Oleh Fajar Irawan, S.Pd.
Guru di UPT SD Negeri Butun 03
Pembelajaran Bahasa Jawa yang diajarkan kepada siswa diharapkan bukan hanya untuk mengasah kecerdasan intelektual saja, namun lebih dititikberatkan untuk melatih dan mengasah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Hal ini mengacu pada Pergub Jatim No. 19/2014 bahwa mata pelajaran Bahasa Daerah adalah muatan lokal wajib di sekolah atau madrasah. Dalam peraturan tersebut (pasal 3) dinyatakan bahwa muatan lokal bahasa daerah dalam hal ini bahasa Jawa adalah sebagai wahana untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan etika, estetika, moral, spiritual, dan karakter.
Drs. Imam Riyadi, M.KPd. memaparkan dalam sebuah Bimbingan Teknis (Bimtek) Bahasa Jawa di gedung PGRI Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, bahwa keberhasilan anak didik hanya 20 % yang ditentukan oleh kecerdasan intelektual. Sedangkan sisanya atau 80 % ditentukan oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Sementara itu pembelajaran Bahasa Jawa yang diajarkan kepada siswa di kelas dinilai dapat untuk memperhalus budi pekerti, pembelajaran olah rasa, tata krama atau sopan santun, serta menggali nilai-nilai budaya Jawa yang adiluhung. Pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan sebagai media pembiasaan atau kegiatan pembiasaan yang dilakukan setiap hari di lingkungan sekolah.
Pembiasaan tersebut dapat dilakukan, misalnya, saat berbicara kepada semua warga sekolah harus menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil yang dipadukan dengan membiasakan budaya 5 S (salam, senyum, sapa, sopan, dan santun) dengan siapa saja. Apabila ada siswa atau peserta didik yang melanggar aturan, guru bisa memberi teguran atau menasihati siswa dengan menyuruh siswa melaksanakan “Proyek Kebagusan” (Perbaikan Diri).
Proyek tersebut berisikan siswa melakukan hal-hal yang baik sebagai pengganti tindakannya yang melanggar atau yang dilakukannya dianggap salah. Bila sudah dilaksanakan, siswa melaporkan berupa tulisan yang berisi tentang kegiatan baiknya.
Kegiatan tersebut perlu disaksikan atau dia amati oleh seluruh warga sekolah, sehingga kegiatan tersebut benar-benar dilaksanakan. Sehingga proses penanaman karakter benar-benar dapat terjadi.
Hal ini sangat penting dilakukan di masa kini untuk menjaga citra bangsa Indonesia yang terkenal luhur sejak dulu. Selain itu Indonesia dikenal dengan bangsa yang bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan. Namun di era sekarang ini atau di zaman serba digital ini, generasi kita dipandang mengalami degradasi moral.
Teknologi yang berkembang sangat pesat saat ini memudahkan semua orang mengakses suatu informasi. Semua kalangan baik anak-anak, remaja, dan dewasa dapat mengakses internet dan media sosial dengan sangat mudah.
Memang tak dapat dimungkiri bahwa digitalisasi sangat banyak manfaatnya. Banyak hal-hal positif yang dapat dipetik jika digunakan sebagaimana mestinya. Namun tak sedikit pula hal-hal negatif sebagai dampaknya yang dapat memberikan pengaruh kepada karakter generasi. Banyak pelajar yang terlibat kasus kriminal seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pemerkosaan, dan pembunuhan akibat dari penyalahgunaan teknologi yang saat ini berkembang.
Jika kita melihat media sosial terkadang membuat sedih. Banyak para siswa atau kaum pelajar yang kurang paham dalam menggunakan media sosial, mereka bebas mengeluarkan kata-kata kasar, menghujat di kolom komentar. Yang lebih menyedihkan lagi, banyak di antara pelajar yang tak punya malu, memposting gaya pacaran yang negatif di media sosial. Bahkan tidak sedikit pula para perempuan yang rela mempertontonkan auratnya hanya untuk mencari ketenaran.
Tayangan televisi tak sedikit perannya dalam menggerus moral generasi bangsa Indonesia. Banyak acara-acara yang tidak mendidik dan menjadikan seseorang tidak bermoral sebagai idola.
Semua itu dapat mempengaruhi pola pikir generasi. Jika kondisinya tetap demikian, maka selamanya sistem pendidikan yang kita miliki akan terus dianggap gagal mendidik dan mencetak manusia yang mulia. Padahal, pemerintah serta tenaga pendidik telah berupaya semaksimal mungkin dan sebaik mungkin. Namun karakter serta moral peserta didik dan pola pikir mereka memang telah terpengaruhi dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk tersebut.
Masalah karakter pada anak didik dapat menyebabkan bermacam-macam masalah sosial budaya. Dan kita berharap dengan tetap mengajarkan bahasa Jawa dan budayanya dapat menjadi tameng untuk anak-anak kita dalam menghadapi tantangan dunia tanpa batas ini. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.