Oleh Insan Faisal Ibrahim, S.Pd
Guru di Bayongbong, Garut, Jawa Barat
Begitu banyak kasus kekerasan yang dilakukan oleh pelajar akhir-akhir ini, membuat semua kalangan bingung untuk menemukan solusi tepat dalam menghadapi masalah tersebut. Apakah kekerasan pelajar ini sudah membudaya di kalangan para pelajar bangsa kita?
Rata-rata para pelajar bangsa kita lebih terbiasa untuk mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai tanda bahwa dirinya merupakan siswa yang paling cemerlang, mengenyampingkan adab yang seharusnya menjadi ciri khas dari seorang pelajar yang bermoral.
Tindak kekerasan yang terjadi di kalangan para pelajar bangsa kita, menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan. Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja, melainkan menjadi tanggung jawab semua kalangan.
Orang tua, guru, masyarakat, dan para jajaran di pemerintahan yang terlibat langsung di dunia pendidikan harus saling bersinergi serta berkolaborasi untuk menciptakan para generasi emas yang tidak hanya mempunyai wawasan luas. Akan tetapi, mampu menciptakan para generasi emas yang mempunyai karakteristik moralitas yang berkualitas. Sebab ada tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat pendidikan dan karakter anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dahulu, orang tua boleh memiliki kecenderungan lebih ekstra dalam memperhatikan anak perempuannya dibandingkan dengan anak laki-lakinya. Itu semua karena rasa takut akan tindak amoral yang mungkin akan dilakukan oleh pelajar wanita.
Namun berbeda dengan zaman sekarang, orang tua dalam memperhatikan anak-anaknya harus seimbang tanpa membedakan antara anak perempuan dengan anak laki-laki. Sebab, tindak kejahatan dan krisis moralitas kini mengancam semua kalangan terutama bagi para pelajar bangsa kita.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, ketika para pelajar bangsa kita sering terlibat tindak kekerasan seperti tawuran, pembegalan, pelaku pelecehan, bullying, dan tindak kejahatan lainnya yang tidak mencerminkan moralitas sebagai seorang pelajar. Hal ini sudah jelas keluar dari koridor tujuan pendidikan nasional bangsa kita yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan insan yang beriman dan bertaqwa, serta memiliki budi pekerti luhur.
Potret realita kehidupan yang terjadi saat ini tidak bisa disembunyikan lagi. Seiring dengan berkembang zaman. Krisis moralitas sudah tidak bisa dihindarkan, yaitu ketika pendidikan adab dianggap sebagai ”sampah” yang menjijikkan. Akibatnya kini, sopan santun menjadi sesuatu hal yang tabu untuk diperbincangkan di kalangan ilmuwan.
Pemahaman para pelajar bangsa kita tentang penerapan adab di masa sekarang rasanya sudah terkikis bahkan menghilang. Jarang sekali kita melihat para pelajar yang akan berangkat ke sekolah untuk pamit dan minta doa kepada orang tua dengan cara mencium tangan mereka. Bahkan ketika pulang pun sangat jarang untuk melakukan hal yang sama. Padahal, kegiatan tersebut merupakan pembiasaan yang sangat baik.
Peran guru saat ini menjadi sorotan yang paling tajam, ketika para pelajar bangsa kita melakukan tindakan yang melanggar norma-norma. Seakan-akan, pelanggaran tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah saja yang tidak bisa mendidik para pelajar dengan baik.
Oleh sebab itu harus ada perubahan besar dari semua pihak jika ingin mencetak para pelajar yang beradab dan berilmu. Salah satunya dengan pembekalan materi tentang keagamaan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pembekalan materi tentang keagamaan harus ditingkatkan, karena pendidikan agama mampu memberikan pemahaman tentang moralitas sehingga para pelajar bangsa kita bisa memahami bagaimana cara memanusiakan manusia di tengah perkembangan peradaban zaman. Hal itu untuk menghindari perilaku-perilaku yang menyimpang di luar nalar kemanusiaan.
Pemberian materi tentang keagamaan harus seimbang dengan pemberian materi mata pelajaran yang bersifat umum seperti Bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, dan lain sebagainya. Masalahnya selama ini hampir semua lembaga pendidikan umum hanya memberikan paling banyak 4 jam pelajaran yang bermuatan keagamaan. Hal ini dirasa masih kurang untuk membekali para pelajar bangsa kita dalam menumbuhkembangkan moral dalam menjalani kehidupan.
Semua pendidik juga harus bisa memahami konsep dasar dari cara mendidik yang baik untuk diterapkan. Agar para pelajar bangsa kita bisa terhindar dari serangkaian pembiasaan yang melanggar norma-norma kehidupan, mendidik itu harus keras, tapi bukan dengan cara kekerasan; mendidik itu harus tegas, tapi bukan dengan cara menindas.
Mendidik itu harus tampak marah, tapi bukan dengan penuh amarah; mendidik itu harus penuh akan kesabaran, bukan penuh akan kekesalan; dan mendidik itu butuh keikhlasan, meskipun berat untuk dijalankan.
Mendidik memang tidak semudah membalikan telapak tangan, karena mendidik tidak bisa dilakukan secara mendadak. Butuh proses panjang yang harus dilalui, untuk melahirkan generasi yang mempunyai budi pekerti dan intelektual tinggi. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud