Kapan kiranya, terakhir kali kita bercerita atau membacakan kisah “Si Kancil Anak Nakal” kepada anak kita? Atau barangkali kita bahkan belum pernah bercerita sama sekali mengenai kisah “Timun Mas”, “Ande-Ande Lumut” kepada anak-anak kita?
Saat ini, cerita-cerita atau film-film dari negara luar bisa masuk dan diakses dengan mudah. Hal itu membuat anak-anak kita dengan mudah menjangkau cerita-cerita dan film dari luar negeri. Mirisnya, dapat kita rasakan bahwa rasa ketertarikan anak-anak Indonesia kepada cerita nusantara sangat lemah. Padahal jika kita mencoba kembali membaca, cerita nusantara tidak kalah menarik dengan cerita-cerita yang berasal dari luar.
Kelebihan dari cerita nusantara adalah cerita-cerita tersebut mengandung nilai luhur berdasarkan kearifan lokal yang bisa menjadi identitas bangsa Indonesia. Dan anak-anak kita lah yang nantinya akan menjadi generasi penerus dan menjaga identitas bangsa Indonesia.
Salah satu faktor penyebab kenapa anak-anak kita tidak lagi tertarik dengan cerita bangsa sendiri tidak terlepas dari peran orang dewasa termasuk orang tua, anggota keluarga yang sudah dewasa, dan guru. Sebab, mereka lah yang bertugas mengawal anak-anak dalam “membaca” dan “mengenalkan” cerita anak-anak dari nusantara.
Orang dewasa khususnya orang tua yang terdekat dengan anak, mempunyai peranan besar untuk memperkenalkan cerita-cerita nusantara kepada anak-anak. Tanpa adanya peran orang tua dalam mengenalkan cerita-cerita nusantara tersebut, maka akan sangat kecil kemungkinannya bagi anak-anak kita memiliki rasa ketertarikan kepada cerita nusantara.
Sebagai pendamping dalam membaca, orang tua memiliki andil dalam membukakan gerbang kepada dunia cerita nusantara. Sehingga orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang ada pada cerita tersebut kepada anak. Selain itu, orang tua juga berperan dalam menunjukkan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk dalam cerita-cerita tersebut.
Dengan kebiasaan kita sebagai orang tua mengenalkan dan membacakan cerita nusantara kepada anak-anak, maka mereka akan menjadi akrab dengan cerita-cerita nusantara. Seiring dengan tumbuh kembang anak-anak, maka cerita nusantara pun akan melekat pada diri mereka.
Misalkan dalam cerita “Timun Mas”, dari cerita tersebut anak dapat belajar tentang sifat pejuang. Sebab dalam cerita tersebut digambarkan perjuangan Timun Mas melawan raksasa yang tinggi dengan kekuatan yang jauh melebihi Timun Mas. Sehingga dengan demikian, harapannya anak-anak akan menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah terhadap keadaan yang sepertinya mustahil sekalipun.
Sifat yang positif dapat muncul dalam diri anak-anak jika kita sebagai orang tua mau mengenalkan cerita-cerita yang penuh dengan pesan moral seperti kisah “Timun Mas”. Namun tugas kita tidak hanya sampai situ. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kita sebagai orang tua juga bertugas sebagai pendamping. Tanpa adanya dampingan dari orang tua, akan sangat sulit bagi anak-anak untuk dapat mengetahui nilai luhur atau memetik pesan moral yang ada di cerita-cerita nusantara tersebut.
Cerita-cerita nusantara ini perlu berkali-kali diceritakan bahkan dikenalkan kepada anak-anak sejak usia dini. Dengan begitu, diharapkan nantinya saat mereka mulai dapat membaca secara mandiri, mereka akan memiliki ketertarikan secara alami kepada cerita-cerita lokal. Selain itu, dengan membiasakan mengenalkan dan membacakan cerita nusantara, maka identitas bangsa Indonesia akan melekat kepada diri anak-anak kita.
Kini tergantung kepada kita sebagai orang tua apakah mau mengisahkan cerita-cerita nusantara yang penuh pesan moral itu atau membiarkan mereka mengkonsumsi cerita dari luar yang terkadang tidak sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.
Mari, para orang tua, mulai membacakan dan mengenalkan kembali cerita nusantara kepada anak-anak kita!
Ditulis oleh Nadia Wirda Ummah, S.S., M.A. (Dosen di Universitas Jenderal Soedirman)