukung elemen pendidikan untuk merumuskan bagaimana formulasi memulihkan karakter peserta didik melalui PPK yang efektif pasca masa pandemi ini.
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah, dengan naluri kewirausahaannya, harus mampu mengelola program pemulihan karakter seiring sejalan dengan era revolusi industri 4.0. Era tersebut secara umum merupakan nama yang diberikan terhadap perubahan yang terjadi pada bidang industri yang didominasi oleh otomatisasi dan juga pertukaran data.
Dapat dikatakan bahwa dalam revolusi industri 4.0 peran manusia menjadi sangat sedikit. Pada era ini segala pekerjaan akan diambil alih oleh mesin, komputer, dan juga robot yang dinilai mampu bekerja lebih efektif dan efisien. Menyikapi era tersebut penerapan kompetensi kewirausahaan yang dilakukan kepala sekolah harus memberdayakan perkembangan teknologi yang menunjang keberhasilan.
Revolusi 4.0 tentu saja berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan mengalami perubahan. Salah satu upaya menghadapi era revolusi tersebut, dalam penyelenggaran pembelajaran di sekolah, materi pembelajaran dan metode-metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif berbasis IT sangat diperlukan.
Dikutip dari Kompas.com, salah satu pakar bidang pendidikan, Anies Baswedan menyatakan: “Jika hanya repetisi, teknologi ganti memfasilitasi kegiatan mengajar tersebut. Namun guru punya peranan signifikan dalam membagikan nilai-nilai positif dan menginspirasi murid-muridnya. Guru tidak dapat digantikan oleh teknologi.”
Memperhatikan pandangan tersebut, kepala sekolah harus siap dan mampu menghadapi kemajuan zaman. Hal itu berarti, secepat apapun perubahan zaman dan sepesat apapun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepala sekolah harus tetap memiliki kekuatan keyakinan, yakni ada beberapa hal yang tidak bisa digantikan dalam dunia pendidikan. Peran guru dalam proses pendidikan tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apapun.
Kuncinya, kepala sekolah berkemampuan membimbing dan menguatkan kompetensi guru agar bukan hanya melaksanakan tugas mengelola pembelajaran melalui penyampaian ilmu pengetahuan, akan tetapi yang lebih utama adalah menguatkan karakter peserta didik melalui penanaman kecakapan hidup baik penguatan sikap maupun keterampilan hidup sesuai dengan zamannya.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!