Eka Yanti: Jalan Berliku sebelum Memilih Jadi Guru

- Editor

Jumat, 30 Desember 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Eka Yanti, ST.

Mengajar di PAUD IK Nurul Qur’an Aceh

 

Di suatu pagi pada saat saya berjalan kaki menuju ke sekolah MIN Bukit Baro 1 Montasik, saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Saya ditabrak oleh pengendara motor hingga mengalami cedera di tangan, kaki, dan yang paling parah di muka.

Tak lama setelah itu, ayah saya mengalami sakit parah sehingga harus berobat di Aceh Selatan. Mama serta kedua adik ikut menemani ayah. Sedangkan saya dan kakak harus tinggal di rumah bersama nenek karena harus sekolah. 

Beberapa bulan kemudian, datang adik ayah yang biasa kami panggil Yahbit (adik ayah paling kecil) untuk menjemput kami karena sakit ayah kian  parah. Dalam perjalanan malam menggunakan bus antar kota, sampai di lokasi sudah pagi. Waktu itu, bus di daerah kami hanya beroperasi pada malam hari yaitu bus PMTOH. 

Begitu sampai lokasi, saya langsung mencari ayah. Namun saya tidak menemukannya. Saya bertanya pada adik yang paling kecil berusia dua tahun waktu dan baru bisa berbicara. 

“Adik, ayah dipat? (adik, ayah di mana?)” 

“Ayah kageuwoe bak Allah (ayah sudah kembali kepada Allah).” 

Ternyata ayah saya meninggal pagi hari.  Hari itu hari Senin dan langsung dikebumikan. Saya tidak sempat melihat wajah ayah untuk yang terakhir kalinya.

Saya langsung menangis, kecewa, dan sedih luar biasa. Saya hanya bisa berdoa semoga Allah ampuni dosanya dan Allah menempatkannya di surga. Saat itu saya langsung kepikiran bahwa saya sudah menjadi anak yatim. Tinggal mama seorang diri yang akan bersusah payah mengais rezeki untuk menghidupi kelima anaknya. 

Saya mengira tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Mungkin mama tak akan mampu membiayai pendidikan kami berlima. Sedangkan mama hanyalah seorang petani. Sehingga setelah hari itu, hari-hari saya lalui dengan perasaan sedih memikirkan nasib kami. 

Hingga akhirnya saya bertemu dengan paman, seseorang yang masih kerabat dekat mama yang bekerja pada dinas sosial waktu itu. Saya memintanya untuk mendaftarkan saya di panti asuhan. Dengan berat hati, saya memutuskan bersedia untuk tinggal di Panti Asuhan Nirmala. 

Sedih rasanya harus berpisah dengan keluarga. Tapi tak masalah, ini semua demi pendidikan dan masa depan yang lebih cerah. Saya berharap kelak bisa hidup mandiri tanpa harus “kerja mundur ke belakang” (istilah kami untuk menyebut pekerjaan petani yang menanam padi).

Menggunakan seragam merah putih, saya diantar mama ke Panti Asuhan Nirmala yang beralamat di Jl. P. Nyak Makam No. 33 Lampineung, Banda Aceh. Hari itu juga saya diantar ke sekolah SD Negeri 55 Banda Aceh yang jaraknya lumayan jauh dari asrama. Sempat terbesit dalam hati agar tidak jadi tinggal di asrama dan pindah ke sekolah tersebut karena jaraknya yang terlalu jauh. 

Akhirnya dengan terpaksa, saya harus tetap tinggal dan melanjutkan sekolah. Walaupun jauh, saya bersama teman-teman berjalan kaki melewati perumahan, pertokoan, dan perkebunan sambil bercerita untuk menghilangkan penat dan agar segera sampai ke sekolah. Kami sangat jarang jajan, karena kami tidak difasilitasi uang jajan. 

Meski begitu, kadang ada orang kaya yang baik hati mengundang kami ke rumahnya untuk makan dan berdoa bersama. Kemudian ketika hendak pulang, kami dikasih amplop. Saya dan teman-teman sangat senang mendapatkan amplop berisi uang mulai dari seribu hingga puluhan ribu. Sesekali ada juga yang memberikan kami uang 20 ribu atau kain sarung. Dari uang pemberian tersebut, kami baru bisa jajan di sekolah. Tapi kadang juga kami simpan untuk membeli keperluan lain.

