Pembelajaran Daring di Daerah Terpencil pada Masa Pandemi

- Editor

Kamis, 29 Juli 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang paling tinggi tingkat penularan Covid-19. Ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap virus ini biasa saja sehingga mengakibatkan banyaknya warga yang terinfeksi virus karena tidak lagi mematuhi protokol kesehatan yang selalu disampaikan oleh pemerintah pusat sampai ke pelosok pedesaan. Karena sudah merasa aman, maka sebagian masyarakat berpendapat bahwa virus sudah tidak menyebar lagi. Padahal tanpa kita sadari ketika kita lengah dengan keadaan, virus ini tetap saja menyebar luas ke seluruh penjuru negeri. Virus ini menyebar dengan pesat lewat penyebaran dari manusia ke manusia lainnya dengan penyebaran lewat udara sehingga virus ini mudah menyebar dan mudah masuk ke tubuh.  

Negara Indonesia sendiri sangat sulit dalam menangani virus ini, walaupun pemerintah Indonesia sudah berusaha maksimal menangani kasus Korona, baik dari segi kesehatan dan dari segi kebijakan. Akan tetapi ketika kita melihat dari data yang setiap hari di-update oleh gugus tugas penanganan Covid-19, orang terpapar semakin hari semakin bertambah sehingga sulit untuk segera menghilangkan virus ini. Ketika virus Korona semakin hari semakin bertambah kasusnya maka bisa kita lihat dampaknya di bidang ekonomi, sosial, politik dan bahkan di bidang pendidikan.

Dampak dari virus Korona di bidang pendidikan sangat negatif, karena masyarakat Indonesia khususnya pelajar dari tingkat TK, SD, SMP, SMA/SMK bahkan sampai pada tingkat perkuliahan dipaksa untuk belajar di rumah atau sering disebut secara daring. Terlebih dampak itu sangat dirasakan oleh sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil yang sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap virus Korona. Namun karena masuk wilayah zona oranye dan merah, sekolah tersebut tetap tidak bisa melaksanakan tatap muka lagi. Guru dan siswa mau tidak mau harus patuh terhadap perintah dari pemerintah kabupaten dan kecamatan di mana pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah (BDR).

Pembelajaran di SMP Negeri 5 Bungku Utara Satu Atap

SMP Negeri 5 Bungku Utara Satu Atap pada awal semester ganjil tahun pelajaran 2021/2022 kemarin, sempat memprogramkan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas, akhirnya harus kembali lagi ke pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dengan situasi tersebut, guru harus mengubah rancangan lagi untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan membuat panduan dan modul untuk diberikan kepada siswa selama masa darurat. Hanya ini cara yang bisa ditempuh agar pelaksanaan pembelajaran tetap berjalan dengan baik serta siswa juga bisa beraktivitas dengan pelajaran.  

Ketika saya melihat pendidikan di tengah virus Korona pada umumnya, negara Indonesia ini masih belum siap untuk melaksanakan pendidikan dengan sistem jarak jauh dengan baik, masih banyak masyarakat Indonesia khususnya pelajar tidak bisa belajar secara daring. Karena faktor ketersediaan handphone dan internet yang sangat sulit untuk didapatkan. Apalagi ketika kita berbicara siswa yang ada di desa-desa atau pelosok-pelosok desa yang masih sangat tertinggal dalam jaringan internet, ada yang susah sinyal bahkan ada yang sama sekali belum tersentuh oleh jaringan internet.

Dan ketika saya berpikir dan melihat siswa yang ada di pelosok-pelosok desa, seharusnya mereka bisa belajar secara tatap muka atau belajar secara langsung dengan gurunya, karena di daerah-daerah terpelosok sampai sekarang tidak ditemukan kasus penularan Covid-19 atau bisa dibilang daerah tersebut zona hijau karena jauh ddari perkotaan.  

Melihat pendidikan yang ada di pelosok-pelosok desa terpencil yang dipaksa untuk melakukan pembelajaran secara daring, menurut saya agak kurang tepat dengan alasan berikut ini:

Pertama, ketika siswa yang ada di pelosok pedesaan dipaksa untuk belajar secara daring, akan lebih sulit untuk proses belajarnya dan tidak akan efektif.

Kedua, siswa di pelosok pedesaan pada umumnya belum terlalu paham dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena sudah terbiasa belajar tatap muka.

Ketiga, kemampuan atau sumber daya orang tua di pelosok pedesaan –yang mau tidak mau harus mendampingi anaknya dalam proses pembelajaran jarak jauh—tidak akan maksimal karena sebagian besar orang tua di pelosok pedesaan tidak berpendidikan.

Keempat, kebiasaan siswa yang berada di pegunungan jika diberikan kebebasan untuk belajar daring, mereka lebih memilih membantu orang tuanya untuk bekerja daripada belajar.

Kelima, etika dan moral siswa ketika diberi kebebasan untuk belajar di rumah semakin terkikis karena mereka jarang bertatap muka langsung dengan gurunya.  Berbeda ketika setiap hari mereka bertatap muka dengan gurunya di sekolah siswa akan lebih berperilaku sopan dan santun.

Inilah dampak yang sangat dirasakan oleh seluruh warga sekolah khususnya warga SMPN 5 Bungku Utara Satu Atap baik oleh siswa, orang tua siswa dan guru hingga saat ini di masa pandemi Covid-19. Siswa SMPN 5 Bungku Utara Satu Atap 90% adalah anak suku wana (Taá) yang berada di pedalaman dan di pegunungan yang sangat berjauhan tempatnya.

Sisi negatif dari pendidikan daring ini sendiri tidak akan bisa menerapkan pendekatan emosional secara langsung, karena siswa dan guru tidak bertatapan muka secara langsung. Bahkan ketika anak-anak TK, SD dan SMP sebagai generasi muda yang seharusnya mendapatkan pelajaran dengan baik, justru sekarang sebaliknya.

Maka ketika sistem pendidikan di Indonesia harus terus dijalankan secara daring maka akan berdampak pada psikologi anak-anak khususnya siswa dan siswi TK, SD dan SMP karena mereka tidak mendapatkan pendidikan etika dan moral dari gurunya secara langsung.

Semoga dengan pengalaman ini, saya sebagai pengelola pendidikan yang berada di pelosok pedesaan akan terus bersemangat dalam menghadapi tantangan pendidikan di masa pandemi ini dan tetap akan mengikuti segala kebijakan dan aturan yang disampaikan oleh pemerintah pusat sampai tingkat pedesaan untuk menurunkan risiko penyebaran virus Korona di Indonesia pada umumnya.

Ditulis oleh Krisman Lameanda, S.Pd.

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru