Oleh Gandi Riyanto, S.Pd, Gr
Mengajar di SMK Bina Am Ma’mur
Selain sebagai guru, saya juga pengusaha kuliner masakan khas Yogyakarta, yaitu Bakmi Jogja Piyaman. Namun demikian, saya tak pernah lupa tanggung jawab sebagai guru yaitu membagikan ilmu dan mendidik untuk para anak didik.
Saya lahir di Gunung kidul pada tahun 1981. Dan saya memiliki delapan saudara. Dari delapan saudara tersebut hanya ada tiga orang yang menggeluti dunia pendidikan, di antaranya adalah saya sendiri.
Jalan ini saya pilih untuk meneruskan perjuangan bapak dan ibu saya dalam berbagi ilmu, mendidik, dan mengajar serta meneladani beliau; bagaimana menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama dan masyarakat pada umumnya.
Di dalam menjalankan tugas sebagai guru, terdapat sejumlah pencapaian yang pernah saya lakukan. Meskipun tidak dalam sebuah perlombaan, namun pencapaian yang saya raih tersebut cukup membuat bangga. Selama saya mendidik dan mengajar, tentunya sukses mengantar anak didik menjadi pribadi yang lebih baik, kompeten, dan tanggung jawab.
Selain mengajar Matematika, sebagai lulusan Sarjana Pendidikan Matematika di Universitas Indraprasta PGRI, saya juga merupakan Pembina Pramuka di sekolah. Berbagai kegiatan pernah saya ikuti bersama siswa dan tak jarang mendapatkan apresiasi.
2017 tepatnya, saya menjadi Pembina Pramuka SMK Bina Am Ma’mur. Banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan dalam kepramukaan tersebut. Tentunya bagi saya hal ini menjadi momen yang sangat penting karena banyak sekali yang mendukung kegiatan kepramukaan, sehingga saya dapat ikut memaksimalkan dalam proses menjadikan siswa/i SMK Bina Am Ma’mur yang kreatif, inovatif, dan berkarakter. Kami pernah sukses di berbagai event yang kami ikuti meskipun di tingkat Kwaran (Kecamatan), maupun Kwarcan (Kabupaten).
Sebagai seorang guru yang profesional, saya merasa memiliki tanggung jawab untuk terus melakukan pengembangan diri. Pada tahun 2019 lalu, saya dinyatakan lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) di bulan Desember yang kebetulan bertetapan dengan bulan lahir saya. Semua itu tentu tidak lepas berkat dukungan semua pihak termasuk dari istri, keluarga, sekolah tempat saya mengajar, dan semua orang yang mendoakan keberhasilan saya.
Sebelum lulus PPG tersebut, terdapat kisah unik yang perlu saya sampaikan di sini. Sebelumnya, saya merasa sebagai guru biasa. Karena tugas utama guru adalah mengajar, maka saya pun mengajar saja; fokus dengan perangkat pembelajarannya sebagai persiapan membagikan ilmu kepada para siswa.
Sekitar tiga tahun mengajar, seorang rekan sekantor bertanya kepada saya, “Pak, NUPTK-nya berapa? “
“Gak tahu.”
“Loh, bagimana, sih? sudah tiga tahun mengajar kok belum punya NUPTK, harusnya sudah, Pak.”
“Wah, ya, ndak faham saya.” Jawab saya waktu itu. “Saya ngajar ya ngajar aja tuh, Pak. Fokus ngajar aja gitu, gak perlu ini itu.” sambung saya.
Waktu itu memang saya tidak paham apa itu NUPTK. Kemudian rekan saya menjelaskan bahwa NUPTK adalah Nomor Unik Pendidik dan Tenaga yang merupakan nomor induk bagi seorang guru atau Tenaga Kependidikan (GTK).
Lalu ia menjabarkan lagi bahwa ada tiga jenis pendidik dan tenaga kependidikan yang bisa mengajukan NUPTK, yakni Guru Honorer Sekolah (GHS), Guru CPNS/PNS, dan Guru Tetap Yayasan (GTY). Selain itu, tenaga kependidikan juga berhak mendapatkan NUPTK.
Dijelaskan lagi bahwa pengajuan NUPTK dapat dilakukan oleh satuan pendidikan melalui operator sekolah. Selanjutnya pendidik dan tenaga kependidikan menyiapkan kelengkapan dan seluruh persyaratan dalam proses pengajuan tersebut. Ketika dokumen perlengkapan sudah diserahkan, maka akan dilakukan verifikasi dan validasi (Verval) untuk diajukan sebagai calon penerima NUPTK.
“Nah… Pak Gandi ini termasuk GTY (Guru Tetap Yayasan) uang harus mengajukan NUPTK, Pak.” Jelasnya.
“Baiklah kalau begitu,” lanjut jawab saya.
Dalam hati dan pikiran saya sebenarnya tidak pernah memikirkan itu. Sebab, saya hanya fokus mengajar. Mungkin dari mengajar ini, saya tidak pernah mengharapkan hal-hal yang lebih jauh, misalnya mendapat tunjangan dari sertifikasi guru atau diangkat jadi CPNS atau yang sejenisnya.
Saya punya prinsip hidup bahwa tidak perlu mengejar burung indah yang mustahil untuk dikejar, cukup burung merpati saja sudah ada dalam genggaman. Tidak perlu menginginkan maka steak atau pizza yang tak tahu kapan sampai, cukup menikmati telor, tahu, dan tempe yang sudah siap santap.
Orang Jawa bilang, “Gak perlu nggayuh lintang cukup senthir lengo potro, ra usah dipikir ndak marai gelo (tidak usah berharap terlalu tinggi, nanti kecewa).”
Namun berselang dua tahun kemudian, saya dapat panggilan untuk mengikuti UKG (Uji Kompetensi Guru). UKG adalah sebuah kegiatan ujian untuk mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi dan pedagogik dalam domain guru. Kompetensi dasar bidang studi yang diujikan sesuai dengan bidang studi sertifikasi dan sesuai dengan kualifikasi akademik guru.
Saya pun mengikuti proses tahap demi tahap hingga akhir. Meski banyak halangan dan rintangan, saya selalu optimis dan penuh semangat. Pertengahan 2019 tepatnya, saya mendapat undangan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrisetek).
Berkaitan dengan hal tersebut, maka saya sempat putuskan cuti mengajar selama mengikuti PPG Dalam Jabatan tersebut. Kurang lebih dua setengah bulan saya jalani proses pendidikan tersebut.
Selama PPG yang saya alami, ternyata banyak pesan dan kesan serta pelajaran berharga tentang bagaimana menjadi guru profesional yang handal dan mumpuni.
Kemudian terkait NUPT, perserta PPG yang belum punya nomor induk tersebut secara otomatis keluar serinya.
Akhirnya sekarang saya bisa berkata kepada siapa saja, “Saya ini adalah guru, loh.. Punya NUPTK buktinya.” (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.