Di asrama ini, selain bersekolah, kami juga dibekali dengan ilmu agama pada sore dan malam hari setelah shalat Magrib. Pada tiap malam Minggu kami diberi acara hiburan atau kegiatan seperti latihan berpidato dan lain-lain. 

Tahun 1998, saya tamat dari SDN 55. Sebenarnya saya berniat melanjutkan ke MTsN 1 Banda Aceh. Saya sudah berusaha dengan susah payah untuk bisa mengikuti setiap tes agar masuk di sekolah tersebut, mulai dari tes tulis, tes lisan, hingga tes ngaji dan hafalan juz 30. Semua saya ikuti dengan senang hati hingga saya dinyatakan lulus masuk ke MTsN tersebut. Namun karena jarak yang sangat jauh dan biayanya lumayan tinggi, pimpinan panti tidak mengizinkan saya bersekolah di sekolah tersebut.

Tanpa sepengetahuan saya, saya sudah didaftarkan di SLTP N 6 Banda Aceh karena ini memang sekolah terdekat dan cukup favorit pada saat itu. Kebetulan juga nilai saya mencukupi untuk masuk tanpa mengikuti tes. Walaupun sedih tidak dapat sekolah di MTsN impian, namun lagi-lagi saya harus ikhlas menerimanya. 

Tapi di sisi lain, semangat belajar saya menurun. Untunya, saya tetap bisa bertahan menjadi sepuluh besar siswa terbaik. Di sekolah ini, saya mengikuti ekstrakurikuler tari dan pramuka. 

Tahun 2001, saya menamatkan SLTP. Sesungguhnya saya bisa masuk SLTA Negeri 4 Banda Aceh tanpa tes namun saya lebih memilih sekolah di SMK Negeri 1 Banda Aceh dan mengambil jurusan Kesekretarisan. Di sini saya sangat menggemari pelajaran stenografi, mengetik, dan komputer. Stenografi merupakan tulisan yang paling singkat, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menulis dan membaca tulisan ini. Saya juga belajar mengetik yang waktu itu masih menggunakan mesin tik. Di sinilah kami dilatih mengetik dengan sepuluh jari, kalau tidak bisa, langsung kena pukul oleh guru.

Saya juga menyukai komputer. Saat itu komputer masih menggunakan perangkat keras yang terdiri dari monitor, CPU, dan stabilizer. Sosial media belum secanggih seperti sekarang ini. Media sosial paling canggih saat itu adalah mIRc. 

Menginjak kelas 2, kami harus mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan saya memilih PKL di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badan Diklat) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka mengajari saya teknik surat-menyurat, mengisi buku ekspedisi, menggunakan mesin fotocopy, dan lain sebagainya. Semua  tugas yang diberikan kepada saya, segera saya selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Sehingga ada salah satu pegawai bernama Bu Elida Fitri, SE yang menjadikan saya sebagai anak angkatnya.

Setelah lulus SMK di tahun 2004, beliau yang menyekolahkan saya di perguruan tinggi. Beliau meminta saya kuliah PDPK (Sekretaris) di Unsyiah. Namun terkendala dari postur tubuh saya yang kurang tinggi, sehingga saya memilih melanjutkan pendidikan di jurusan Teknik Informatika Komputer di STT BCI Banda Aceh. Segala biaya pendidikan, tempat tinggal, keperluan sehari-hari, hingga uang jajan, semuanya ditanggung oleh beliau. Setiap ada kesempatan, beliau selalu mengunjungi saya di kost, mengajak saya jalan-jalan sambil menikmati kuliner dan indahnya Kota Banda Aceh.

Pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004, musibah tsunami datang menerjang Aceh. Saat itu, beliau ibu angkat saya sedang menikmati indahnya matahari terbit di pesisir laut sekitaran Ulee Lheu. Dan beliau menjadi salah satu korban bencana tsunami itu. 

