Model Pembelajaran Jigsaw dikembangkan dan diujicobakan pertama kali oleh Elliot Aronson dan teman-temannya pada tahun 1971 di Universitas Texas.
Model pembelajaran Jigsaw merupakan turunan dari pembelajaran kooperatif yang menekankan pada pembentukkan kelompok belajar untuk mengembangkan aspek sosial. Seperti, interaksi antar peserta didik dan tanggung jawab individual peserta didik terhadap proses belajarnya.
Guru hanya sebagai fasilitator yang mendampingi dan membimbing mereka selama proses pembelajaran berlangsung.
Jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang bermakna gergaji ukir dengan mengambil prinsip kerja gergaji yang berpola zigzag.
Ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle, yaitu sebuah teka-teki yang menyusun potongan gambar. Dimaksudkan dalam penerapan model pembelajaran ini adalah agar peserta didik dapat saling bekerja sama antar kelompok dan dengan kelompok lainnya secara silang untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan dari model pembelajaran Jigsaw antara lain membantu memudahkan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, menumbuhkan sikap kerja sama antar peserta didik, menjadikan peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran, menumbuhkan keterampilan berkomunikasi, menumbuhkan sikap saling menghargai pendapat, membantu peserta didik yang kesulitan dalam memahami isi materi, meningkatkan motivasi belajar, melatih sikap percaya diri, hingga mengajarkan untuk lebih menghargai perbedaan karakteristik peserta didik lainnya.
Model pembelajaran Jigsaw hampir dapat diterapkan pada mata pelajaran apapun, mulai dari bahasa, matematika, IPA, IPS, dan agama. Hal ini dikarenakan model ini mengadopsi teknik kooperatif yang dapat digunakan dalam pengajaran mendengarkan, berbicara, membaca, atau menulis, bahkan berhitung dan lebih cenderung membantu peserta didik dalam mengembangkan aspek keterampilan berkomunikasi dalam pemecahan masalah secara berkelompok.
Karakteristik utama dari model pembelajaran ini adalah peserta didik yang ditugaskan sebagai anggota tim ahli akan belajar dengan sesama anggota tim ahli lainnya yang berasal dari kelompok berbeda.
Dengan kata lain model ini memanfaatkan teman sebagai sumber belajar. Pemilihan anggota kelompok pun dilakukan secara heterogen, yang artinya terdapat perbedaan kemampuan belajar antara siswa satu dengan lainnya. Hasilnya adalah proses pembelajaran di kelas menjadi lebih berpusat kepada peserta didik sehingga pemahaman konsep materi ajar akan menjadi lebih baik.
Peserta didik yang bertugas sebagai tim ahli dapat menentukan rumus-rumus, pola-pola, serta konsep-konsep dari materi yang diajarkan sendiri. Dan imbas untuk peserta didik lainnya adalah mereka tak segan belajar dengan temannya sendiri dan bebas melakukan tanya jawab tentang bahasan materi yang kurang dapat dipahami.
Yang guru perlu lakukan adalah memahami latar belakang pengalaman belajar peserta didik dalam menentukan topik sub materi ajar untuk dibagikan ke dalam tiap kelompok.
Agar model pembelajaran Jigsaw dapat berjalan efektif, guru perlu memahami bagaimana cara merancang kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap kerja sama dan rasa tanggung jawab atas kemajuan proses belajar peserta didik.
Dengan demikian akan tercipta kolaborasi yang baik anggota kelompok satu dengan kelompok lainnya sehingga akan timbul proses ketergantungan yang positif.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!