Setiap anak yang terlahir di dunia ini memiliki temperamen yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari anak. Ada yang tenang dan mudah beradaptasi, ada yang mudah bersedih dan menyendiri, dan ada pula yang mudah marah.
Seorang anak yang memiliki temperamen mudah marah kemudian disebut dengan tempramental. Artinya anak tersebut dalam kondisi di mana amarah lebih sering meningkat dengan cepat.
Sifat tempramen seorang anak dapat diketahui dari cara mengekspresikan kemarahannya. Misalnya pada saat marah, anak suka membanting benda di sekitarnya, suka membetak teman atau orang di sekitarnya, hingga melakukan kekerasan fisik terhadap orang lain.
Terkait temperamental anak, saya sendiri memiliki pengalaman yang menarik. Pada awal tahun ajaran 2019-2020, saat itu saya mengajar peserta didik kelas 6 di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Di antara siswa yang saya ajar tersebut, terdapat satu peserta didik yang memiliki sifat tempramental. Hampir setiap hari saya melihat peserta didik tersebut menangis terisak-isak, ngomel sendiri, memukul-mukul tubuhnya sendiri, posisi duduknya terlihat sangat tegang, dan sering kali memukul temannya.
Dari pengalaman tersebut, saya dapat mengambil pelajaran bahwa sifat tempramental peserta didik itu adalah kondisi emosional peserta didik yang sangat tinggi dan susah untuk dikendalikan. Hingga akhirnya terlampiaskan pada diri sendiri dan teman di sekitarnya
Perlu diketahui bahwa ciri-ciri peserta didik yang memiliki sikap tempramental antara lain mudah emosi. Emosi yang dimaksud di sini ialah segala ekspresi yang tidak mudah dikendalikan. Kemudian anak tersebut sering berkata kasar. Hal itu dapat terjadi karena anak tidak memiliki kemampuan mengatur emosi sehingga ketika marah akan muncul ekspresi mengumpat atau mengeluarkan kata-kata kasar yang dapat menyakiti orang lain.
Anak yang temperamental biasanya juga menyimpan banyak dendam. Sehingga ketika terdapat masalah yang menyakiti hatinya, maka ia akan terus mengingat masalah tersebut dan memiliki keinginan untuk membalas seperti apa yang telah ia rasakan. Kemudian ciri-ciri yang lainnya adalah selalu merasa benar dan mudah tersinggung.
Pada dasarnya tidak ada penyebab yang pasti seorang anak atau dalam hal ini peserta didik itu memiliki sifat tempramental. Setiap anak yang lahir di dunia ini sudah pasti membawa karakter diri masing-masing. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi sangat tergantung pada lingkungan di mana anak tersebut berada dan dibesarkan.
Adapun sikap bawaan seorang anak dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti faktor genetik dan lingkungan, termasuk lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar. Dari segi faktor genetik, ternyata pola asuh dan sifat orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang anak.
Arthur Robin, direktur pelatihan psikologi di Children’s Hospital of Michigan di Detroit seperti dilansir dari Huffingtonpost, Selasa (7/5/2012) menjelaskan beberapa sifat orang tua yang berpengaruh pada kelakuan anak di antaranya sikap ibu yang pasif, depresi, dan lesu. Sehingga anak akan bisa melakukan apa saja yang dia suka karena si Ibu tidak memiliki ketegasan untuk merawat dan mendidik anaknya. Kedua disebabkan karena orang tua yang terlalu fleksibel sehingga dapat membuat anak mungkin sengaja bertingkah kaku dan keras kepala.
Perlakuan orang tua yang selalu memenuhi keinginan anak juga akan mempengaruhi temperamen anak. Sehingga ketika keinginan anak tidak segera terpenuhi, maka ia akan lebih mudah marah. Dan yang terakhir, temperamental anak juga kadang-kadang dapat dipengaruhi oleh sikap temperamental orang tua sendiri.
Sifat tempramental anak yang telah terbentuk dari pola asuh yang kurang tepat dan lingkungan yang tidak mendukung tersebut akan terbawa sampai anak berada pada usia sekolah seperti yang saya alami sendiri. Berdasarkan keterangan dari peserta didik saya yang temperamental, yang menjadi penyebab dia marah adalah ketika temannya tertawa atau memandang ke arahnya sehingga dia merasa dilihat dan ditertawakan, dia tidak senang ketika temannya berjalan di sekitarnya, dan dia tidak senang diajak bicara.
Sifat tempramental memang sulit untuk diubah secara signifikan karena merupakan sifat bawaan sejak lahir, namun tingkat kemarahan yang tinggi dan sangat cepat itu dapat diminimalisir. Ada beberapa cara untuk mencegah dan mengatasi peserta didik atau anak yang memiliki sikap tempramental, antara lain mengajak untuk mengatur emosi, memberi contoh dalam mengelola emosi, mendengarkan dan memahami perasaan si anak, mengabaikan tingkah buruknya, memberi perhatian positif, dan mengajak berpikir ke depan.
Berdasarkan pengalaman saya dalam menangani peserta didik yang memiliki sifat tempramental, pertama adalah mencari tahu penyebab dia marah. Kedua, meminta dia untuk memikirkan, membayangkan, dan merasakan betapa tidak baiknya kalau tidak punya satupun teman sebab sifatnya tersebut.
Ketiga, meminta dia untuk rileks dengan cara berdiri, berjalan, dan duduk yang santai ketika timbul emosi. Keempat, meminta dia untuk membandingkan mana lebih nyaman duduk santai, duduk tegang, atau duduk dengan mengunci badan. Kemudian meminta memilih salah satunya yang dianggap sesuai perasaannya untuk diterapkan sehari-hari.
Kelima, meminta dia untuk membuat perasaannya nyaman, tenang tanpa rasa benci dan dendam pada siapapun. Keenam, melakukan komunikasi empat mata dan memberi nasihat yang dapat meredakan emosinya dan mengingatkan akan bahaya jika memiliki sifat tempramental. Sebab hal tersebut dapat merugikan diri sendiri dan orang lain serta masa depannya. Ketujuh, memberi tugas untuk menguji dan membandingkan perubahan pemahamannya.
Dari tahapan penanganan terhadap sifat tempramental peserta didik yang saya lakukan tersebut, dengan pertolongan Allah SWT, peserta didik saya mengalami perubahan. Awalnya tertutup, tegang, kurang bergaul dan tidak memahami pelajaran apapun kini bisa lebih santai, dapat memahami pelajaran, dapat menyelesaikan tugas, rajin bertanya pada guru. Dan menurut orang tua, keluarga dekat, guru, dan teman, anak tersebut memang sekarang sudah lebih baik dibanding sebelumnya.
Itulah kiranya upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah karakter peserta didik menjadi lebih baik.
Ditulis oleh Ruse, S.Ag (Guru di MIS Nurul Jadid Padang Baka Mamuju)