Sebenarnya beliau mengajak saya untuk ikut di pesisir itu. Tapi kemudian saya izin tidak bisa ikut karena ada keperluan di kampung. Walaupun saya selamat, namun saya sangat sedih kehilangan beliau yang menjadi idola saya. Beliau adalah orang baik, dermawan, dan berhati luhur.

Awal tahun 2005, saya mulai bekerja. Saat itu saya memulai karier menjadi staf perpustakaan di MTsN Montasik. Saya bekerja sambil kuliah. 

Setiap ada lowongan penerimaan CPNS, saya selalu mengikutinya. Pada satu kesempatan menggunakan ijazah SMK dan di kesempatan lainnya menggunakan ijazah Sarjana Teknik dengan nilai terpuji. Namun tidak ada yang berhasil. 

Pernah juga mengikuti tes pegawai kontrak. Mulai dari tes SKD, SKB, dan tes praktik berjalan mulus. Terakhir tes wawancara.  Saya harus menunggu giliran tes dari pukul tujuh pagi sampai pukul dua dini hari, baru kemudian dapat giliran untuk formasi saya. 

Saat itu saya begitu yakin akan lulus. Namun pada saat pengumuman, saya dinyatakan tidak lulus. Saya benar-benar sedih dan kecewa, hampir saja berputus asa. Namun berkat dukungan dari keluarga, para sahabat, dan kerabat dekat saya kembali bersemangat untuk mengikuti tes CPNS. Namun sayangnya selalu menjadi yang kesekian kalinya. 

Akhirnya saya bekerja menjadi salah satu pengasuh di Tempat Penitipan Anak (TPA) Yayasan Pendidikan Islam Karakter Nurul Quran, yang berada di komplek SDIK Nurul Qur’an. Dan saat ini saya tergabung di PAUD IK Nurul Qur’an Aceh.  Selama mengabdi di sini, kami diwajibkan menghafal Al-Qur’an minimal juz 30. 

Mungkin inilah rencana Allah yang telah digariskan untuk saya, agar bisa lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud

Berita Terkait

Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca
Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza
Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat
Mengesankan, Guru Asal Wonogiri Fasih Bahasa Inggris hingga Viral Karena Konten Uniknya
Kisah Kepala Sekolah Muda Asal Semarang Memik Nor Fadilah: Tumbuhkan Kepemimpinan Melalui Kedekatan dengan Siswa
Perjuangan Ana Rahmawati, Guru Asal Pati yang Mengajar Penuh Dedikasi Sembari Menanti Keputusan Penempatan ASN
Merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan Sederhana
Supar: Anak Perbatasan yang Sukses Wujudkan Impian Jadi Guru
Berita ini 16 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 16 Mei 2024 - 10:10 WIB

Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca

Rabu, 13 Maret 2024 - 11:34 WIB

Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza

Minggu, 20 Agustus 2023 - 21:20 WIB

Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat

Minggu, 2 Juli 2023 - 22:08 WIB

Mengesankan, Guru Asal Wonogiri Fasih Bahasa Inggris hingga Viral Karena Konten Uniknya

Selasa, 6 Juni 2023 - 19:26 WIB

Kisah Kepala Sekolah Muda Asal Semarang Memik Nor Fadilah: Tumbuhkan Kepemimpinan Melalui Kedekatan dengan Siswa

Senin, 5 Juni 2023 - 19:30 WIB

Perjuangan Ana Rahmawati, Guru Asal Pati yang Mengajar Penuh Dedikasi Sembari Menanti Keputusan Penempatan ASN

Sabtu, 22 April 2023 - 18:53 WIB

Merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan Sederhana

Jumat, 21 April 2023 - 14:05 WIB

Supar: Anak Perbatasan yang Sukses Wujudkan Impian Jadi Guru

Berita Terbaru

PPG Angkatan 1 Kemenag Resmi Dibuka pada 15 Mei 2023, Kuota untuk 6.300 Guru Madrasah

News

Study Tour Disebut Jadi Ladang Bisnis Sekolah

Jumat, 17 Mei 2024 - 22:30 WIB